Tingginya harga cabai saat ini sukar dinikmati oleh petani cabai di Kalurahan Garongan, Kapanewon Panjatan, Kulon Progo. Pasalnya, lahan pertanian cabai mereka rusak dan terancam gagal panen gegara serangan hama ulat.
Pantauan detikJogja di lokasi, terlihat tanaman cabai milik petani Garongan yang sedianya akan memasuki masa petik ke lima dan enam sejak panen pertama sekitar dua bulan lalu, kini rusak karena digerogoti ulat jenis grayak. Ulat berwarna cokelat kehijauan ini memakan bagian buah sehingga menimbulkan rongga. Hal ini mempercepat proses pembusukan cabai.
"Kalau kayak gini, sudah dipastikan buah tidak bisa dipetik. Sebab buah ini sudah langsung busuk dan misal tanamannya digoyang sedikit aja pasti langsung gugur buahnya," ucap salah satu petani, Teguh Pranyoto saat ditemui di lokasi, Senin (13/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pran, sapaan akrabnya, mengungkapkan kondisi ini sudah berlangsung sejak lama. Bermula dari satu lahan cabai, yang kemudian menular ke hampir seluruh lahan di Garongan.
"Awalnya yang sebelah sana, nah itu kena ulat. Terus merembet dan sekarang tempat saya ikutan kena," ujarnya.
Pran mengatakan berbagai upaya sudah dilakukan untuk menangani serangan hama ulat. Namun tidak ada yang membuahkan hasil.
"Wah udah banyak upayanya, mulai dari nyemprot obat kimia yang murah sampai mahal, terus pakai bahan-bahan alami, tapi hasilnya tetep sama," terangnya.
Hasil Panen Anjlok Drastis
Akibatnya, hasil panenan cabai di Garongan anjlok drastis. Contohnya di lahan milik Pran, yang semula bisa menghasilkan 4-5 kuintal, sekarang sukar mencapai berat segitu.
"Tempat saya ini luasnya sekitar 2.000 meter persegi. Nah harusnya kalau panen per 1.000 meter persegi itu normalnya bisa 4-5 kuintal. Sedangkan sekarang nggak tahu. Lha wong buahnya aja nggak ada. Kita ya rugi tenaga, rugi modal," jelasnya.
Kondisi ini juga membuat Pran dan petani cabai di Garongan gusar. Bagaimana tidak, tanaman cabai mereka terancam gagal panen di tengah melonjaknya harga cabai.
"Sekarang itu harga cabai di kisaran Rp 78 ribu per kilogram. Tapi ya dengan kondisi gini juga nggak dapat apa-apa. Malah rugi," ujarnya.
Meski begitu, Pran berharap hasil panenan cabai untuk petikan ke lima dan enam yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat ini bisa maksimal.
"Harapannya nanti setelah kita nunggu buah yang ke lima sama ke enam semoga harga masih stabil. Terus buah bisa kita petik. Tetapi kalau nggak, ya modal hilang semua," ucapnya.
Dinas Ungkap Kesulitan Basmi Hama Ulat
Terpisah, Plt Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo, Trenggono Trimulyo mengatakan kasus serangan hama ulat terhadap lahan pertanian cabai di Garongan sudah menjadi atensi pihaknya.
Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan atau POPT telah diterjunkan untuk menangani persoalan tersebut. Namun upaya pengendalian hama sukar dilakukan lantaran ulat telah menyebar secara masif. Ukuran ulat juga terlalu kecil dan tersembunyi sehingga sulit dimusnahkan meski dengan obat kimia sekalipun.
"Kemarin petugas POPT sudah melakukan pengondisian di sana tapi tidak berhasil. Pakai obat juga tidak mempan," ucapnya.
Trenggono mengatakan kasus ini hanya terjadi di wilayah Garongan. Diduga serangan hama muncul karena petani Garongan melakukan penanaman lebih awal. Hal ini tidak sesuai dengan penanggalan aktivitas pertanian atau biasa disebut pranata mangsa.
Akibatnya, tanaman jadi mudah terserang hama yang memang biasa muncul jika proses penanaman tidak sesuai dengan pranata mangsa.
"Harusnya tanamnya itu paling tidak mulai pada Juli dan Agustus. Tetapi mereka maju di Juni. Kalau misal nggak maju sebenarnya aman-aman saja. Sebab kalau maju, itu pasti pas barengan dengan kegiatan panenan lain. Jadi kadang-kadang hama lebih banyak muncul dan cepat berpindah-pindah dari tanaman satu ke yang lain," jelasnya.
Atas hal itu, Trenggono mengimbau petani di Garongan agar selalu berkoordinasi dengan petugas POPT saat melakukan penanaman. Nantinya petugas akan memberi arahan kapan seharusnya tanaman boleh ditanam guna mengantisipasi serangan hama.
(dil/rih)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan