Merasa Terancam RPP Kesehatan, Serikat Pekerja Rokok DIY Surati Presiden

Merasa Terancam RPP Kesehatan, Serikat Pekerja Rokok DIY Surati Presiden

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Rabu, 27 Sep 2023 20:38 WIB
Anggota Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PD FSP RTMM-SPSI DIY) saat menunjukkan tanda terima surat yang dikirimkan ke Jokowi melalui Pemda DIY, Rabu (27/9/2023).
Anggota Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia DIY saat menunjukkan tanda terima surat yang dikirimkan ke Jokowi melalui Pemda DIY, Rabu (27/9/2023). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja
Jogja -

Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (PD FSP RTMM-SPSI DIY) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat itu berisi permohonan agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan tidak membebani pekerja pabrik rokok.

"Jadi hari ini kita berkirim surat melalui Sekretariat Pemda DIY kepada Gubernur DIY dengan tujuan dapat diteruskan ke Presiden RI Joko Widodo. Surat itu terkait sikap kami terhadap RPP Kesehatan," kata Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto kepada wartawan di Kota Jogja, Rabu (27/9/2023).

Melalui surat itu, pihaknya bermaksud menyampaikan kekhawatiran dan keberatan atas RPP kesehatan. Khususnya tentang pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau sebagaimana mandat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena di RPP Kesehatan itu pengaturan tentang zat aditif pada produk tembakau jadi ancaman besar untuk stakeholders pertembakauan, khususnya buruh pabrik rokok," ujarnya.

Mengingat nantinya yang paling terdampak nantinya adalah pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor padat karya dalam industri hasil tembakau. Di mana sektor tersebut menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi pada perekonomian daerah maupun nasional.

ADVERTISEMENT

"Buruh pabrik rokok SKT pada umumnya berpendidikan terbatas tapi banyak diserap oleh industri hasil tembakau. Kalau industri hasil tembakau mati nanti mereka mau kerja apa," ucapnya.

Selain itu, dalam surat tersebut, pihaknya meminta dua hal sebagai aspirasi perlindungan bagi anggotanya. Pertama, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan tidak melanjutkan pembahasan pasal terkait pengaturan zat adiktif di dalam RPP Kesehatan.

"Semua itu untuk menghindari PHK massal. Karena industri hasil tembakau merupakan ladang mata pencaharian anggota kami," ucapnya.

Waljid menilai RPP Kesehatan saat ini berpotensi mematikan usaha industri hasil tembakau yang merupakan ladang penghidupan buruh pabrik rokok. Pasalnya akan banyak pembatasan terkait peredaran produk hasil tembakau dan itu berpotensi menurunkan serapan pasar terkait produk hasil tembakau.

"Kedua, agar pasal terkait zat adiktif dilakukan secara terpisah dengan mempertimbangkan segala aspek, sebagaimana amanat UU Kesehatan nomor 17 tahun 2023 pasal 152 ayat 1," ujarnya.

Mengingat dampak besar kebijakan tersebut, termasuk pada penerimaan negara dan serapan tenaga kerja. Sehingga alangkah baiknya peraturan tentang pengaturan zat adiktif dapat diatur tersendiri.




(ahr/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads