Pemerintah melarang media sosial (medsos) untuk berjualan. Social commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa. Begini curhat sebagian pedagang di Pasar Beringharjo, Kota Jogja, soal maraknya jual beli dan live online di e-commerce maupun medsos.
Menurut salah satu pedagang kain batik di Pasar Beringharjo, Nur Husnul Khotimah, adanya pergeseran pola penjualan saat ini berimbas terhadap para pedagang di pasar tradisional.
Diketahui, penjualan secara live itu tak hanya dilakukan oleh pedagang, tetapi juga oleh selebriti dan selebgram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(live e-commerce) Pengaruh sekali. Pasar jadi sepi setelah adanya Tiktok, Shopee. Biasanya ramai sekarang lengang. Sekarang ya kayak ini, lengang semenjak ada Tiktok, Shopee, Tokped. Ada live-live di Shopee dan Tiktok itu lho," kata Husnul kepada wartawan, Senin (25/9/2023).
Husnul mengatakan, sepinya pembeli di Pasar Beringharjo mulai dia rasakan sejak Juli lalu.
"Sepi sejak sebelum Agustus. Sekarang omzet ada penurunan sekitar 50 persen," ujar dia.
Pegawai toko tas di Pasar Beringharjo, Yuliani juga mengeluhkan hal serupa. Namun, Yuliani tidak menyimpulkan bahwa menurunnya jumlah pembeli akhir-akhir ini apakah imbas dari e-commerce atau bukan.
"Penurunan omzetnya kalau ini keadaan atau apa kurang tahu. Maksudnya ya berkurang aja. Berkurang dalam arti pembelinya, nggak seramai awal-awal," kata Yuliani.
Menurutnya, penurunan jumlah pembeli sudah terlihat sejak masa pandemi COVID-19. Meski status pandemi telah dicabut, menurutnya tidak ada peningkatan pembeli yang signifikan.
"Dari setelah Corona kan mulai turun, saat Corona pernah tutup berapa bulan. Jadi dari awal itu pembelinya jarang," jelasnya.
Mengenai pergeseran pola pembeli yang kini mulai pindah ke e-commerce, Yuliani menduga hal itu karena masyarakat kini suka hal yang lebih praktis.
"Mungkin malas juga kan tawar menawar di pasar, kalau di online sudah ada harganya," ucapnya.
Dilansir detikNews, pemerintah melarang medsos dipakai untuk berjualan. Social commerce hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa.
hal itu disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) seusai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Zulhas mengaku akan meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
"Yang pertama isinya social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Promosi barang atau jasa. Tidak boleh transaksi langsung bayar langsung nggak boleh lagi dia hanya boleh untuk promosi seperti TV ya. Di TV kan iklan boleh kan. Tapi nggak bisa jualan. Nggak bisa terima uang kan. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan," kata Zulhas.
Selain itu, media sosial tidak boleh merangkap sebagai e-commerce, begitu pun sebaliknya. Zulhas menyebut hal itu untuk mencegah penyalahgunaan data pribadi oleh media sosial tersebut.
"Yang kedua (e-commerce) tidak ada social media dan itu nggak ada kaitannya. Jadi dia harus pisah. Sehingga tidak algoritmanya itu ya tidak semuanya dikuasai dan ini mencegah penggunaan data pribadi, apa namanya, untuk kepentingan bisnis gitu. Itu yang satu dan dua," jelasnya.
Permendag yang baru juga akan mengatur soal penjualan barang dari luar negeri. Minimal transaksi pembelian barang impor akan diatur. Selain itu, barang-barang impor yang dijual di e-commerce juga wajib diperlakukan sama dengan produk dalam negeri. Misalnya makanan, harus ada sertifikasi halal.
"Yang ketiga tidak boleh bertindak sebagai produsen," imbuhnya.
Saat ditanya, apakah dengan revisi Permendag tersebut TikTok Shop akan ditutup, Zulhas enggan menyebut merek tertentu. Dia menekankan aturan ini menyasar semua social commerce yang ada, termasuk TikTok Shop.
"Kita nggak pakai merek. Siapa saja," ujar Zulhas.
Sebagai informasi, revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 karena para UMKM teriak soal aktivitas perdagangan di social commerce, seperti TikTok Shop. Pasalnya, barang impor bisa langsung dibeli oleh konsumen Indonesia alias crossborder.
Pelaku usaha juga diprotes karena harga yang ditawarkan di social commerce itu sangat murah. Persaingan inilah yang dikhawatirkan mematikan UMKM dalam negeri.
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa