Pengesahan Raperda KTR, Kantor DPRD Kulon Progo Dapat Karangan Bunga

Pengesahan Raperda KTR, Kantor DPRD Kulon Progo Dapat Karangan Bunga

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Kamis, 18 Des 2025 17:11 WIB
Pengesahan Raperda KTR, Kantor DPRD Kulon Progo Dapat Karangan Bunga
Deretan karangan bunga dan spanduk yang terpasang di DPRD Kulon Progo, Kamis (18/12/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja.
Kulon Progo -

Pemandangan tak biasa terlihat di kompleks DPRD Kulon Progo hari ini. Sejumlah karangan bunga dan spanduk bernada protes membanjiri halaman hingga pagar kantor wakil rakyat tersebut.

Aksi ini merupakan bentuk protes dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari buruh, pedagang, hingga komunitas konsumen, menjelang rapat paripurna pengambilan keputusan tentang Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Dari pantauan di lokasi siang ini terlihat lima karangan bunga dan empat spanduk sudah terpasang di gerbang depan kantor tersebut. Pesannya bervariasi, tapi intinya meminta DPRD meninjau ulang pasal-pasal dalam Raperda KTR karena dinilai terlalu kaku dan berpotensi mematikan ekonomi kecil di Kulon Progo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"TOLAK ! PERDA KTR KULON PROGO. NGATUR BOLEH TAPI YA JANGAN NGAWUR," tulis salah satu spanduk seperti dilihat detikJogja, Kamis (18/12/2025).

"KTR KULON PROGO MAU MATIKAN OMZET PEDAGANG ROKOK," bunyi karangan bunga lain di lokasi tersebut.

ADVERTISEMENT

Salah satu pihak yang memasang spanduk yaitu dari Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia wilayah DIY. Ketua federasi Waljid Budi Lestarianto, mengatakan alasannya melakukan aksi ini karena khawatir aturan baru dalam Raperda KTR bisa berdampak terhadap keberlangsungan industri hasil tembakau.

"Aksi ini menyikapi Raperda KTR yang hari ini kabarnya mau diparipurnakan. Intinya Perda KTR menurut kami dari Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman, ada beberapa pasal sangat merugikan buat kami dan berdampak pada penurunan kesejahteraan, bahkan bisa jadi berdampak PHK bagi anggota kami yang bekerja di industri hasil tembakau atau pabrik rokok di Kabupaten Kulon Progo," ucapnya.

Ia menyoroti beberapa aturan raperda yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan dan tempat bermain anak.

"Angka 200 meter ini mengada-ada. Kajiannya tidak jelas, kenapa tidak 100 atau 500? Implementasinya pun sulit. Jika dipaksakan, ini berpotensi menurunkan kesejahteraan bahkan berdampak pada PHK bagi anggota kami yang bekerja di pabrik rokok di Kulon Progo," ujar Waljid.

Deretan karangan bunga dan spanduk yang terpasang di DPRD Kulon Progo, Kamis (18/12/2025).Deretan karangan bunga dan spanduk yang terpasang di DPRD Kulon Progo, Kamis (18/12/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Waljid menambahkan adanya kontradiksi dalam draf aturan tersebut. Di satu sisi ada pelarangan radius, tapi di sisi lain ada informasi kelonggaran melalui perizinan.

"Ini tidak konsisten. Ibaratnya kita boleh melihat iklan rokok di Kulon Progo, tapi tidak bisa membelinya karena pembatasan radius tersebut," ucapnya.

Kekhawatiran senada disampaikan oleh Khoirul Atfifuddin, Ketua Komunitas Kretek Nusantara. Menurutnya, larangan penjualan rokok di warung kelontong akan memicu efek domino karena kebiasaan konsumen yang membeli barang lain secara bersamaan.

"Kalau warung tidak boleh jual rokok karena aturan radius, konsumen akan mencari warung lain. Dampaknya, omzet barang lain seperti kopi atau susu di warung tersebut juga ikut hilang. Bahkan, pembatasan ini bisa menjadi pintu masuk peredaran rokok ilegal," tegas Khoirul.

Ia juga mengkritik prioritas DPRD Kulon Progo yang terkesan terburu-buru mengesahkan Raperda KTR tanpa melibatkan elemen industri secara luas. "Masalah di Kulon Progo masih kompleks, dari kemiskinan hingga kesehatan jiwa. Kenapa justru buru-buru mengurusi Raperda yang merugikan buruh dan pedagang?," ujarnya.

Dari sisi legalitas dan dampak makro, Dwijo Suyono dari Advokasi KSPSI DIY, menilai draf Raperda ini mengandung pasal yang saling bentrok dan sulit ditegakkan di lapangan. Ia juga menyoroti benturan regulasi bagi pedagang yang sudah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) atau SIUP

"Pedagang punya payung hukum untuk berusaha melalui izin tersebut, tapi draf Raperda KTR ini justru menabrak hak mereka. Selain itu, rokok di Indonesia adalah budaya, pendekatannya harus arif, tidak bisa hanya saklek dengan pendekatan ekonomi atau kesehatan saja tanpa melindungi hak pedagang," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap DPRD Kulon Progo bisa menunda pengesahan raperda tersebut yang rencananya dilaksanakan pada bulan ini. Selain itu juga mengharap waktuk rakyat dalam menggandeng pegiat tembakau, pelaku usaha, dan sebagainya untuk sama-sama membahas aturan ini agar berimbang.

Raperda Tetap Disahkan

Sementara itu DPRD Kulon Progo resmi mengesahkan Raperda KTR. Peraturan baru ini membawa perubahan signifikan, di antaranya membuka ruang bagi iklan rokok di fasilitas publik yang sebelumnya dilarang ketat pada aturan terdahulu.

Ketua DPRD Kulon Progo, Aris Syarifuddin, menjelaskan bahwa dalam Perda yang baru disahkan ini, sektor iklan rokok akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Bupati (Perbup). Hal ini dimaksudkan agar terdapat pengaturan yang jelas mengenai ruang dan tata cara pemasangan iklan di daerah.

"Artinya, ada satu ruang terkait dengan iklan yang nantinya diatur dengan Peraturan Bupati," ujar Aris saat memberikan keterangan kepada awak media, sore ini.

Deretan karangan bunga dan spanduk yang terpasang di DPRD Kulon Progo, Kamis (18/12/2025).Deretan karangan bunga dan spanduk yang terpasang di DPRD Kulon Progo, Kamis (18/12/2025). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Selain masalah iklan, Perda KTR ini juga mengatur dinamika jarak penjualan dan produksi rokok sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang berlaku. Aris menegaskan bahwa substansi KTR tetap terjaga, tapi cakupannya dibuat lebih spesifik dan terperinci dibandingkan Perda sebelumnya.

Terkait penghapusan pasal khusus promosi dan iklan di tingkat Perda, Aris mengklarifikasi bahwa hal tersebut bukan berarti ditiadakan, melainkan teknisnya dialihkan ke Perbup sesuai hasil fasilitasi dengan Gubernur.

"Kita justru mengatur bagaimana promosi dan penjualan itu berjalan. Semuanya diatur, nanti pengaturannya ada di Perbup," tambahnya.

Langkah ini juga diproyeksikan akan memberikan kontribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), terutama dari sektor pajak iklan. Meski besaran pastinya masih dalam penghitungan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Aris optimistis akan ada potensi tambahan pendapatan bagi daerah.

Selain aspek pendapatan, implementasi Perda ini juga akan dibarengi dengan edukasi bagi pelaku UMKM dan pedagang kecil. Terutama mengenai kewajiban memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta aturan teknis berjualan di radius yang telah ditentukan.

"Pedagang tetap boleh berjualan di radius 200 meter, namun ada aturannya. Misalnya, jika lokasi sangat dekat (dengan fasilitas tertentu), rokok tidak boleh dipajang secara terbuka atau harus ada pembatasnya. Detailnya semua akan diatur di Perbup," pungkas Aris.

Halaman 2 dari 2
(apl/apu)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads