Profil Kolonel Sugiyono, Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI Asal Gunungkidul

Profil Kolonel Sugiyono, Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI Asal Gunungkidul

Anindya Milagsita - detikJogja
Selasa, 30 Sep 2025 15:17 WIB
Ilustrasi makam Pahlawan Revolusi Kolonel Sugiyono
Makam Kolonel Sugiyono. Foto: Crisco 1492/Wikimedia Commons/CC BY-SA 3.0
Jogja -

Aksi pemberontakan Gerakan 30 September 1965 atau dikenal juga sebagai G30S tidak hanya melibatkan para perwira yang kehilangan nyawa hingga jasadnya dibuang pada sebuah sumur yang ada di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Namun, ada juga dua orang perwira asal Jogja yang turut menjadi korban, salah satunya ada Kolonel Sugiyono.

Kolonel Sugiyono merupakan korban penculikan dan pembunuhan atas peristiwa yang diduga dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 1 Oktober 1965 silam. Tak hanya menargetkan perwira di Jakarta saja, tapi para pelaku juga menyasar dua perwira yang ada di Jogja.

Salah satu korban yang harus kehilangan nyawanya adalah Letnan Kolonel Sugiyono atau yang lebih dikenal sebagai Kolonel Sugiyono. Sebagai sosok pemuda yang berasal dari Gunungkidul, sosok Kolonel Sugiyono menyimpan kisah yang dapat dikenang hingga saat ini. Berikut profil Kolonel Sugiyono yang mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Revolusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin utamanya:

  • Peristiwa G30S tidak hanya menelan korban perwira di Jakarta, tetapi juga dua perwira di Jogja.
  • Salah satu korban adalah Kolonel Sugiyono, yang diculik dan dihilangkan nyawanya pada 1 Oktober 1965.
  • Putra asal Gunungkidul ini dikenang sebagai Pahlawan Revolusi.

Siapa Kolonel Sugiyono?

Kolonel Sugiyono atau Kolonel Sugiono memiliki nama asli Sugiono Mangunwiyoto. Di dalam buku 'Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap' karya Mirnawati, Kolonel Sugiono lahir di Dusun Genderan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tanggal 12 Agustus 1926 silam.

ADVERTISEMENT

Sejak kecil, Sugiono atau Sugiyono menyimpan impian untuk menjadi guru. Tak heran, saat menekuni pendidikan, sosoknya mengambil Sekolah Guru Pertama di Wonosari, Gunungkidul. Kendati begitu, pendidikan Sugiono tadi belum berhasil diselesaikannya karena tentara Jepang sudah terlanjur menduduki Indonesia kala itu.

Pada masa kependudukan Jepang inilah Sugiono bergabung sebagai anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA). Bermula dari inilah Sugiono akhirnya berkecimpung di dunia militer yang terus membesarkan namanya hingga sebelum 'berpulang'.

Di dalam buku 'Mengurai Kabut Pekat Dalang G30S' oleh Herman Dwi Sucipto, Kolonel (Anumerta) Sugiyono Mangunwiyoto dikenal sebagai sosok tujuh bersaudara yang menunjukkan dedikasinya untuk militer. Setelah bergabung sebagai tentara PETA, dirinya diangkat sebagai 'budanco' atau komandan pleton.

Tak sampai di situ saja, dirinya terus mengisi posisi strategis di militer dari waktu ke waktu. Diketahui, Sugiyono menikah dengan Supriyati hingga memiliki 6 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Sayangnya, anak perempuan Kolonel Sugiyono belum sempat bertemu dengan sang ayah. Ini dikarenakan Kolonel Sugiyono telah wafat sebelum anak bungsunya lahir ke dunia ini.

Diketahui, anak perempuan Kolonel Sugiyono lahir di tahun yang sama kepergian dirinya, yaitu 1965. Nama anak perempuan Kolonel Sugiyono diberikan langsung oleh Presiden Soekarno, yaitu Sugiarti Takarina.

Perjalanan Karier Kolonel Sugiyono di Militer

Sebelumnya telah disinggung tentang Kolonel Sugiyono yang sempat bercita-cita sebagai guru, tapi pada akhirnya menekuni bidang militer. Hal ini tidak terlepas dari keuletannya saat menjadi anggota tentara dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Tercatat, setelah menjadi seorang budanco, dirinya bergabung menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kemudian Sugiyono juga diangkat sebagai ajudan Komandan Brigade 10 Divisi.

Salah satu peran terbesar yang dilakukan oleh Kolonel Sugiyono adalah saat terlibat dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja. Inilah yang mengantarkannya mendapatkan jabatan yang terus-menerus meningkat dari waktu ke waktu. Puncak karier dari Kolonel Sugiyono adalah saat dipercaya mengemban posisi sebagai Kepala Staf Komando Resort Militer (Korem) 072 Komando Daerah Militer (Kodam) VII/Diponegoro di Jogja.

Sayangnya, pada saat memangku jabatan tersebut, sudah terlihat adanya ketegangan di lingkup Angkatan Bersenjata RI (ABRI) dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Terlebih lagi ada sejumlah perwira ABRI yang menentang rencana PKI.

Melalui buku 'Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia' oleh J B Sudarmanto, PKI berusaha membuat kekuatan di daerah-daerah. Salah satunya melibatkan petani dan juga buruh. Salah satu rencana yang digagas oleh PKI adalah membuat Angkatan ke-5 yang mana mereka ingin mempersenjatai petani dan buruh.

Kendati begitu, sejumlah pimpinan ABRI justru menganggapnya sebagai tindakan yang mampu memicu perang saudara yang berkepanjangan. Gerakan politik yang dilakukan oleh PKI lantas berusaha ditanggulangi oleh ABRI yang saat itu membina para mahasiswa dengan latihan-latihan militer.

Kisah Kolonel Sugiyono dalam Peristiwa G30S

Sebagai salah satu perwira, Kolonel Sugiyono turut bertanggung jawab dalam memelihara keamanan yang mana berusaha menghindari perebutan kekuasaan negara. Bersama dengan Kolonel Katamso, Kolonel Sugiyono semaksimal mungkin melakukan pembinaan dengan mengambil pendekatan terhadap mahasiswa dan juga masyarakat.

Masih dijelaskan dalam buku yang sama, yaitu 'Mengurai Kabut Pekat Dalang G30S', tindakan kedua kolonel tadi dianggap sebagai penghalang bagi pihak PKI. Tak heran, baik Kolonel Katamso maupun Kolonel Sugiyono menjadi sosok yang ditargetkan oleh PKI.

Termasuk dalam aksi pemberontakan 30 September 1965 yang berlangsung di tanggal 1 Oktober 1965. Tak hanya di Jakarta, aksi tersebut ternyata juga turut dilakukan di Jogja. Mengutip dari buku 'Kisah 124 Pahlawan & Pejuang Nusantara' karya Gamal Komandoko, sehari setelah G30S meletus, Letkol Sugiyono baru saja menyelesaikan perjalanan dinasnya dari Pekalongan.

Tepat di tanggal 2 Oktober 1965, Kolonel Sugiyono bermaksud untuk mengetahui situasi secara lebih lanjut dengan pergi ke Markas Korem. Tanpa diketahui olehnya, markas tersebut rupanya sudah dikuasai oleh PKI. Pada waktu yang sama, Kolonel Sugiyono dibawa ke wilayah Kentungan, Sleman.

Tak sendirian, bersama dengan Kolonel Katamso, keduanya mengalami penyiksaan selama berada di sana. Menurut laman Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia, pelaku penculikan Kolonel Katamso dan Kolonel Sugiyono adalah Mayor Mulyono. Sosok tersebut adalah pendukung dari G30S.

Mayor Mulyono menyuruh anak buahnya untuk menggiring dua kolonel tadi ke Kentungan. Tepat di waktu dini hari sekitar pukul 02.00 WIB tanggal 2 Oktober 1965, Sugiyono dikeluarkan dari tahanan. Sayangnya, pada saat dikeluarkan kondisi keduanya sudah tidak bernyawa.

Meskipun telah kehilangan nyawa di tanggal 2 Oktober 1965, jasad keduanya baru ditemukan pada 21 Oktober 1965. Artinya, sudah hampir 20 hari setelah wafat, jasad Kolonel Sugiyono baru ditemukan. Sehari setelahnya, tepatnya di tanggal 22 Oktober 1965, jenazah Kolonel Sugiyono akhirnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Jogja.

Menurut buku karya Suryadi Pratama berjudul 'Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia', Kolonel Sugiyono ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Hal tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Presiden RI No 111/KOTI/1965 tertanggal 5 Oktober 1965.

Itulah tadi sekilas tentang Kolonel Sugiyono yang menjadi korban dari aksi pemberontakan G30S di Jogja. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan baru untuk kamu.




(par/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads