Siapa Jenderal yang Selamat dari G30S/PKI? Ini Kisah dan Profil Singkatnya

Siapa Jenderal yang Selamat dari G30S/PKI? Ini Kisah dan Profil Singkatnya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Senin, 29 Sep 2025 18:00 WIB
Jenderal Abdul Haris Nasution.
Potret Jenderal AH Nasution. Foto: Wikimedia Commons/Anefo/Creative Commons Zero
Jogja -

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) menyasar tujuh jenderal tentara yang dituduh sebagai Dewan Jenderal. Dari tujuh target, ada satu yang berhasil lolos dari cengkeraman. Siapa jenderal yang selamat dari G30S/PKI? Namanya Abdul Haris Nasution.

Disadur dari buku Sejarah Hukum Indonesia tulisan Prof Dr Sutan Remy Sjahdeini SH, ketujuh jenderal yang ditarget PKI adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen Raden Suprapto, Mayjen Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen Siswondo Parman, Brigjen Donald Isaac Panjaitan, Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Jenderal AH Nasution.

Tiga jenderal, yakni Ahmad Yani, MT Haryono, dan DI Panjaitan dibunuh di rumah masing-masing. Tiga lainnya, yakni Suprapto, S Parman, dan Sutoyo, ditangkap dalam keadaan hidup meski kemudian dibunuh dengan brutal oleh PKI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jenderal AH Nasution juga digerebek di rumahnya. Namun, ia berhasil melepaskan diri dari jebakan PKI. Kendati begitu, putri dan ajudannya tewas dalam usaha penculikan yang dieksekusi oleh Resimen Cakrabirawa tersebut.

Begini kisah lengkap pelarian Jenderal AH Nasution dan profil ringkasnya.

ADVERTISEMENT

Poin utamanya:

  • Jenderal Nasution menjadi satu-satunya jenderal yang lolos dari sergapan PKI.
  • Jenderal Nasution menyelamatkan diri dengan melompat masuk pekarangan rumah tetangganya.
  • Jenderal Nasution punya kiprah panjang dalam dunia militer-politik Indonesia era 90-an.

Kisah Jenderal AH Nasution Selamat dari G30S/PKI

Kedatangan Pasukan PKI ke Rumah Jenderal AH Nasution

Menurut keterangan dari buku Pierre Tendean tulisan Masykuri, pasukan yang ditugasi menculik Jenderal AH Nasution berada di bawah komando Pembantu Letnan Dua (Pelda) Jahuruf dari Resimen Cakrabirawa. Pasukan penculik itu terdiri dari anggota Cakrabirawa, TNI AD, TNI AU, dan Pemuda Rakyat.

Mereka berangkat dari Lubang Buaya kurang lebih pukul 03.00 pagi tanggal 1 Oktober 1965. Ada 3 buah truk Angkatan Udara RI (AURI) dan 2 jip Cakrabirawa dipergunakan mengangkut pasukan yang berjumlah 100 orang itu.

Setelah 1 jam perjalanan, mereka tiba di rumah Jenderal Nasution. Komandan jaga yang melihat iring-iringan pasukan PKI itu tidak menaruh curiga. Sebab, memang pasukan itu mengenakan seragam resmi tentara.

Tanpa pemberitahuan, pasukan PKI meringkus para penjaga, baik yang sedang berjaga maupun tidur. Mereka diancam dengan tembakan senapan sehingga tak bisa berkutik. Senjata juga dilucuti untuk mencegah perlawanan.

Usaha Penculikan Jenderal AH Nasution di Rumahnya

Setelah berhasil mengatasi penjaga, pasukan penyerbu menggerebek masuk rumah Jenderal Nasution. Sang jenderal dan istrinya kebetulan sedang bangun karena diganggu nyamuk. Mulanya, mereka tak sadar ada pasukan yang akan menjalankan tugas keji.

Ketika keluar kamar, Johanna Sunarti, istri Jenderal Nasution, melihat seorang anggota Cakrabirawa bersenjata lengkap yang tergabung dalam pasukan penyerbu. Ia buru-buru menutup dan mengunci kamar tidur.

Jenderal Nasution yang mendengar penuturan istrinya tak langsung percaya. Ia membuka pintu dan berniat berbicara langsung dengan anggota Cakrabirawa tersebut. Baru saja bergerak menjalankan niatnya, senapan 3 orang penyerbu langsung menyalak, membuat Jenderal Nasution tiarap.

Mendengar tembakan itu, Mardiah, adik Jenderal Nasution, masuk kamar tidur dan mengambil Ade Irma (putri sang jenderal) untuk diselamatkan. Namun, dalam proses melarikan diri, Ade Irma terkena 3 peluru panas, sedangkan Mardiah kena 2.

Jenderal AH Nasution Menyelamatkan Diri dengan Melompati Tembok

Gerombolan penculik yang sedari tadi melepaskan tembakan kemudian merangsek masuk. Mereka coba membuka pintu kamar tidur sang jenderal. Namun, Johanna Sunarti berhasil menahan dan menguncinya.

Jenderal Nasution sendiri diantar istrinya keluar kamar melalui sebuah gang. Dari sana, jenderal yang mengemban posisi KASAB itu melompati tembok pekarangan tetangganya. Pasukan yang menculik sempat melepaskan tembakan, tetapi tidak berhasil mengenai Jenderal Nasution.

Di sisi lain, saat tembakan-tembakan awal terdengar, Yanti (putri pertama Jenderal Nasution) bersama seorang pengasuh bernama Alfiah bergegas menuju paviliun tempat ajudan jenderal berada. Lettu Pierre Tendean bergerak cepat dengan mengisi senapannya dan keluar paviliun.

Belum sempat beraksi banyak, Pierre Tendean disergap gerombolan penculik. Oleh anggota PKI, Pierre Tendean dianggap sebagai Jenderal Nasution. Mengira sudah berhasil menculik target, pasukan PKI itu segera tancap gas kembali ke Lubang Buaya.

Di sana, ajudan Jenderal Nasution itu disiksa dengan bengis. Namun, sikap kesatria ditunjukkannya dengan memberikan perlawanan. Usai disiksa, nyawa Tendean dihabisi dengan tembakan senapan. Jasadnya lalu dimasukkan sumur tua bersama para perwira tinggi TNI AD lain.

Profil Jenderal AH Nasution

Berdasar keterangan di laman Kantor Kementerian Agama Kabupaten Asahan, Jenderal Nasution lahir pada 3 Desember 1918 di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Punya minat tinggi terhadap pendidikan, Nasution muda menuntut ilmu di Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK) alias Sekolah Guru usai lulus dari pendidikan dasar dan menengah. Lulus tahun 1938, ia kemudian menjadi guru di Bengkulu.

Terbakar api nasionalisme, pada 1940, Abdul Haris Nasution mendaftar Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) di Bandung. Hanya 2 tahun saja, ia sukses menyelesaikan pendidikan perwira. Tak lama setelah itu, Jepang menduduki Indonesia.

Lebih lanjut, disadur dari laman Pusat Sejarah TNI, saat era Jepang, Nasution menjadi pegawai Kotapraja di Bandung. Ia sempat mengisi posisi pimpinan Seinendan hingga Jepang menyerah kepada sekutu.

Setelah 17 Agustus 1945, Nasution aktif dalam kepemimpinan pemuda. Tak pelak, ia didapuk jadi penasehat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung. Ketika pada 5 Oktober 1945 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk, Nasution menyandang pangkat kolonel.

Secara ringkas, berikut karier Jenderal Nasution:

  1. Pembantu letnan calon perwira (vaandrig) penempatan Kebalen Surabaya
  2. Pegawai kotapraja Bandung pada 1942-1945
  3. Komandan Batalyon Pelopor dalam Angkatan Muda Bandung
  4. Penasehat BKR (Badan Keamanan Rakyat) Bandung
  5. Kepala Staf Komandemen TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Jawa Barat yang bermarkas di Tasikmalaya
  6. Panglima Divisi III/TKR Priangan yang kemudian berubah menjadi Divisi 1/Siliwangi
  7. Kepala Staf Operasi Markas Besar Tentara (MBT) pada 1948 dengan pangkat kolonel
  8. Kepala Staf Angkatan Darat pada 1949-1952
  9. Kepala Staf Angkatan Darat periode kedua pada 1955-1962 dengan pangkat mayor jenderal
  10. Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf Angkatan Perang (GKS) pada 1957
  11. Penguasa Perang Pusat (Peperpu)
  12. Ex-officio Dewan Nasional
  13. Anggota Panitia Tujuh
  14. Menteri Keamanan Nasional dengan pangkat letnan jenderal
  15. Menteri Koordinator Pertahanan/Keamanan pada 1962 dengan pangkat jenderal penuh bintang empat
  16. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)

Demikian kisah ringkas selamatnya Jenderal AH Nasution dari jebakan maut pasukan penculik PKI lengkap dengan profil. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads