Paguyuban Lurah DIY Pakai Baju Adat Jawa Keliling Malioboro Saat Aksi, Kenapa?

Paguyuban Lurah DIY Pakai Baju Adat Jawa Keliling Malioboro Saat Aksi, Kenapa?

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Senin, 01 Sep 2025 16:56 WIB
Anggota Nayantaka di kawasan Malioboro, Kota Jogja, Senin (1/9/2025).
Anggota Nayantaka di kawasan Malioboro, Kota Jogja, Senin (1/9/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja
Jogja -

Paguyuban lurah dan pamong kelurahan DIY Nayantaka terlihat melintas di jalanan sekitar Malioboro Jogja. Mereka ternyata ikut serta dalam penjagaan saat aksi dilakukan di DPRD DIY hari ini.

Sekitar 200 anggota Nayantaka DIY turut hadir di sekitar Malioboro. Mereka mengenakan pakaian adat khas Jawa seperti surjan (laki-laki), kebaya (perempuan), jarik, serta blangkon.

Ketua Nayantaka DIY, Gandang Hardjanata, mengatakan aksi ini dilakukan agar kondisi tetap terkendali. Terutama ketika demo berlangsung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami bersama-sama menjaga masyarakat untuk tetap aman dan terkendali," ujar Gandang kepada wartawan di Kantor Kepatihan, Senin (1/9/2025).

ADVERTISEMENT

"Kami tidak antidemo, tapi kami tidak menghendaki demo itu dengan kekerasan. Tetap mengedepankan dialog dan musyawarah. Jadi sesuai dengan dhawuh Ngarsa Dalem, kita tegak lurus dengan itu," ucapnya.

Anggota Nayantaka di kawasan Malioboro, Kota Jogja, Senin (1/9/2025).Anggota Nayantaka di kawasan Malioboro, Kota Jogja, Senin (1/9/2025). Foto: Serly Putri Jumbadi/detikJogja

Sementara itu, Lurah Sambirejo Prambanan, Sleman, Wahyu Nugroho juga mengungkapkan alasan anggota Nayantaka mengenakan baju adat.

"Tujuannya untuk kami berpartisipasi ketika ada proses penyampaian aspirasi, agar dialog bisa lebih adem," ujar Wahyu kepada detikJogja.

"Karena pakaian Jawa ini wujud pakaian khas Jogja. Salah satunya, kenapa kita pakai blangkon, yaitu di blangkon pada bagian belakang ada tonjolan yang bermakna ketika kita menyampaikan aspirasi kita pikirkan matang-matang," jelasnya.

Adapun Wahyu menjelaskan, di bagian gang-gang sekitar Jalan Malioboro juga ditutup. Ini sebagai bentuk antisipasi meminimalisir potensi kericuhan.

"Kalau di gang-gang dijaga, setiap kelurahan itu punya namanya Jogowarga, ada dari Pak RT, Pak RW, dan masyarakat unfuk menjaga kamtibnas," ungkapnya.

"Dalam rangka meminimalisi potensi yang diinginkan. Yang penting dijaga dulu, sekarang beberapa ada yang dibuka, ada yang belum. Kita masih menunggu arahan dari ketua paguyuban Nayantaka (untuk dibuka)," pungkasnya.




(ams/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads