Dua dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) terjerat hukum dalam kurun waktu sebulan. Keduanya yakni Hargo Utomo tersandung kasus korupsi pengadaan fiktif biji kakao dan teranyar drh. Yuda Heru Fibrianto dalam kasus produksi stem cell ilegal.
Dilihat di laman PDDikti pada Rabu (27/8/2025), keduanya tercatat masih aktif sebagai pengajar di UGM. Simak kasus yang menjerat kedua dosen UGM itu di bawah ini:
1. Hargo Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UGM
Dihimpun detikJogja, Rabu (27/8/2025), kasus yang melibatkan Hargo Utomo terkait jabatannya sebagai Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM. Dia ditahan tim Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2025 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hargo ditahan terkait kasus korupsi pengadaan fiktif biji kakao yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 7,4 miliar pada 2019. Kasus itu melibatkan PUI UGM dan PT Pagilaran untuk Cocoa Teaching dan Learning Industry (CTLI) UGM.
Dalam kasus tersebut pencairan atas kontrak pengadaan biji kakao ke PUI dan CLTI UGM diajukan oleh PT Pagilaran pada 2019. Namun, kontrak tersebut dicairkan dengan dokumen yang tidak benar. Sementara biji kakao pun tidak dikirimkan ke CTLI UGM.
"Selanjutnya tersangka HU selaku Direktur PUI UGM tanpa melakukan pengecekan dokumen biji kakao menyetujui dan memproses Surat Perintah Pembayaran tanggal 23 Desember 2019 terhadap pengajuan pembayaran sejumlah Rp 7,4 miliar atas kontrak pengadaan biji kakao dari PT Pagilaran tersebut," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Lukas Alexander di kantor Kejati Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang, Rabu (13/8).
Dalam kasus tersebut, Hargo menjadi tersangka ketiga setelah RG yang merupakan mantan Direktur Utama PT Pagilaran. Kemudian menyusul HY selaku Kasubdit Inkubasi Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM.
![]() |
Sanksi UGM
Proses hukum terhadap Hargo Utomo pun membuatnya dicopot sebagai Direktur PUI UGM. UGM juga menjatuhkan sanksi skors untuk Hargo selama menjalani proses hukum.
"UGM tengah memproses pemberhentian HU dari jabatannya pascapenetapannya sebagai tersangka," kata juru bicara UGM, Dr Made Andi Arsana saat dihubungi wartawan, Kamis (14/8).
Pemberhentian sementara Hargo sebagai dosen itu dimulai sejak bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka. Sebelum ada kekuatan hukum tetap dalam kasus tersebut, Made Andi menerangkan, UGM tengah menunggu untuk memberikan sanksi final terhadap Hargo.
"Sesuai ketentuan hukum, status HU sebagai PNS diberhentikan sementara sampai ada keputusan tetap dari pengadilan. Dengan demikian, selama proses berjalan, HU dibebaskan dari kewajibannya sebagai dosen di UGM," tegasnya.
"UGM sangat berhati-hati, tidak mengambil tindakan apapun yang terkait dengan hukum, itu memang diputuskan oleh hukum. Jadi kami masih menunggu," urai Andi.
Sebagai informasi, Hargo dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
2. drh Yuda Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM
Kasus teranyar melibatkan drh Yuda Heru Fibrianto yang terjerat kasus praktik stem cell ilegal. Dokter Fakultas Kedokteran Hewan UGM itu membuat produk turunan sel punca manusia berupa sekretom tanpa izin edar untuk mengobati manusia.
Yuda diketahui membuka praktik di Magelang, Jawa Tengah. Kasus praktik stem cell ilegal itu pun dibongkar Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama dengan Koordinator Pengawas (Korwas) PPNS Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri) pada 25 Juli 2025. Kasus ini pun disampaikan lewat konferensi pers BPOM hari ini.
Yuda disebutkan melakukan pengobatan terhadap orang secara ilegal, bahkan pasiennya ada yang datang dari luar negeri. Pasien dari Pulau Jawa yang pernah mendapatkan layanan di sarana milik Yuda itu mendapatkan produk sekretom agar dapat meneruskan terapi dengan bantuan tenaga kesehatan terdekat.
"Sementara untuk pasien-pasien yang berasal dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau wilayah lain di luar Pulau Jawa, termasuk dari luar negeri, melakukan pengobatan langsung di sarana tersebut," terang Kepala BPOM, Taruna Ikrar saat konferensi pers, Rabu (27/8).
Penindakan terhadap Yuda itu dilakukan berdasarkan laporan masyarakat tentang adanya dugaan praktik pengobatan ilegal oleh dokter hewan yang dilakukan terhadap pasien manusia. Praktik pengobatan stem cell itu pun disamarkan dengan papan nama Praktik Dokter Hewan padahal pasiennya mayoritas manusia.
Yuda tidak berwenang melakukan terapi maupun pengobatan terhadap manusia dan sarana miliknya itu. Dia hanya mempunyai perizinan praktik dokter hewan berdasarkan hasil pengecekan dan pendalaman yang dilakukan PPNS BPOM.
"Harga tadi ada yang disebutkan per suntik 1,5 ml itu ada yang Rp 3 juta, Rp 7 juta, ada Rp 9 juta ditambah dengan yang perawatannya bisa ratusan juta. Jadi, kasihan rakyat kita kalau begitu," ujar Taruna.
Dalam kasus ini tim PPNS BPOM menemukan sekretom yang telah dikemas dalam tabung eppendorf 1,5 ml dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP). Sekretom yang berwarna oranye dan merah muda itu siap disuntikkan ke pasien.
23 botol produk sekretom dalam kemasan botol 5 liter juga ditemukan tim tersebut di dalam kulkas. Mereka turut menemukan produk berupa krim yang mengandung sekretom untuk mengobati luka. Tim juga menemukan peralatan suntik dan termos pendingin berstiker identitas dan alamat lengkap pasien.
"Nilai keekonomian kasus di Magelang ini mencapai Rp 230 miliar," jelasnya.
Produksi sekretom ilegal itu diduga menggunakan fasilitas laboratorium kampus. Namun, pihak UGM membantahnya.
![]() |
Selain menetapkan YHF sebagai tersangka, 12 saksi juga dimintai keterangan untuk keperluan penyidikan lebih lanjut. Yuda pun dijerat dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) serta Pasal 436 ayat (1) jo. Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
"Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 12 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Kemudian pelaku yang melakukan pekerjaan kefarmasian tanpa keahlian dan kewenangan juga dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta," urai Taruna.
Sanksi UGM
Sementara itu, pihak UGM menyatakan menghormati kasus hukum yang menjerat Yuda. UGM menegaskan Yuda tidak menggunakan fasilitas laboratorium kampus.
"UGM menegaskan bahwa yang bersangkutan tidak pernah menggunakan fasilitas laboratorium kampus untuk memproduksi sekretom sebagai bahan terapi sel punca," kata Made Andi saat dihubungi wartawan, Rabu (27/8).
"Segala praktik layanan sekretom maupun terapi stem cell yang dilakukan di luar sepengetahuan universitas atau fakultas, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan," imbuhnya.
Terkait kasus hukum yang dihadapi dosennya ini, UGM menonaktifkan Yuda dari kegiatan kampus. UGM bakal menentukan status kepegawaian yang bersangkutan sesuai peraturan undang-undang.
"Sebagai langkah cepat, YHF telah dinonaktifkan dari kegiatan tridharma perguruan tinggi, agar yang bersangkutan dapat fokus menghadapi kasus hukumnya," pungkasnya.
(ams/afn)
Komentar Terbanyak
Pengakuan Pacar-pacar Eks Dirut Taspen Kosasih, Dikado Mobil-Dibelikan Tas LV
Pihak Keluarga Sebut Persiapan Arya Daru ke Finlandia Tepis Anggapan Bunuh Diri
Hotel Syariah Ini Ditagih Royalti gegara Setel Rekaman Ngaji