Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) DIY mengungkap buah salak produksi Sleman menjadi komoditas DIY yang paling banyak diekspor ke luar negeri. Namun, untuk dikirim ke luar negeri, ternyata salak perlu dilakukan pemeriksaan yang cukup ribet!
Kepala BKHIT DIY, Turhadi Noerachman, menjelaskan hingga Oktober 2025, angka permohonan pemeriksaan salak Sleman masih berada di urutan satu di antara komoditas ekspor dari DIY lainnya. Disusul komoditas ikan laut segar.
"Yang paling banyak (komoditas yang diekspor dari DIY) itu setahu saya itu tumbuhan, baik ekspor maupun antar area. Ekspor tumbuhan itu terdongkrak oleh ekspor salak. Salak lagi ramai ini, lagi tinggi-tingginya sekarang. Tiga bulan terakhir sampai dengan Desember, Tahun Baru lah, sampai dengan Imlek bahkan," jelas Hadi saat ditemui di BKHIT DIY, Rabu (26/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah tumbuhan baru ikan, ikan segar, ya. Dan itu industrinya kebanyakan ada di sekitar Jawa Tengah, jadi ikan itu banyak karena di Jawa Tengah itu penerbangannya tidak terlalu banyak yang ke bandara Singapura, sehingga ditarik ke Kulon Progo," sambungnya.
Hadi merinci, sepanjang tahun 2025 setidaknya sampai bulan Oktober, ada 300-an kali pengiriman salak asal Sleman ke luar negeri. China dan Kamboja menjadi destinasi utama.
"Salak dari Sleman dan Srumbung Magelang. Kemarin sih data saya itu yang sampai dengan Oktober kemarin di 2025 ini itu lebih dari 300 kali pengiriman. Totalnya sampai ratusan ton kok. Ke China dengan Kamboja," papar Hadi.
"Dari Kamboja saya nggak tahu ke mana, karena kan setahu saya Kamboja ini pasar baru sebetulnya. Tapi asumsi saya itu ke Vietnam dari Kamboja. Karena karantina Vietnam sekarang belum mengizinkan salak Indonesia masuk ke sana," sambungnya.
Diketahui, komoditas ekspor harus mengantongi Sertifikat Karantina dari Badan Karantina Nasional (BKN). Di DIY, BKHIT DIY sebagai UPT di bawah BKN bertugas melakukan pemeriksaan dan karantina sebelum menerbitkan sertifikat itu.
BKHIT DIY juga bertugas memastikan komoditas ekspor dari wilayahnya sesuai dengan standar karantina dari negara tujuan ekspor. Tak hanya ekspor, sertifikat ini juga diperlukan untuk lalu lintas produk impor dan atau antar daerah.
"Layanan teknis itu layanan sertifikasi tadi. Sertifikasi itu kan berarti termasuk ada uji lab, ada karantina. Jadi konteksnya layanan sertifikasi itu mulai dari permohonan sampai dengan output dokumen yang dikeluarkan," terang Hadi.
Diperiksa Satu Per Satu
Untuk komoditas Salak, kata Hadi, proses pemeriksaan untuk menerbitkan sertifikat karantina memerlukan proses yang cukup ribet. Menurutnya, sampel salak harus diperiksa per biji untuk memastikan tidak ada hama di dalamnya.
"Misal salak yang mau dikirim 5 ton, sampelnya kan 10 persen, berarti 500 kg. Kalau 1 kg itu rata-rata isinya 12 biji, dikali 500 jadinya kan 6 ribu biji. Itu petugas kita periksa per butir. Jadi diperiksa satu-satu, dilihat apakah ada hama, lalat buah, itu diraba satu-satu," papar Hadi.
"Terus yang kedua, memang negara Cina, kalau kita mau ekspor ke Cina, itu mempersyaratkan pemeriksaannya harus di gudang eksportir. Ya, yang kondisinya amanlah dari kemungkinan tertularnya hama," lanjutnya.
Meski terkesan ribet, Hadi bilang, pihaknya tetap memiliki batas maksimal waktu layanan yang tergantung dari tingkat resiko atau Service Level Agreement (SLA).
SLA ini dibagi menjadi tiga klasifikasi berdasarkan tingkat risiko. Yakni risiko karantina tinggi, sedang, dan rendah. Masing-masing memiliki batas waktu layanan yang berbeda.
"Kalau yang tinggi itu biasanya tergantung daripada kesulitan tingkat pengujian hama penyakitnya atau cemarannya. Tapi kami di sana sudah mengambil batas paling lama untuk yang tinggi itu sekitar 21 hari," ujarnya.
"Nah, kalau yang sedang, hitungannya jam. Paling lama tapi dibatasi, kami punya SLA yaitu 3 hari, yang sedang. Paling lama lah ya. Nah yang rendah maksimal 1 hari," imbuh Hadi.
Hadi mengatakan, salak masuk dalam kategori tingkat resiko tinggi karena memerlukan proses pemeriksaan yang cepat. Selain itu, jumlah salak yang harus diperiksa sangat banyak. Untuk itu, pihaknya memiliki layanan jemput bola.
"Barangnya banyak, nggak mungkin langsung dibawa ke Kulon Progo kalau lewat bandara, itu bisa kami datang, Kami datang periksa di gudang dan sebagainya. Itu yang kayak salak sekarang ini. Nah, teman-teman periksa di sana," pungkasnya.
(aku/apl)












































Komentar Terbanyak
Underpass Kentungan Banjir, Ternyata Ini Biangnya
Bos Pajak soal Fatwa MUI Pajak Berkeadilan: PBB Kan Diserahkan ke Daerah
Permintaan Maaf Inara Rusli Usai Diterpa Isu Perselingkuhan