drh Yuda Heru Fibrianto ditetapkan tersangka dalam kasus produksi dan terapi stem cell ilegal di Magelang. Sebelumnya, drh Yuda juga pernah menjadi terpidana dalam kasus serupa pada tahun 2020. Berikut perjalanan kasusnya.
Kasus itu mencuat pada Januari 2020 dan diadili oleh Pengadilan Negeri (PN) Sleman. Mengutip laman sipp.pn-sleman.go.id, majelis hakim PN Sleman yang mengadili perkara terdiri dari Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti dan Hakim Anggota Suparna dan Ikha Tina. Sementara Jaksa Penuntut Umum Nurhayati.
Mengutip surat dakwaan JPU, kasus tersebut terbongkar saat petugas Ditreskrimsus Polda DIY mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa di Jalan Adisucipto, Gondokusuman, Jogja, sering diadakan praktik pengobatan yang dilakukan oleh seorang dokter. Di tempat tersebut tidak memasang plakat tentang praktik kedokteran yang telah memiliki izin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah petugas melakukan penyelidikan, ternyata benar jika di lokasi itu digunakan untuk melakukan praktik seorang dokter.
"Sehingga pada hari Jumat tanggal 17 Januari 2020 sekira pukul 10.00 WIB petugas mendatangi tempat praktik dimaksud dan saat ditemukan beberapa orang yang sudah selesai dilakukan suntik protein stem cell oleh terdakwa maupun yang sedang menunggu antrean," bunyi surat dakwaan itu, dikutip detikJogja, Rabu (27/8/2025).
Kepada petugas, terdakwa mengakui jika terdakwa adalah seorang dokter hewan dan terdakwa tidak memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat izin praktik untuk praktik kedokteran. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
"Bahwa biaya untuk sekali suntik bagi seorang pasien adalah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan kadang secara transfer ke rekening Bank Mandiri atas nama drh. Yuda Heru Fibrianto, M.P., Ph.D," sambungnya.
Praktik suntik stem cell itu telah berlangsung secara ilegal sejak Agustus 2019 hingga Januari 2020. Lanjut pada tahun 2014, tahun 2015 dan tahun 2016, terdakwa telah meminta potongan tali pusar kepada sejawatnya seorang dokter kandungan berasal dari persalinan pasien di RS daerah Bantul.
"Bahwa selanjutnya terdakwa mempergunakan tiga potong tali pusar tersebut untuk membuat cairan protein stem cell," ungkapnya.
Terdakwa pada tahun 2015 telah mulai melakukan praktek suntik cairan protein stem cell tersebut di kalangan terbatas. Kemudian banyak orang yang menderita penyakit meminta kepada terdakwa untuk diobati dengan cara disuntik menggunakan cairan protein stem cell tersebut.
Sehingga, terdakwa mulai bulan Agustus 2019 di lokasi tersebut dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Praktik yang dilakukan itu seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat izin praktik dan jadwalnya dilakukan sebulan sekali.
Dalam kasus tersebut, petugas menyita barang bukti berupa 62 tabung ependorf isi protein, 85 tabung ependorf protein kosong/ sudah dipakai, 35 biji alat suntik merek BD yang sudah dipakai, 1 biji alat suntik merek BD yang berisi protein, 8 alat suntik yang belum dipakai merek BD, 5 bungkus kapas alkohol kosong, 15 bungkus alat suntik kosong merek BD, sejumlah uang tunai, sejumlah buku tabungan, slip setoran koperasi, termos, tas ransel, ponsel beserta sim card.
Perbuatan terdakwa drh Yuda Heru Fibrianto, M.p, Ph.d Bin Radjiman Alm sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 73 ayat (2) UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Divonis Denda Rp 15 Juta
Adapun putusan terhadap terdakwa drh Yuda telah dibacakan majelis hakim pada Rabu, 23 September 2020. Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan perbuatan drh Yuda terbukti melakukan pidana.
"Menyatakan Terdakwa drh. Yuda Heru Fibrianto, MP. Ph.D. Bin Radjiman Alm telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat izin praktik'," bunyi amar putusan majelis hakim PN Sleman dikutip detikJogja, Rabu (27/8).
Dalam perkara itu, majelis hakim menjatuhkan vonis denda kepada terdakwa sebesar Rp 15 juta.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 15.000.000.00 ( lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar diganti dengan kurungan pengganti selama 1 (satu) bulan," lanjut bunyi putusan tersebut.
Kini Tersangka Stem Cell Ilegal
Diberitakan sebelumnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM dan Koordinator Pengawasan PPNS Bareskrim Polri membongkar pabrik yang memproduksi produk biologi ilegal berupa turunan sel punca atau stem cell di Magelang. Adapun pelaku dalam kasus tersebut merupakan seorang dosen di sebuah kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berinisial YHF (56).
Dilansir detikHealth pada Rabu (27/8), penindakan itu berlangsung pada 25 Juli 2025. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menerangkan pihaknya menindak kedok praktik dokter hewan yang menjadi tempat peredaran produk biologi ilegal berupa sekretom.
Sekretom tersebut turut digunakan kepada pasien manusia dan tidak mengantongi izin edar dari BPOM maupun surat izin praktik dokter hewan. Ikrar menyebutkan YFH juga tidak berwenang untuk melakukan terapi maupun pengobatan terhadap manusia.
Dari pembongkaran kasus tersebut ditemukan produk sekretom berupa kemasan tabung emprentrof 1,5 mililiter berwarna merah muda dan oranye. Produk tersebut pun siap disuntikkan ke pasien.
Ikrar menegaskan izin edar wajib dimiliki oleh produk terapi lanjut (advance therapy products) seperti sel punca atau turunannya, termasuk sekretom, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Adanya Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Produk Terapi Advance pun memperkuat aturan tersebut. Ikrar menyebut bagi yang melanggar ketentuan itu dapat disanksi hukum.
Saat ini, YHF (56) yang juga staf pengajar di sebuah universitas di Jogja, telah ditetapkan sebagai tersangka. PPNS BPOM telah memeriksa 12 saksi dalam perkara ini.
(aku/ams)
Komentar Terbanyak
Pengakuan Pacar-pacar Eks Dirut Taspen Kosasih, Dikado Mobil-Dibelikan Tas LV
Pihak Keluarga Sebut Persiapan Arya Daru ke Finlandia Tepis Anggapan Bunuh Diri
Hotel Syariah Ini Ditagih Royalti gegara Setel Rekaman Ngaji