Apakah Sholat Idul Adha Wajib? Ini Hukum, Niat, dan Tata Cara Mengerjakannya

Apakah Sholat Idul Adha Wajib? Ini Hukum, Niat, dan Tata Cara Mengerjakannya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 04 Jun 2025 09:22 WIB
Umat islam melaksanakan shalat Idul Adha di Lapangan Sepak Bola Al-Azhar Pusat, Jakarta, Sabtu (4/10). Sebagian Umat Islam di Indonesia sudah melakukan shalat Idul Adha di sejumlah provinsi, meskipun pemerintah telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1435 Hijriah jatuh pada Minggu 5 Oktober 2014.
Ilustrasi sholat Idul Adha. Foto: Hasan Alhabshy
Jogja -

Ketika Hari Raya Idul Adha tiba, umat Islam akan berbondong-bondong pergi ke lapangan untuk menunaikan sholat Id. Sebenarnya, secara hukum, sholat Idul Adha itu wajib, sunnah, fardhu kifayah, atau apa?

Tahun ini, sholat Idul Adha di Indonesia akan dikerjakan serentak pada Jumat, 6 Juni 2025. Pemilihan tanggal ini dilatarbelakangi penentuan 1 Dzulhijjah 1446 H yang oleh pemerintah melalui Kementerian Agama ditetapkan jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025.

"Hasil pengamatan hilal di 114 titik lokasi di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa hilal telah terlihat di Aceh Jaya oleh Bapak Nabil yang telah disumpah. Berdasarkan data tersebut, kami menetapkan 1 Zulhijah 1446 H jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025," ucap Menteri Agama Nasaruddin Umar, dikutip detikJogja dari laman resmi Kemenag, Rabu (4/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berhubung tanggal pelaksanaan sholat Idul Adha semakin dekat, detikers harus memiliki pemahaman menyeluruh mengenai hukum, niat, dan cara mengerjakannya. Di bawah ini detikJogja siapkan pembahasan ringkasnya.

Hukum Sholat Idul Adha

Diringkas dari buku Panduan Sholat Rasulullah oleh Imam Abu Wafa, para ulama berbeda pendapat terkait hukum sholat Idul Adha. Berikut uraian ringkas masing-masingnya.

ADVERTISEMENT

1. Pendapat Pertama: Wajib

Pendapat ini dipedomani oleh Mazhab Hanafi. Ulama yang memegang pendapat ini berargumen bahwa Nabi SAW tidak pernah meninggalkan sholat Id sama sekali. Di samping itu, Nabi Muhammad SAW juga tidak berjamaah pada sholat sunnah, kecuali sholat Tarawih dan sholat gerhana.

2. Pendapat Kedua: Sunnah Muakkad

Ada juga ulama yang menyatakan sholat Id hukumnya sunnah muakkad. Pendapat kedua ini dipegang oleh ulama-ulama Syafi'iyyah dan Malikiyyah. Landasan yang dipergunakan adalah hadits dari Nabi Muhammad SAW:

فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَ اللَّيْلَةِ " . فَقَالَ : هَلْ عَلَى غَيْرَهُنَّ ؟ قال : لا, إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ

Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: 'Lima kali sholat sehari semalam'. Ia (seorang Arab badui) berkata: 'Apakah ada kewajiban bagiku selainnya?' Beliau menjawab: 'Tidak, melainkan jika kamu ingin mengerjakan yang sunnah.'" (HR Muslim no 11)

3. Pendapat Ketiga: Fardhu Kifayah

Mazhab Hanbali menyebut sholat Id berhukum fardhu kifayah. Para ulama yang mengikuti pendapat ini berdalil dengan keumuman firman Allah SWT:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya: "Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!" (QS al-Kautsar: 2)

Di Indonesia, masyarakat lebih banyak menganut pendapat kedua, yakni sunnah muakkad. Hal ini tidak mengherankan, mengingat mayoritas masyarakat Indonesia mengikuti Mazhab Syafi'i. Pendapat sunnah muakkad ini juga dianut oleh dua organisasi Islam besar Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Dirujuk dari situs Muhammadiyah, hukum sunnah muakkad sholat Id semakin ditegaskan dengan tidak adanya sanksi hukum bagi orang yang meninggalkan. Pasalnya, jika termasuk ibadah wajib mutlak, tentu akan ada sanks bagi orang yang lalai.

Menurut penjelasan dalam buku Panduan Lengkap Shalat Hari Raya oleh Ustadz Dr Firanda Andirja, Lc MA, ulama yang mengambil pendapat sunnah muakkad juga melandaskan argumennya dengan hadits:

فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ

Artinya: "Maka ajarkanlah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada mereka lima sholat di setiap hari dan malamnya." (HR Bukhari no 1395 dan Muslim no 19)

Wallahu a'lam bish-shawab.

Niat Sholat Idul Adha

Diambil dari buku Shalat-Shalat Sunnah oleh Siti Barokah, lafal niat sholat Idul Adha adalah:

أصَلَّى سُنَّةً لِعِيدِ الأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (إِمَامًا / مَأْمُومًا) لله تعالى

Arab Latin: Ushalli sunnatan li'iidil adhaa rak'ataini mustaqbilal-qiblati adaaan (imaaman/ma'muuman) lilaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku niat sholat sunnah Idul Adha sebanyak 2 rakaat dengan menghadap kiblat (pada waktunya), (menjadi imam/makmum) karena Allah ta'ala."

Berdasar keterangan dalam buku Shalatlah Sebagaimana Melihatku Shalat! oleh Yulian Purnama, para ulama sepakat bahwa melafalkan niat tidaklah wajib. Adapun mengenai sunnah atau tidaknya mengucapkan niat, terdapat perbedaan pendapat.

Ulama Malikiyyah, Imam Ahmad, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, dan salah satu pendapat dari ulama Hanafiyyah menyatakan tidak disyariatkan mengucap niat. Adapun ulama Syafi'iyyah berikut salah satu pendapat Mazhab Hanafi dan Hanbali menyebutnya disunnahkan.

Hanya saja, perlu detikers ketahui bahwa Nabi SAW tidak pernah mengajarkan lafal niat, baik untuk sholat wajib maupun sholat Id. Pun juga tidak untuk puasa, mandi, dan lain sebagainya. Sebagai penutup, berikut ini komentar dari Imam Ibnu Abil Izz al-Hanafi:

لم يقل أحد من الأئمة الأربعة، لا الشافعي ولا غيره باشتراط التلفظ بالنية، وإنما النية محلها القلب باتفاقهم، إلا أن بعض المتأخرين أوجب التلفظ بها، وخرج وجها في مذهب الشافعي ! قال النووي رحمه الله: وهو غلط، انتهى. وهو مسبوق بالإجماع قبله

Artinya: "Tidak ada seorang imam pun, baik itu asy-Syafi'i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam). Hanya segelintir orang-orang belakangan saja yang mewajibkan pelafalan niat dan berdalih dengan salah satu pendapat dari mazhab Syafi'i. Imam An Nawawi rahimahullah berkata itu sebuah kesalahan. Selain itu, sudah ada ijma dalam masalah ini." (Al-Ittiba', 62)

Wallahu a'lam bish-shawab.

Tata Cara Mengerjakan Sholat Idul Adha

Menurut uraian dalam buku Fikih Muyassar terjemahan Fathul Mujib, sholat Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, sama-sama berjumlah 2 rakaat. Landasannya adalah hadits:

صَلَاةُ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ ، تَمَامُ غَيْرُ قَصْرٍ، عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ، وَقَدْ خَابَ مَنِ افْتَرَى

Artinya: "Sholat Idul Fitri dan Idul Adha itu masing-masing dua rakaat, dilaksanakan dengan lengkap (dua rakaat), bukan dengan qashar, menurut lisan Nabi kalian. Sungguh merugi orang yang berbuat dusta." (HR Ahmad 1/37, an-Nasa'i 1/232, dan al-Baihaqi 3/200. Hadits ini shahih)

Tata caranya untuk imam, sebagaimana kembali dilihat dari buku Panduan Lengkap Shalat Hari Raya oleh Ustadz Dr Firanda Andirja, Lc MA, adalah:

  • Niat.
  • Takbiratul ihram.
  • Membaca doa iftitah.
  • Takbir tambahan (takbir zawaid) sebanyak 7 kali.
  • Membaca surat al-Fatihah.
  • Membaca surat Qaf atau al-A'la.
  • Rukuk.
  • Iktidal.
  • Sujud.
  • Duduk di antara dua sujud.
  • Sujud kedua.
  • Bangkit dari rakaat pertama, lalu takbir intiqal (takbir perpindahan).
  • Takbir tambahan sebanyak 5 kali.
  • Membaca surat al-Fatihah.
  • Membaca surat al-Qamar atau al-Ghasyiyah.
  • Lakukan seperti rakaat kedua sampai sujud kedua.
  • Duduk tahiyat.
  • Salam.

Sebagai catatan, 4 nama surat yang dimasukkan di atas didasarkan atas kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Namun, tetap boleh-boleh saja jika memilih surat lain.

Mengenai bilangan takbir tambahan dalam sholat Id, para ulama berbeda pendapat. Adapun menurut mazhab Syafi'iyyah, jumlahnya adalah 7 pada rakaat pertama dan 5 pada rakaat kedua. Total, ada 12 takbir tambahan dalam sholat Id. Dalil yang dipakai adalah:

يُكَبِّرُ فِي الْعِيدَيْنِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيرَةٌ سِوَى تَكْبِيرَةِ الإِسْتِفْتَاحِ

Artinya: "Beliau bertakbir pada sholat 2 hari raya 12 takbir selain takbiratul istiftah (takbiratul ihram)." (HR ad-Daruquthni no 1720 dalam sunannya)

Demikian pembahasan ringkas mengenai hukum sholat Idul Adha, lengkap dengan bacaan niat dan tata cara mengerjakannya. Semoga bermanfaat, ya, detikers!




(par/apu)

Hide Ads