Pakar UGM Sebut Kampus Kelola Tambang di Revisi UU Minerba Bisa Picu Prahara

Pakar UGM Sebut Kampus Kelola Tambang di Revisi UU Minerba Bisa Picu Prahara

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Rabu, 22 Jan 2025 12:35 WIB
Ilustrasi Pertambangan
Ilustrasi pertambangan. Foto: Shutterstock/
Sleman -

Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, angkat bicara tentang revisi Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang menyatakan perguruan tinggi bakal dapat izin untuk usaha pertambangan. Dia bilang pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi lebih banyak membawa prahara ketimbang memberi manfaat.

"Kalau RUU Minerba itu disahkan, tidak hanya ormas keagamaan saja, tetapi juga perguruan tinggi mendapat konsesi mengelola pertambangan dan mineral. Serupa dengan ormas keagamaan, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi lebih banyak madaratnya ketimbang manfaatnya, bahkan berpotensi menimbulkan prahara bagi perguruan tinggi," kata Fahmy saat dihubungi wartawan, Rabu (22/1/2025).

Dia menjelaskan, berdasarkan UU Pendidikan, perguruan tinggi memiliki tiga fungsi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Perguruan tinggi yang mengelola tambang menabrak UU Pendidikan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengelolaan tambang di mana pun prosesnya pasti menyebabkan perusakan terhadap lingkungan. Dengan mengelola tambang, perguruan tinggi termasuk ikut berkontribusi terhadap perusakan lingkungan padahal selama ini perguruan tinggi mempelopori upaya melestarikan lingkungan," ujarnya.

Dia bilang, pertambangan di Indonesia acapkali berada pada wilayah abu-abu yang sering kali melakukan kejahatan pertambangan hitam dan menimbulkan konflik antara penambang dengan masyarakat setempat. Perguruan tinggi yang selama ini mengayomi masyarakat bisa terseret ke dalam dunia kejahatan pertambangan hitam dan konflik dengan masyarakat.

ADVERTISEMENT

Fahmy menduga ada upaya sistematis untuk menundukkan kampus agar tidak menjalankan tridarma perguruan tinggi. Serta upaya pembungkaman terhadap pikiran kritis.

"Diduga tujuan pemberian konsesi tambang tersebut lebih untuk menundukkan perguruan tinggi agar tidak dapat lagi menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah secara kritis yang selama ini dijalankan," ucapnya.

"Kalau benar dugaan tersebut, tidak berlebihan dikatakan bahwa terjadi prahara di perguruan tinggi dalam fungsi kontrol dan penegakan demokrasi di Indonesia," imbuh dia.

Oleh karena itu, dia meminta agar DPR harus mencabut draft RUU itu.

"Kalau akhirnya, RUU itu disahkan, seluruh perguruan tinggi yang mengedepankan nurani harus menolak pemberian konsesi tambang agar tidak terjadi prahara perguruan tinggi," pungkas dia.

Dilansir detikEdu, wacana perguruan tinggi bisa mengelola tambang disampaikan dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025). Rapat itu membahas Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan menyatakan rapat itu adalah lanjutan dari kesepakatan forum pada 14 Januari 2025. Sebelumnya, forum telah menyepakati hilirisasi dan pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan menjadi prioritas untuk diatur dalam UU Minerba.

Selain itu juga masalah pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) pada perguruan tinggi. Ketentuan perguruan tinggi bisa mengelola tambang tertuang dalam Pasal 51A dalam draf revisi UU Minerba, yang berbunyi:

(1) Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam.
b. akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B, dan/atau
c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.




(rih/ahr)

Hide Ads