Berbicara mengenai hukum Indonesia, salah satu yang menarik untuk dibahas adalah ketetapan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) atau biasa disingkat tap MPR. Apa itu? Berikut ini penjelasannya.
Dikutip dari dokumen unggahan laman resmi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Indonesia, MPR adalah sebuah lembaga legislatif bikameral dan termasuk salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Tap MPR sendiri adalah salah satu produk hukum yang dihasilkan oleh lembaga satu ini.
Adapun kedudukan tap MPR dalam peraturan perundang-undangan tak jarang masih menjadi pertanyaan masyarakat. Di bawah ini telah detikJogja siapkan penjelasan lengkapnya, meliputi pengertian dan kedudukan tap MPR dalam peraturan perundang-undangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Tap MPR
Dirujuk dari Jurnal Lex Administratum berjudul 'Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) dalam Perundang-Undangan di Indonesia' oleh Fitri Meilany Langi, tap MPR adalah sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh MPR serta mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik ke luar dan ke dalam MPR.
Lebih lanjut, berdasarkan informasi dalam tesis bertajuk Pengujian Terhadap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia oleh Sri Rahayu S.H, ketetapan MPR mulai dikenal pada 1960 kala UUD 1945 kembali diberlakukan dengan landasan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Materi muatan tap MPR kala itu berupa pengaturan (regelling) dan penetapan (beschikking).
Kedudukan Tap MPR dalam Peraturan Perundang-undangan
Dirangkum dari dokumen bertajuk Kedudukan Ketetapan MPR dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia tulisan Muchammad Ali Safa'at, sebelum perubahan UUD 1945 alias amandemen, MPR adalah pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Artinya, lembaga-lembaga negara lain memperoleh mandat dari MPR.
Dalam UUD 1945 sebelum perubahan, MPR punya wewenang untuk menetapkan UUD dan garis-garis besar haluan negara. Nah, untuk menjalankan wewenang tersebut, MPR menghasilkan produk hukum berupa UUD dan tap MPR.
Namun, usai UUD 1945 diubah, MPR tak lagi punya wewenang untuk membentuk tap MPR. Dengan demikian, MPR lebih berfungsi sebagai lembaga konstituante yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
Dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut, MPR mengeluarkan Tap MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Dalam Tap MPR tersebut, ada 6 kategori status hukum Tap MPR yang sudah ada, yakni:
- Tap MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
- Tap MPR yang dinyatakan tetap berlaku
- Tap MPR yang berlaku sampai terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004
- Tap MPR yang tetap berlaku sampai terbentuknya UU yang mengatur substansi sama
- Tap MPR tentang Tata Tertib MPR RI yang masih berlaku sampai ditetapkannya peraturan tata tertib MPR yang baru
- Tap MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut karena bersifat einmalig
Artinya, biarpun MPR saat itu sudah tak punya wewenang untuk membentuk ketetapan baru, beberapa tap MPR sebelumnya masih tetap berlaku. Pada perkembangan selanjutnya, Tap MPR tidak masuk hierarki peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004.
Namun, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, Tap MPR dimasukkan dalam hierarki perundang-undangan. Dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tersebut, dirincikan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia berupa:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah
- Peraturan Presiden
- Peraturan Daerah Provinsi
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Apakah dengan diundangkannya UU ini, lantas semua Tap MPR yang pernah ada sebelumnya kembali berlaku? Pada bagian penjelasan UU, diterangkan bahwasanya yang dimaksud dengan Tap MPR dalam pasal 7 ayat (1) adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2003.
Dalam pasal 2 Tap MPR Nomor I/MPR/2003, ketetapan MPR yang dinyatakan tetap berlaku dan tidak dapat dicabut atau diganti undang-undang adalah:
- Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
- Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.
Sejatinya, masih ada tap MPR ketiga, yakni Tap MPR Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur. Namun, tap MPR ini dianggap sudah selesai dilaksanakan.
Sementara itu, dalam pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2023, Tap MPRS dan Tap MPR yang akan berlaku selama belum diatur dalam UU adalah:
- Tap MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera
- Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi, dan Nepotisme
- Tap Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
- Tap MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional
- Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
- Tap MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
- Tap MPR Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
- Tap MPR Nomor VIII/MPR/200I tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
- Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Problematika Kedudukan Tap MPR Usai UU Nomor 12 Tahun 2011 Berlaku
Masuknya Tap MPR dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menimbulkan masalah baru. Sebab, pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 bertentangan dengan pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011.
Dalam pasal 4 tap MPR terkait, dijelaskan bahwa tap MPR hanya akan berlaku sampai terbentuknya UU. Di sisi lain, dalam pasal 7 ayat (1) UU 12 Tahun 2011, Tap MPR justru punya hierarki yang lebih tinggi dibandingkan UU.
Mudahnya, akibat hierarki tersebut, produk hukum UU tidak boleh bertentangan dengan Tap MPR. Namun, di sisi lain, pasal 4 Tap MPR Nomor I/MPR/2003 justru menyebut bahwa akan ada ketetapan MPR yang tidak berlaku jika sudah diatur dalam UU.
Dengan MPR yang tidak punya lagi wewenang untuk mencabut atau mengubah Tap MPR, masalah baru kedua kemudian muncul. Pasalnya, jika terdapat Tap MPR yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, MPR tak bisa lagi untuk mencabut atau mengubahnya.
Sementara itu, kewenangan MK untuk menguji Tap MPR diragukan. Sebab, Tap MPR bukanlah undang-undang dan kedudukannya pun berada di atas UU.
Nah, demikian penjelasan lengkap mengenai pengertian Tap MPR dan posisi hierarkinya dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Semoga menambah wawasan detikers sekalian, ya!
(par/sip)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu