Pakar UGM Bahas Bahaya Calon Tunggal 38 Daerah, Singgung Bohir-Politik Dinasti

Pakar UGM Bahas Bahaya Calon Tunggal 38 Daerah, Singgung Bohir-Politik Dinasti

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Senin, 23 Sep 2024 15:59 WIB
Massa Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi menggeruduk kantor KPU Brebes, Kamis (5/9/2024). Mereka mendesak agar KPU ikut memfasilitasi kampanye kotak kosong dalam Pilkada 2024.
Ilustrasi kampanye kotak kosong di Brebes, Kamis (5/9/2024). Massa mendesak agar KPU ikut memfasilitasi kampanye kotak kosong dalam Pilkada 2024.(Foto: Imam Suripto/detikJateng)
Sleman -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat ada 38 daerah, yaitu 37 kabupaten/kota dan 1 provinsi, yang hanya memiliki calon tunggal dan terancam akan melawan kotak kosong. Ketua Program Studi Sarjana Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Dr.rer.pol. Mada Sukmajati, S.IP., M.PP., menyebut publik harus memperhatikan dampak munculnya calon-calon tunggal tersebut.

Mada mencontohkan adanya calon tunggal di wilayah tambang dapat menjadi indikasi awal adanya persekongkolan mayoritas partai politik. Hal itu juga membuka peluang adanya dukungan bohir atau pemodal di balik paslon tersebut.

"Jika paslon tersebut terpilih, hal ini dapat berdampak pada munculnya kompensasi-kompensasi yang harus diberikan kepada bohir atau pemodal itu yang mungkin kaitannya dengan tambang atau dengan pengelolaan kekayaan alam di daerah itu. Daerah ini rentan korupsi politik seperti perizinan pertambangan yang dipermudah dan isu-isu keberlangsungan lingkungan, tata kelola sumber daya pertambangan di daerah itu dan seterusnya," kata Mada dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Senin (23/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dampak kedua yang dihasilkan dari pilkada dengan paslon tunggal ini adalah rawannya mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk memenangkan paslon. Pria yang menjadi panelis pada Debat Pertama Pemilihan Presiden 2024 ini menyebut hal ini rawan terjadi pada daerah dengan calon tunggal yang merupakan petahana.

Menurutnya, politisasi birokrasi yang seperti ini tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi di Indonesia sehingga prinsip-prinsip meritokrasi, profesionalisme, tata pengelola pemerintahan yang baik itu dipertaruhkan.

ADVERTISEMENT

Calon Tunggal Dinilai Kegagalan Parpol

Dia menyebut adanya paslon tunggal sebagai bentuk kegagalan partai politik mencalonkan kadernya sendiri. Mada menyebut partai politik belum siap dengan kaderisasi.

"Ini bentuk kegagalan partai politik dalam melakukan fungsi mendasarnya untuk mencalonkan kadernya sendiri dalam pilkada. Partai politik belum siap sehingga mereka juga tidak mampu menghasilkan alternatif bagi masyarakat," kata Mada.

Oleh karena itu mereka juga tidak mampu menghasilkan alternatif bagi masyarakat.

"Apalagi proses seleksi calon kepala daerah itu tidak melibatkan masyarakat sehingga partai politik seolah enggan membuat terobosan dan membuka ruang-ruang bagi partisipasi publik dalam proses nominasinya ini," ucap dia.

Selain itu, faktor lainnya adalah munculnya politik transaksional yang mengharuskan para calon untuk membayar dalam jumlah besar untuk mendapatkan posisi dalam nominasi atau pencalonan.

"Posisi masyarakat untuk mencalonkan diri semakin sulit dengan beberapa daerah yang dikuasai oleh politik dinasti. Dominasi petahana dan politik dinasti di daerah turut menambah penyebab lahirnya calon tunggal," katanya.

Regulasi Kampanye Kotak Kosong Dinilai Penting

Meski begitu, masyarakat masih dapat berperan aktif dalam Pilkada 2024 ini, utamanya partisipasi pada tahapan kampanye dan pemungutan suara. Mada berpendapat jika KPU memiliki peran penting dalam mengatur detail-detail regulasi agar masyarakat dapat mengampanyekan kotak kosong.

"Selama ini KPU tidak mengatur secara eksplisit peraturan mengenai kampanye kotak kosong itu sebab hal ini tidak dilarang, tetapi juga tidak ada pengaturan kalaupun itu dilakukan. Oleh karena itu menurut saya tantangan ini harus segera direspons oleh KPU," tambahnya.

Peraturan yang dimaksud Mada ini merujuk pada bagaimana KPU akan mengatur masyarakat yang kemudian berkampanye untuk kotak kosong karena statusnya yang setara dengan calon tunggal. Ada prinsip dalam pemilu yang harus ditegakkan, yaitu kesetaraan kontestasi sehingga perlu diatur regulasi kampanye kotak kosong ini.

Apalagi, menurutnya, ketika masyarakat tidak dilibatkan dan ini bisa menjadi sarana bagi resistensi masyarakat terhadap calon yang tunggal yang disodorkan oleh partai-partai politik.

Mada mengatakan saat itu ada gerakan sosial untuk mengkampanyekan kotak kosong sehingga regulasi perlu dibuat untuk mengakomodasi suara masyarakat. Dengan demikian, Mada menyimpulkan semua pihak perlu berkontribusi untuk menghadirkan pilkada yang baik, tetapi masyarakat tetap menjadi inti atau substansi.

"Ini adalah momentum bagi rakyat dalam memilih kepala daerah berdasarkan visi dan misi yang berkaitan langsung dengan hajat hidup mereka sehari-hari seperti pendidikan dan kesehatan," beber dia.

Mada mencontohkan dengan kondisi kabupaten dan kota di Jogja saat ini yang erat dengan isu-isu urban, misalnya kemacetan, banjir, isu-isu yang menyasar kelompok-kelompok pertanian misalnya konversi lahan hijau ke perumahan, soal pupuk, kesejahteraan petani. Belum lagi mengenai konteks anak muda hari ini yang kesulitan mencari tempat tinggal yang layak dan mendapatkan pekerjaan yang laik.

"Kini masyarakat yang harus bergerak sendiri agar tidak kehilangan momentum pemilihan ini sebab edukasi politik hampir mustahil datang dari paslon atau partai politik itu sendiri. Masyarakat utamanya anak muda dapat membantu mengedukasi melalui aktivisme-aktivisme digital maupun langsung," kata Mada.




(ams/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads