Pakar UGM Desak Polda DIY Setop Kasus UU ITE Pendamping Korban Kekerasan Seks

Pakar UGM Desak Polda DIY Setop Kasus UU ITE Pendamping Korban Kekerasan Seks

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Jumat, 02 Agu 2024 17:32 WIB
Ilustrasi Korban UU ITE
Ilustrasi UU ITE Foto: Edi Wahyono
Sleman -

Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LSJ FH UGM) mendesak Polda DIY menghentikan kasus yang menjerat aktivis Meila Nurul Fajriah. Melia jadi tersangka pelanggaran UU ITE usai mendampingi puluhan korban kekerasan seksual.

LSJ FH UGM juga telah menyerahkan surat pandangan hukum dan rekomendasi terhadap kasus ini telah disampaikan ke Polda DIY siang ini.

"Tadi kita sudah ditemui dari krimsus yang intinya kita menyerahkan pandangan hukum berkaitan dengan kasus yang menimpa advokat Meila yang mendampingi korban kekerasan seksual. Kita juga memberikan rekomendasi untuk Polda DIY menghentikan kasus itu," kata Ketua LSJ FH UGM, Herlambang P Wiratraman kepada wartawan, Jumat (2/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Herlambang menyebut penghentian kasus ini harus dilakukan. Sebab, ke depan jika seorang advokat ditetapkan sebagai tersangka, akan terjadi begitu banyak masalah. Hal itu pun yang jadi salah satu pertimbangan hukum agar kasus ini dihentikan.

"Karena begitu banyak masalah-masalah yang akan terjadi. Terutama sebenarnya apa yang dilakukan oleh Meila itu dilindungi melalui undang-undang bantuan hukum. Jadi legitimate sebenarnya," ucapnya.

ADVERTISEMENT

"Penetapan tersangka kepada pendamping korban seksual sangat potensial menjadi pelanggaran terhadap hak memperoleh keadilan," imbuhnya.

Dalam salah satu pertimbangannya, dia mengingatkan perkembangan hukum, khususnya melalui Putusan Mahkamah Konstitusi soal UU ITE. Khususnya pasal pencemaran nama baik, yang secara hukum memberikan syarat yang demikian ketat nan-terbatas, dituangkan dalam SKB.

"Dalam SKB dinyatakan, bahwa ketika orang menyampaikan fakta terlebih berkaitan dengan kepentingan umum, terkait dengan apa yang dilakukan oleh seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Terlebih, apa yang dilakukan Sdri. Meila Nurul Fajriah legitimate sebagai kuasa hukum atau pendamping hukum korban yang dilindungi Undang-Undang Bantuan Hukum," jelasnya.

Lebih lanjut, upaya pemidanaan atau kriminalisasi terhadap pendamping hukum bagi korban kekerasan seksual, disebut telah menjadi serangan terhadap independensi advokat sebagai penegak hukum yang dijamin imunitasnya.

"Bila kasus ini diteruskan maka sama halnya dengan upaya mengancam bagi organisasi bantuan hukum sebagai pemberi bantuan hukum yang dijamin hak imunitasnya," bebernya.

Oleh karena itu, berdasarkan pandangan tersebut, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada merekomendasikan dua rekomendasi kepada Polda DIY.

Pertama, tim Penyidik yang menangani kasus tersebut untuk segera menghentikan proses penyidikan kasus yang disangkakan terhadap pembela HAM dan pendamping korban, Meila Nurul Fajriah.

"Hal ini sejalan dengan landasan hukum, baik UU HAM, UU Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, Doktrin Pembatasan terkait Kepentingan Umum dalam Siracusa Principles, UU TPKS, UU Advokat, UU Bantuan Hukum, Perkapolri No. 15 Tahun 2006, Perkapolri No. 8 Tahun 2009, dan SNP No. 6 Tentang Pembela Hak Asasi Manusia yang disusun oleh Komnas HAM RI," ujarnya.

Kedua, pihaknya mendorong proses hukum bagi pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus kekerasan seksual ini.

"Sebaliknya, mendorong proses hukum yang seharusnya berjalan, terutama bagi pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana kasus kekerasan seksual," ujarnya.

Awal Mula Kasus

Sebelumnya, kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret nama alumnus UII, Ibrahim Malik (IM), masih bergulir. Pihak IM berbalik melaporkan advokat LBH Yogya yang jadi kuasa hukum penyintas, Meila Nurul Fajriah ke Polda DIY.

Belakangan diketahui, Meila telah ditetapkan sebagai tersangka UU ITE oleh Ditreskrimsus Polda DIY pada Juni 2024 lalu. Hal itu berdasarkan laporan IM atas tuduhan dugaan pelecehan seksual yang dialamatkan yang bersangkutan.

"Iya (jadi tersangka). Laporan sudah lama itu, dari tahun 2021, sehingga harus ya itu masih dalam proses penyidikan," kata Direskrimsus Polda DIY Kombes Idham Mahdi saat dihubungi wartawan, Rabu (24/7).

Dalam laporannya, pihak IM menyertakan bukti berupa tautan video pertemuan daring. Dalam rekaman itu Meila menyebut-nyebut pelapor sebagai pelaku pelecehan seksual.

"Ya tentunya yang di kanal Youtube itu. Itu masih bisa diakses sampai sekarang," pungkasnya.




(ahr/ams)

Hide Ads