Edy Meiyanto, guru besar farmasi telah dipecat UGM usai terbukti menjadi pelaku dalam kasus kekerasan seksual. Pihak kampus kemudian melanjutkan proses penanganan kasus itu ke ranah disiplin kepegawaian. Lalu bagaimana dengan pidananya?
Kasubdit Penmas Bid Humas Polda DIY AKBP Verena SW saat dimintai konfirmasi mengatakan hingga hari ini belum ada pelaporan terkait kasus tersebut. Baik yang masuk ke Polda DIY maupun Polres atau Polresta.
"Berkaitan dengan kasus yang beredar saat ini bahwa sampai saat ini tanggal 10 April 2025 belum ada laporan polisi yang masuk. Baik itu di Polda maupun di Polres," kata Verena dalam keterangan video yang diterima detikJogja, Kamis (10/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Verena bilang, pihak kepolisian saat ini masih berkoordinasi dengan kampus terkait kasus ini.
"Dari pihak Polda sedang melaksanakan koordinasi dengan pihak universitas dan pihak-pihak terkait," sebut dia.
Di sisi lain, Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius menyebut hingga saat ini dirinya belum menerima informasi kasus ini masuk ranah pidana.
"Sampai saat ini kami belum mendapatkan informasi itu (korban menempuh jalur pidana)," ujar Sandi.
Kampus, kata Sandi, fokus pada pendampingan terhadap para penyintas agar bisa beraktivitas seperti biasa.
"Tetapi bagi kami yang utama adalah pendampingan kepada korban agar dia bisa survive dan kembali beraktivitas seperti biasa," tegasnya.
Sebelumnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) menjatuhkan sanksi kepada guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto yang terjerat kasus kekerasan seksual. Pihak kampus kemudian memecat Edy sebagai dosen.
Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengatakan penjatuhan sanksi itu berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
"Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," kata Andi Sandi salam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Minggu (6/4/2025).
Dia menjelaskan sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan. Satgas PPKS UGM melalui Komite Pemeriksa kemudian memutuskan bahwa Edy atau terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual. Selain itu, Edy juga terbukti telah melanggar kode etik dosen.
"Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023," ujarnya.
Andi Sandi bilang, jauh sebelum dipecat sebagai dosen, Edy telah dibebastugaskan dari jabatannya. Hal itu dilakukan pada 12 Juli 2024 silam. Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas.
"Salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan oleh universitas dan fakultas adalah dengan membebaskan Terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi. Jabatan Terlapor selaku Ketua CCRC dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024," urainya.
(rih/dil)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan