Polda DIY melakukan penindakan di satu lokasi tambang ilegal di Gedangsari, Gunungkidul. Belasan orang diperiksa, dan dua ekskavator serta lima truk diamankan dari titik tersebut.
"Lokasi spesifik di Dusun Rejosari RT 25 RW 5, Serut, Kapanewon Gedangsari," jelas Direskrimsus Polda DIY, Kombes Idham Mahdi dalam jumpa pers di Kota Jogja, Senin (22/7/2024).
Idham mengatakan penindakan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari imbauan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) DIY yang telah diberikan kepada pengelola tambang untuk segera mengurus izin tambangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penindakan ini dilakukan pada Senin (15/7) lalu. Dari penindakan ini disita dua ekskavator dan lima truk. Pihaknya kini memeriksa 14 saksi.
"Dari 14 orang ini kami melakukan pengelompokan, satu pengelola, operator ekskavator, helper, supir truk, dan warga. Tidak menutup kemungkinan akan bertambah lagi," paparnya.
"Ini sudah masuk ke penyidikan, memeriksa saksi-saksi, nanti kita simpulkan. Kita lakukan penetapan tersangka," imbuh Idham.
![]() |
Nantinya tersangka akan dijerat Pasal 158 atau Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kemudian pada Pasal 158 UU tersebut disebutkan orang yang melakukan penambangan tanpa izin di pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPESDM DIY Anna Rina Herbranti menjelaskan pihaknya mendata setidaknya ada 32 tambang ilegal di wilayah DIY.
"Yang tanpa izin di DIY ini totalnya di wilayah darat ada 12, di wilayah sungai 20. Yang sudah diberikan berita acara dan surat imbauan, di wilayah darat 10 wilayah sungai 14. Jenis yang ditambang ini adalah tanah uruk dan sirtu (pasir batu)," paparnya.
Sedangkan untuk satu titik yang telah ditindak ini, dijelaskan Rina, tidak melengkapi izin tambang. Pengelola hanya mengurus Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sejak Oktober 2023 dan berlaku 6 bulan.
"WIUP atas nama CV Swastika Putri. WIUP Belum bisa digunakan sebagai dasar melakukan kegiatan pertambangan," papar Anna.
"Memang mengurus izin, tapi baru tahap WIUP, jadi baru dilihat dari tata ruangnya. Setelah itu tindak lanjutnya tidak diurus tapi langsung melakukan pertambangan," sambungnya.
Terhadap pengelola ini, menurut Anna sudah diberikan surat imbauan untuk menghentikan proses penambangan pada Januari 2024. Namun tetap ngeyel hingga akhirnya ditindak oleh Polda DIY.
"Kurang lebih 4 hektare, bukan karst, breksi. Bukan yang viral dekat rumah warga, beda lagi," ujarnya.
"Tanah uruknya dijual kemana kami kan nggak tahu, yang tahu yang menjual," pungkas Anna.
(rih/ams)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan