Kronologi Rumah Maggot di Sedayu Diprotes Warga hingga Ditutup Sementara

Kronologi Rumah Maggot di Sedayu Diprotes Warga hingga Ditutup Sementara

Dwi Agus - detikJogja
Jumat, 19 Jul 2024 23:01 WIB
Kondisi rumah maggot yang berada di Kalurahan Argosari, Sedayu, Bantul saat didatangi Satpol PP dan DLH Bantul, Selasa (16/7/2024).
Kondisi rumah maggot yang berada di Kalurahan Argosari, Sedayu, Bantul, saat didatangi Satpol PP dan DLH Bantul, Selasa (16/7/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Bantul -

Keberadaan rumah maggot di wilayah Argosari, Kapanewon Sedayu, Bantul, menuai protes dari warga sekitar karena dampak dari pengolahan sampah di rumah maggot itu. Pemkab Bantul turun tangan dan menutup sementara rumah maggot itu karena juga belum melengkapi izin.

Berikut kronologinya.

20 Mei 2024

Kabid Perencanaan dan Penataan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul, Arum Hidayati mengatakan pihaknya melakukan peneguran terhadap pihak pengelola rumah maggot itu pada 20 Mei seusai rumah maggot baru saja memulai operasional. Temuan kala itu adalah adanya penyimpangan dengan menampung sampah anorganik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari pemeriksaan awal diketahui sumber sampah. Arum menyebutkan salah satunya berasal dari salah pusat perbelanjaan besar di kawasan Ring Road Utara, Sleman.

"Kita sudah tiga kali ke sini dan melihat banyak sekali, ada stirofoam, sedotan, gelas plastik. Nah ini kan bukan sampah untuk maggot gitu kan karena kan masalah yang mereka terima itu kesemuanya sama dari mal," kata Arum.

ADVERTISEMENT

Kiriman sampah ini yang memunculkan tungku pembakaran. Ini karena seluruh sampah yang masuk dibakar di rumah maggot. Imbas dari pembakaran juga dikeluhkan oleh warga. Hingga ada laporan mual dan muntah usai menghirup asap pembakaran sampah.

"Awalnya sepakat tumpukan sampah yang menimbulkan bau itu dievakuasi dulu tapi rupanya itu tidak diindahkan, tetap menerima sampah keseluruhan dari mal. Akhirnya kan justru menambah fasilitas pembakaran yang asapnya juga luar biasa karena bakarnya itu hampir 24 jam," katanya.

Minggu 14 Juli 2024

Dukuh Tapen, Argosari, Kasianto mengatakan penolakan terjadi karena bau busuk yang bersumber dari rumah maggot. Hingga akhirnya berujung pelaporan warga kepada DLH Bantul.

"Warga mengeluh bau busuk lalu akhirnya sepakat untuk lapor ke DLH. Setelah didatangi ternyata benar di sana menjadi aktivitas mengolah sampah dan belum ada izinnya," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Senin (15/7/2024).

Usai pemeriksaan itu, lanjutnya, aktivitas di rumah maggot tidak berhenti. Akumulasi dari penolakan warga ini lalu muncul aksi di depan rumah maggot. Berupa pemasangan baliho oleh warga Dusun Klangon dan Tapen, Argosari. Warga meminta agar rumah maggot ditutup karena berdampak kepada lingkungan maupun warga di sekitar.

"Lalu ada aksi damai yang berlangsung hari Minggu (14/7). Kami memasang spanduk baliho tulisan menolak keberadaan tempat itu karena dampak bau sampah dan asap pembakaran yang merugikan warga," katanya.

Selasa 16 Juli 2024

Usai aksi warga, Satpol PP dan DLH Bantul mendatangi rumah maggot itu, Selasa (16/7). Kedatangan ini untuk melihat langsung kondisi pengolahan sampah di lokasi tersebut sekaligus memberikan teguran dan perintah penutupan sementara kepada pengelola.

Perintah penutupan sementara berlangsung selama dua pekan. Pertimbangannya karena rumah maggot belum memiliki perizinan. Di sisi lain juga belum idealnya fasilitas pengolahan sampah di tempat tersebut.

"Sehingga ini hanya kita berhentikan sementara karena tadi secara teknis dari DLH juga memungkinkan usaha ini dikelola dengan baik yang tidak menimbulkan dampak, bahkan kami berharap nanti bisa kerja sama dengan warga masyarakat," jelas Kepala Satpol PP Bantul, Jati Bayu Broto saat ditemui di lokasi rumah maggot Argosari, Selasa (16/7/2024).

Jati menuturkan rumah maggot ini sebetulnya adalah solusi pengolahan sampah. Khususnya sampah organik yang merupakan sisa usaha kuliner, sampah pasar, maupun sampah pangan rumah tangga. Sehingga tidak dilakukan penutupan permanen.

"Masyarakat bisa memproduksi atau mengolah sampahnya menjadi maggot-maggot perumahan, kalau sini nanti bisa menampung bisa ngajarin ini kan luar biasa. Bisa menghasilkan pupuk lalu untuk pakan-pakan ternak," ujarnya.

Selama dua pekan penghentian operasional, pengelola diminta memperbaiki fasilitas. Termasuk tidak boleh menerima sampah jenis apa pun. Selain itu juga melengkapi segala perizinan aktivitas.

"Lalu yang sudah ada di sini tadi pengusaha sanggup untuk menyelesaikan dalam waktu satu minggu. Maggot akan diselesaikan sampai nanti habis, kemudian kalau memang mau memulai usaha ini lagi tentu harus mengikuti arahan teknis dari DLH," ujarnya.

Kabid Perencanaan dan Penataan Lingkungan Hidup DLH Bantul, Arum Hidayati mengatakan pengelolaan sampah rumah maggot di wilayah Argosari itu jauh dari ideal. Terbukti dari berserakannya sampah di lokasi tersebut hingga munculnya bau busuk dan air limbah sampah atau lindi.

Lindi yang tidak terolah dengan baik, lanjutnya, akan mencemari lingkungan. Terlebih ada dugaan air limbah sampah ini mengalir ke area persawahan. Padahal air lindi wajib memiliki skema penampungan yang akurat agar tak mencemari tanah dan air.

"Belum ada izin utamanya, lalu dari pengamatan kita tadi kan, dari tumpukan sampah yang dirasa itu kan lindinya banyak sekali ya. Cairannya itu sebenarnya termasuk berbahaya pencemarannya. Harusnya itu ditampung dan ada instalasi pengolahan khusus," jelasnya ditemui di lokasi rumah maggot di Argosari, Selasa (16/7/2024).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Arum memastikan rumah maggot tersebut tak memiliki instalasi pengolahan lindi. Terbukti dengan ceceran lindi yang berada di lantai rumah maggot. Selain itu juga masuk ke area persawahan melalui celah dinding.

Apabila tak memiliki instalasi khusus, sejatinya pengelola bisa memanfaatkan jasa transporter. Fungsinya untuk mengambil limbah cair untuk diolah secara terpadu di Sewon, Bantul. Namun skema ini juga tak dijalankan oleh pengelola rumah maggot.

"Kalau memang tidak punya instalasi khusus kan bisa pakai jasa transporter. Lalu segi lokasi, ini sangat tidak memenuhi syarat, dari sini bau juga kan sekarang kan sampai utara (pemukiman warga)," katanya.

Jumat 19 Juli 2024

Berhentinya aktivitas rumah maggot di Argosari tak membuat warga sekitar tenang. Ini karena penutupan oleh Satpol PP Bantul tersebut hanya bersifat sementara. Warga mayoritas meminta agar pengolahan sampah ilegal ini ditutup permanen.

Dukuh Tapen, Kasianto memastikan warganya maupun dari Padukuhan Klangon menolak keberadaan rumah maggot tersebut. Ini karena aktivitas pengolahan sampah sangat merugikan warga. Mulai dari bau busuk, lalat, asap pembakaran sampah hingga air limbah sampah atau Lindi.

"Tetap menghendaki tutup permanen untuk rumah maggot ini. Kami merasa sangat dirugikan dengan adanya tempat pengolahan sampah tersebut di lingkungan kami," tegasnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (19/7/2024).

Di sisi lain, Kasianto juga memastikan pengelola rumah maggot patuh aturan. Terutama untuk tidak beraktivitas pascapenutupan sementara. Baik untuk menerima sampah maupun pembakaran.

"Untuk pembakaran sampah sudah berhenti, lalu masukan sampah baru belum ada laporan lagi. Sementara ini patuh dari komitmen kemarin," ujarnya.

Konfirmasi Pengelola Rumah Maggot

Advicer rumah maggot di Argosari, Arthur Rumantiyo Notodipuro mengaku pihaknya masih melakukan pembersihan sampah. Ini sebagai komitmen atas sanksi penutupan sementara oleh Satpol PP Bantul. Bahwa tidak boleh ada aktivitas pengolahan sampah selama dua pekan ke depan.

Dalam teguran tersebut, pengelola juga diminta membersihkan tumpukan sampah. Baik sampah organik dan anorganik yang berada di lokasi tersebut. Ini sebagai solusi atas munculnya bau busuk dan aktivitas pembakaran sampah.

"Saat ini masih proses normalisasi dan pembersihan fasilitas. Juga lakukan perbaikan-perbaikan dan kami menutup kegiatan selama kami melakukan pembersihan," jelasnya, Jumat (19/7/2024).

Untuk saat ini pihaknya masih mengajukan perizinan berupa Nomor Induk berusaha (NIB). Pengajuannya melalui Online Single Submision (OSS). Selain itu juga ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Bantul.

Selama proses ini, Arthur memastikan sudah tidak menerima kiriman sampah. Terutama kiriman sampah dari sejumlah pusat perbelanjaan di Sleman. Saat ini hanya berlangsung perawatan maggot dengan sisa sampah organik.

"Cuma maggot itu sambil berjalan, tapi sampah anorganik stop dulu. Sampah dari pusat perbelanjaan berhenti. Itu mall random, campur tidak satu mal saja," katanya.




(rih/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads