Dirut Taru Martani Diduga Korupsi Sejak 2022, Duit Rp 18 M Sisa Rp 8 Juta

Dirut Taru Martani Diduga Korupsi Sejak 2022, Duit Rp 18 M Sisa Rp 8 Juta

Dwi Agus - detikJogja
Selasa, 28 Mei 2024 19:26 WIB
Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi mengenakan rompi tersangka atas kasus korupsi anggaran perusahaan, Selasa (28/5/2024).
Dirut PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi mengenakan rompi tersangka atas kasus korupsi anggaran perusahaan, Selasa (28/5/2024). (Foto: Dwi Agus/detikJogja)
Jogja -

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi sebagai tersangka kasus korupsi. Nur Achmad diduga menyelewengkan uang perusahaan hingga BUMD milik Pemda DIY itu merugi Rp 18,7 miliar.

Aspidsus Kejati DIY Muhammad Ansar Wahyudin menyampaikan, dari hasil penyelidikan dan penyidikan, tersangka bertindak secara personal tanpa sepengetahuan Dewan Direksi dan melalui rapat RUPS.

Korupsi ini terbongkar ketika Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIY melakukan pengawasan. Dari hasil pemeriksaan terungkap bahwa Nur Achmad melakukan penggelapan sejak medio 2022 hingga Maret 2023.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu pengawasan pertamanya langsung ditemukan. Jadi hanya satu tahun 2022 hingga 2023," kata Ansar kepada wartawan di kantor Kejati DIY, Jogja, Selasa (28/5/2024).

Nur Achmad menggunakan dana perusahaan sekitar Rp 18 miliar untuk investasi emas. Dia berdalih investasi ilegal ini dilakukan untuk memenuhi target pendapatan PT Taru Martani.

ADVERTISEMENT

Modus yang dilakukan dengan membuka akun investasi atas nama personal. Selanjutnya melakukan investasi melalui perdagangan berjangka komoditi berupa kontrak berjangka.

"Dewan Komisaris tidak mengetahui sama sekali. Penyidikan masih berjalan, sementara ini kita baru menemukan tersangka NAA untuk dijadikan dasar. Namun demikian setelah pengembangan dari penyidikan tersangka NAA jika ditemukan pihak lain pasti akan jadikan tersangka," ujarnya.

Duit Rp 18 M Sisa Rp 8 Juta

Kejati DIY, lanjutnya, telah memeriksa 11 saksi dan satu orang ahli untuk kasus ini. Selain itu juga menyita uang Rp 8 juta yang tersisa.

Ansar menuturkan, sejak awal niat Nur Achmad mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi. Dari total dana yang digunakan ada keuntungan Rp 7 miliar. Sebanyak Rp 1 miliar dimasukkan keuntungan pribadi dan sisanya diinvestasikan lagi.

Seiring waktu berjalan, investasi emas yang dilakoni tersangka mengalami kerugian. Terbukti dengan hasil penyidikan Kejati DIY terhadap akun investasi tersangka. Anggaran yang awalnya Rp 18 miliar hanya tersisa Rp 8 juta.

"Rp 17 miliar itu belum balik, hilang itu. Summary record tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun tersangka mengalami kerugian uang sudah tidak ada uang. Tersisa Rp 8 juta dan sudah kita tarik dan jadi barang bukti," jelasnya.

Atas perbuatannya, Nur Achmad dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18.

Diberitakan sebelumnya, Kejati DIY menetapkan Direktur PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi sebagai tersangka kasus korupsi. Nur Achmad diduga memanfaatkan uang perusahaan pabrik cerutu ini untuk investasi emas hingga perusahaan mengalami kerugian Rp 18,7 miliar.

Wakil Kajati DIY, Amiek Wulandari menuturkan Nur Achmad menggunakan dana yang bersumber dari idle cash PT Taru Martani, BUMD milik Pemda DIY. Yakni dana kas perusahaan yang belum dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembiayaan program.

"Digunakan untuk perdagangan emas berjangka. Investasi pakai uang perusahaan tapi pakai rekening pribadi tapi keuntungan masuk rekening pribadi. Padahal pengelolaan perusahaan tidak boleh pakai rekening pribadi," jelasnya.




(aku/rih)

Hide Ads