Di Wotawati Gunungkidul, Mentari Hanya Bersinar 7 Jam Sehari

Di Wotawati Gunungkidul, Mentari Hanya Bersinar 7 Jam Sehari

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikJogja
Minggu, 05 Mei 2024 10:15 WIB
Remang cahaya di Wotawati pada Jumat (3/5/2024) pukul 17.30 WIB.
Remang cahaya di Wotawati pada Jumat (3/5/2024) pukul 17.30 WIB. (Foto: Muhammad Iqbal Al Fardi/detikJogja)
Gunungkidul -

Setiap harinya, cahaya matahari menyapa Padukuhan Wotawati, Kalurahan Pucung, Kapanewon Girisubo, Kabupaten Gunungkidul, selama 7 jam. Lantas bagaimana aktivitas warga sekitar saat cahaya sang surya lambat menyapa dan lebih awal berpamitan?

Jumat (3/5/2024) sekitar pukul 15.00 WIB, kicau burung, suara kambing mengembik, dan lenguhan sapi menyapa saat detikJogja menginjakkan kaki di Wotawati. Belum pula sampai, suguhan lanskap hamparan sawah dan perbukitan hijau menyita perhatian.

Akses menuju padukuhan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri ini begitu terjal dengan jalan cor blok. Meski begitu, jerih payah akan terbayarkan dengan pemandangan hijau nan asri, lengkap dengan sejuknya udara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesampainya di permukiman warga Wotawati, sayup-sayup terdengar suara warga mengobrol. Mereka tampak baru saja datang dari sawah dengan membawa pakan ternak.

Tampak dua bukit atau lazim disebut gunung menghimpit perkampungan tersebut. Keduanya tampak megah bersandingan dan hijau mempesona.

ADVERTISEMENT

Tak seperti permukiman pada umumnya, sebagian wilayah Wotawati tidak terpapar sinar matahari langsung. Meski begitu, mata masih leluasa memandang apapun di sekitar walau sedikit remang.

Dari ujung utara permukiman hingga selatan hanya membutuhkan sekitar tiga menit perjalanan sepeda motor. Warga berusia lanjut lebih sering tampak di emperan rumah daripada pemuda.

Padukuhan tersebut tampak benar remang pada sekitar pukul 17.30. Pada saat yang sama lampu-lampu di rumah warga mulai menyala menggantikan cahaya matahari.

Fenomena serupa tak ditemukan, misal, di kawasan Kapanewon Wonosari yang bisa ditemukan warna langit mulai jingga kala matahari condong ke barat. Lain halnya langit Wotawati yang berparas nyaris kelabu menjelang petang meski tanpa awan menggantung.

Aktivitas Warga Wotawati

Dukuh Wotawati, Roby Sugihastanto, menuturkan luas lahan permukiman di Padukuhan Wotawati sekitar 5-6 hektare. Padukuhan tersebut dihuni oleh 80 kepala keluarga (KK) dalam satu rukun warga (RW) dan empat rukun tetangga (RT).

"Luas permukiman itu sekitar 5-6 hektare. Kalau KK-nya itu ada 80. Ada satu RW dan empat RT," jelas Roby kepada detikJogja saat ditemui di rumahnya yang terletak di ujung utara perkampungan, Jumat (3/5/2024).

Kampung tersebut hampir setiap harinya terpapar langsung sinar matahari sekitar 7 jam. Cahaya mentari pagi menyapa sepenuhnya permukiman di Wotawati sekitar pukul 08.30-09.00 WIB.

Menjelang sore, hamparan bukit di sebelah timur menutup sempurna masuknya cahaya matahari sekitar pukul 16.00 WIB.

"Kalau (permukiman) tertutup (tidak terpapar cahaya matahari langsung) semuanya itu, ya, mungkin di jam 16.30 (sore) kalau di sekarang ini. Kalau awalnya masuk cahaya matahari biasanya itu jam 09.00 WIB," ungkapnya.

Bagi Roby yang sudah bermukim di Wotawati sejak lahir fenomena alam tersebut tidak membuatnya kaget. Namun beda halnya bagi orang yang pertama kali mengunjungi padukuhan yang terletak di ngarai tersebut.

Beda halnya dengan pendatang di Wotawati, Toma (43). Wanita yang menikah dengan warga setempat tersebut menerangkan sempat heran dengan fenomena 7 jam cahaya matahari menyinari permukiman tersebut.

Fenomena tersebut baru Toma sadari saat beberapa tahun tinggal di Wotawati. Toma sudah tinggal di Wotawati sejak 1997.

"Saya mulai tinggal di sini tahun '97. Lama-lama kok gimana gitu. Apa iya sih? Kok mataharinya lambat datang?" ungkapnya dengan nada antusias

Tak hanya itu, Wanita asal Tegal, Jawa Tengah, itu juga kaget saat menemukan jodohnya di perkampungan yang terletak di lembah tersebut.

"Kok saya sampai sini begitu karena di tempat saya kan tidak ada gunung, hanya sawah. Jodoh aku kok di sini, dalam banget kaya jurang. Ya namanya jodohnya kali," ucapnya sembari terkekeh.

Meski mengalami fenomena tersebut setiap harinya, Toma beraktivitas seperti petani pada umumnya. Usai memasak pada pagi hari sekitar pukul 08.00 dirinya pergi ke sawah. Dia baru pulang sekitar pukul 16.00.

"Pagi habis masak sekitar jam 8 itu ke ladang bertani kalau musim tani. Kalau bukan musim tani ya cari rumput. Pulang biasanya jam 4 (sore)," jelasnya.

Penyebab Matahari Hanya Bersinar 7 Jam

Selanjutnya, Roby mengatakan lambatnya sinar matahari masuk itu tak lantas membuat Wotawati gelap gulita pada pagi harinya, pun sore hari. Sebab itu warga masih bisa beraktivitas dengan normal

Roby menyebut lambatnya cahaya matahari masuk ke Wotawati itu akibat tertutup dua bukit besar. Dua bukit tersebut berada tepat di sisi timur dan barat Wotawati.

"Dua gunung itu posisinya di barat sama timur dan posisi di sini itu di lembah. Jadi makanya mataharinya kaya yang lambat datang gitu," jelas Roby

Posisi Wotawati itu lah yang membuat matahari seakan terlambat datang pulang cepat pula. Apalagi pemukiman tersebut berada di lembah dua gunung

"Sorenya juga gitu, kan mataharinya sudah nggak kelihatan, otomatis mulai remang di sini. Nggak gelap total kok," lanjutnya.




(aku/aku)

Hide Ads