Komunitas Resan Gunungkidul bergerak di ranah konservasi khususnya sumber air. Mereka bergerak dengan basis akar rumput, tanpa pendanaan.
Komunitas tersebut berdiri pada tahun 2018 silam dan hingga kini masih konsisten merawat sumber air di daerah Gunungkidul. Meski tanpa adanya dana, gerakan tersebut tidak terhambat.
Pada dasarnya Resan Gunungkidul bergerak atas panggilan hati anggotanya atas kekhawatiran mereka terhadap kondisi alam. Terlebih Gunungkidul merupakan wilayah yang dikenal dilanda kekeringan setiap musim kemarau tiba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ada pencatatan nama anggota, pengurus maupun AD/ART. Sebab, Resan Gunungkidul berbasis volunter atau sukarelawan.
"Lalu memunculkan kesadaran masing-masing personal untuk melakukan aksi nyata merawat alam. Masing-masing personal ini kemudian bertaut dan berjejaring melakukan kegiatan bersama sehingga menjadi Komunitas Resan Gunungkidul," ungkap pendiri Komunitas Resan Gunungkidul, Edi Padmo kepada detikJogja melalui telepon, Sabtu (31/3/2024).
Mereka percaya air merupakan sumber kehidupan yang perlu dijaga. Oleh karena itu, mereka menanam pohon resan di sumber air, daerah tadah hujan, dan daerah aliran sungai (DAS).
Resan sendiri merupakan penyebutan pohon besar yang berfungsi untuk menjaga sumber air. Nama yang memiliki filosofi tersendiri tersebut diambil menjadi nama komunitas konservasi itu.
"Kata 'resan' adalah idiom Bahasa Jawa yang berarti menjaga, reksa, dan pohon, wreksa. Jadi, pohon resan memang sudah ada sejak dahulu. Kami hanya berusaha mempertahankan keberadaan pohon resan atau menambah atau menyulam," katanya.
Cara Resan Gunungkidul Bergerak Tanpa Sumber Dana
Gerakan konservasi Resan Gunungkidul selama ini tanpa dana yang pasti. Toh mereka juga beraksi atas panggilan hati. Panggilan hati dan kesenangan itu lah yang menjadi motor penggeraknya.
"Mangkane kui, Cak. Kan wong sing dipikir, opo maneh berbuat konservasi, kudu eneng dana, kudu eneng program. Lak ngunu kan ora mangkat-mangkat. (Makanya itu, orang jika berbuat konservasi yang dipikir harus ada dana, harus ada program. Kalau begitu kan tidak dikerjakan)," ungkap pria berkeahlian melukis tersebut.
Ketidakpastian dana tersebut bukanlah halangan. Berlandaskan prinsip sederhana 'apik lan konsisten' menjadi kunci perjuangan mereka.
"Hal yang baik itu tidak harus dimulai dengan hal yang besar. Hal yang kecil bisa dimulai untuk hal yang baik. Tidak harus menggunakan uang," tegas Padmo.
Hal lain yang menjadi basis gerakan Resan Gunungkidul adalah akar rumput atau masyarakat.
"Kalau ditanya tantangan terlalu banyak, tidak dipikir. Yang penting senang, dengan gembira. Kerelaan adalah nafas dari gerakan, gotong royong adalah spirit, dan rasa seduluran adalah pengikatnya" lanjutnya.
Meski begitu, komunitas Resan Gunungkidul terbuka untuk menjalin kerja sama dengan pihak manapun.
"Dalam kerangka komitmen niat dan tujuan yang sama, berdasarkan dengan kaidah-kaidah setara, saling menghargai dan menjaga marwah masing-masing entitas," tutur Padmo.
Lakukan Pembibitan-Penyemaian Mandiri
Pohon resan dikenal sulit dijumpai seperti beringin, kepoh, dan sebagainya. Lantas bagaimana Resan Gunungkidul bisa konsisten merawat sumber air dengan menanam pohon resan?
Padmo menerangkan pihaknya mendapatkan bibit pohon resan dari jaringan komunitas konservasi lainnya. Bahkan di tahun 2022, mereka mendapatkan tiga ribu bibit berbagai macam varietas dari salah satu komunitas konservasi yang ada di Kediri, Jawa Timur.
"Bibit leses, kepuh, bendo, klumpit, keben, gayam, nyamplung, aren, cangkring dan lain-lain. Itu ada sekitar tiga ribu bibit," kata pria yang produktif menulis itu.
Meski mendapat sumbangan bibit, Resan Gunungkidul tidak bergantung terhadap pemberian tersebut. Bahkan, mereka melakukan pembibitan secara mandiri.
Saat ini, terdapat 13 tempat pembibitan dan penyemaian mandiri di Gunungkidul. Ke-13 tempat itu tersebar di seluruh wilayah Gunungkidul di tempat para anggotanya.
"Kalau sekarang itu ada 13 tempat (pembibitan dan penyemaian). Di rumah anggota," jelas Padmo.
Biasanya mereka menemukan bibit di dekat sebuah pohon resan. Saat didapatkan, bibit tersebut akan ditanam di sebuah polybag. Sebab dilakukan dengan suka cita, mereka tidak pernah merasa kesulitan menemukan bibit pohon resan.
"Kadang di pohon resan yang besar. Di bawahnya biasanya ada bibitnya. Sulit? Kalau dilakukan dengan senang, ya, tidak sulit," ucapnya.
Selain bibit, mereka juga menyemai biji pohon resan yang ditemukan di alam. Penyemaian dan pembibitan dilakukan di rumah masing-masing anggota. Biji yang sudah mulai tumbuh akan dinaungi menggunakan jaring paranet.
Padmo tidak bisa memastikan berapa bibit maupun biji pohon resan yang tengah disemai oleh komunitas yang didirikannya. "Nggak pernah menghitung berapa (bibit maupun biji pohon resan yang disemai)," tutur dia.
(rih/ams)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan