Mengenal Resan, Komunitas Konservasi Sumber Air di Gunungkidul

Mengenal Resan, Komunitas Konservasi Sumber Air di Gunungkidul

Muhammad Iqbal Al Fardi - detikJogja
Minggu, 31 Mar 2024 16:40 WIB
Upaya normalisasi Sendang atau sumber air Mangir yang dilakukan komunitas Resan Gunungkidul bersama masyarakat sekitar di Padukuhan Sambeng V, Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul pada tahun 2023.
Salah satu kegiatan Resan Gunungkidul. Foto: Dok Pendiri Resan Gunungkidul, Padmo.
Gunungkidul -

Di Kabupaten Gunungkidul terdapat sebuah komunitas yang konsen di bidang konservasi sumber air. Komunitas itu bernama Resan Gunungkidul. Komunitas itu bergerak swadaya dan mengacu pada kecintaan terhadap lingkungan.

Bukan organisasi dan tidak memiliki pengurus maupun AD/ART, komunitas Resan Gunungkidul tetap konsisten dalam melakukan upaya konservasi sumber air. Mereka bergerak atas kesadaran personal anggotanya serta kekhawatiran tentang kondisi alam.

Meski tidak memiliki anggaran dan penunjang kegiatan yang mumpuni, komunitas yang berdiri sejak tahun 2018 itu tetap konsisten sampai saat ini. Mereka melakukan konservasi sumber air di Gunungkidul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lalu memunculkan kesadaran masing-masing personal untuk melakukan aksi nyata merawat alam. Masing-masing personal ini kemudian bertaut dan berjejaring melakukan kegiatan bersama sehingga menjadi Komunitas Resan Gunungkidul," ungkap pendiri Komunitas Resan Gunungkidul, Edi Padmo kepada detikJogja melalui sambungan telepon, Sabtu (31/3/2024).

Selain tidak memiliki pengurus maupun AD/ART, Resan juga tidak mengikat anggotanya dengan pelantikan atau secara administratif.

ADVERTISEMENT

"Gerakan bersifat volunter. Jadi yang ikut kegiatan tidak bisa dipastikan jumlahnya, fluktuatif," ungkap pria yang akrab disapa Mbah Padmo itu.

Ditanya soal pemilihan nama Resan, Padmo menjelaskan, penautan nama 'Resan' dalam komunitas tersebut merupakan dua kata dari bahasa Jawa yakni reksa dan wreksa yang berarti menjaga dan pohon. Resan sendiri merupakan penyebutan pohon besar yang berfungsi untuk menjaga sumber air.

"(Air) Juga sebagai sumber kehidupan," ucap pria berambut gondrong itu.

Konsisten Konservasi Sumber Air di Gunungkidul

Resan Gunungkidul hadir untuk mempertahankan maupun menanam kembali pohon di Gunungkidul, wilayah yang selalu kekurangan air setiap tahunnya. Sebab, Padmo mengatakan, pohon resan di Gunungkidul sering ditebang.

Adapun jenis pohon resan pengikat air yang ditanam oleh Resan Gunungkidul antaranya ialah beringin dan kepoh

Gerakan penanaman pohon tersebut dilakukan pada awal musim penghujan atau jika ada masyarakat yang meminta. Penanaman dilakukan di sumber mata air yang mulai mengering, teluk, daerah aliran sungai (DAS), dan tempat lainnya.

Mereka tidak beraksi sendiri. Masyarakat sekitar sering kali turut membantu dalam setiap kegiatan yang diadakan komunitas ini.

"Bersama warga ikut menjaga keberadaan pohon sebagai penjaga sumber air," tuturnya.

Lantas apakah Resan Gunungkidul cukup puas dengan menanam pohon resan saja? Jawabannya tidak. Mereka turut merawat sumber air itu dengan memastikan pohon yang sudah ditanam tumbuh subur.

"Kalau menanam pohon kan tidak sehari ditanam langsung bermanfaat toh. Jadi konsistennya yang paling penting," katanya.

Dengan sistem tanam infus mereka mempertahankan kelangsungan hidup sebuah pohon resan yang ditanam terutama saat menginjak musim kemarau. Sistem tersebut dilakukan dengan menyuplai air bagi tanaman yang masih kecil.

"Dengan menggunakan tampungan air seperti galon dan bambu dengan menggunakan bolongan yang kecil agar airnya awet. Itu ditancapkan di dekat pohon," jelasnya.

Bergerak Tanpa Sumber Dana

Telaga Kepuh, Winong, Namberan menjadi tiga dari sekian telaga yang menjadi objek konservasi air oleh Resan Gunungkidul.

"Nggak pernah menghitung mana saja telaganya," ujar dia.

"Mangkane kui, cak. Kan wong sing dipikir, opo maneh berbuat konservasi, kudu eneng dana, kudu eneng program. Lak ngunu kan ora mangkat-mangkat. (Makanya itu, orang jika berbuat konservasi yang dipikir harus ada dana, harus ada program. Kalau begitu kan tidak dikerjakan)," ungkap Padmo.

Tidak ada dana pasti yang menjadi akomodasi Resan Gunungkidul dalam upaya konservasi air di Gunungkidul. Berbekal kesadaran masing-masing personal, ikatan kuat dengan masyarakat sekitar, dan swadaya sendiri, mereka terus bergerak.

Mereka seakan tidak mengenal kata sulit dalam kamus gerakannya. Berlandaskan prinsip sederhana 'apik lan konsisten' menjadi kunci perjuangan mereka.

"Hal yang baik itu tidak harus dimulai dengan hal yang besar. Hal yang kecil bisa dimulai untuk hal yang baik. Tidak harus menggunakan uang," tegas Padmo.

"Kalau ditanya tantangan terlalu banyak, tidak dipikir. Yang penting senang, dengan gembira. Kerelaan adalah nafas dari gerakan, gotong royong adalah spirit, dan rasa seduluran adalah pengikatnya" lanjutnya.

Baginya, masyarakat menjadi basis konservasi air yang dilakukan Resan Gunungkidul dan jejaring adalah kuncinya.

"Adat, budaya dan kearifan lokal adalah jalan untuk berinteraksi, mengenali diri, dan berbaur dengan masyarakat," jelasnya.

Meski begitu, komunitas Resan Gunungkidul terbuka untuk menjalin kerja sama dengan pihak manapun.

"Dalam kerangka komitmen niat dan tujuan yang sama, berdasarkan dengan kaidah-kaidah setara, saling menghargai dan menjaga marwah masing-masing entitas," tutur Padmo.




(apl/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads