Dissenting opinion merupakan salah satu konsep hukum yang terkait dengan proses pengambilan keputusan di pengadilan. Dalam proses tersebut, ada tiga jenis musyawarah yang dilakukan oleh majelis hakim, yakni mufakat bulat, concurring opinion, dan dissenting opinion.
Dikutip dari buku Wajah Sistem Peradilan Pidana karya Erwin Susilo, mufakat bulat artinya musyawarah tercapai kesepakatan mengenai pertimbangan hukum dan amar putusan (putusan yang dijatuhkan oleh hakim). Sementara itu, concurring opinion merujuk pada perbedaan pendapat pada alasan pertimbangan hukum, tetapi putusan yang dijatuhkan oleh hakim sama.
Lantas, apa itu dissenting opinion? Simak penjelasan dan contoh kasusnya di sini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengertian Dissenting Opinion
Selain pengertian di atas, ada juga sejumlah pendapat mengenai dissenting opinion yang dipaparkan oleh sejumlah ahli. Mengutip buku Hukum Acara Pidana yang disusun Rahmat H. Abdullah dan Abdul Mutalib, dijelaskan mengenai beberapa pengertian dissenting opinion.
Artidjo Alkostar berpendapat bahwa dissenting opinion adalah perbedaan pendapat hakim dengan hakim lain. Selain itu, Bagir Manan menyatakan pengertian dissenting opinion sebagai pranata yang dimaksudkan untuk membenarkan pendapat hakim yang cenderung termasuk dalam minoritas terkait dengan putusan yang ada di pengadilan.
Sementara itu, dalam buku Black Law Dictionary, dissenting opinion didefinisikan sebagai opini atau pendapat yang dibuat satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak setuju dengan putusan yang diambil oleh mayoritas anggota majelis hakim. Perbedaan pendapat ini terjadi pada alasan pertimbangan hukum maupun amar putusan.
Dapat disimpulkan bahwa dissenting opinion adalah pendapat atau putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim yang mengadili suatu perkara.
Praktik Dissenting Opinion di Indonesia
Merujuk buku Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara yang disusun Harrys Pratama Teguh, dkk., dissenting opinion umumnya ditemukan di negara-negara yang memiliki tradisi common law, di mana lebih dari satu hakim mengadili perkara. Akan tetapi, sejumlah negara yang menganut tradisi hukum kontinental juga telah memperbolehkan dissenting opinion oleh hakim, terutama di pengadilan yang lebih tinggi.
Di Indonesia, awalnya dissenting opinion diperkenalkan pada Pengadilan Niaga. Namun, saat ini pendapat berbeda ini diperbolehkan di pengadilan lainnya, termasuk dalam perkara pidana. Biasanya, dissenting opinion lebih sering dijumpai di Pengadilan Niaga dan MK.
Sebagai informasi, ada perbedaan dissenting opinion di pengadilan dan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam buku Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia oleh Teuku Saiful Bahri Johan.
Di Pengadilan Niaga, model pencatuman dissenting opinion terpisah dari putusan. Sementara itu, pada sidang MK, dissenting opinion adalah bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Hal inilah yang membedakan penerapan dissenting opinion di Pengadilan Niaga dan MK.
Contoh Kasus Dissenting Opinion
Berdasarkan buku Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam Tataran Reformasi Ketatanegaraan Indonesia oleh Teuku Saiful Bahri Johan, terdapat beberapa contoh penerapan dissenting opinion di Indonesia. Berikut di antaranya:
1. Dissenting Opinion Hakim Agung Artidjo Alkostar
Dalam kasus Bank Bali pada akhir Juni 2001, Hakim Agung Artidjo Alkostar menyampaikan dissenting opinion. Putusan Majelis Kasasi membebaskan Joko S. Tjandra, yang merupakan terdakwa tindak korupsi dalam kasus Bank Bali.
Sebagai anggota majelis hakim, Artidjo Alkostar menyatakan pendapat berbeda terhadap putusan tersebut, yang didukung oleh dua anggota majelis lainnya. Meskipun dissenting opinion yang disampaikan oleh Artidjo Alkostar tidak tercantum dalam dokumen resmi putusan, ia secara pribadi mengungkapkan perbedaan pendapatnya kepada publik atas inisiatif sendiri sebagai Hakim Agung nonkarier.
2. Dissenting Opinion dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024
Contoh kasus dissenting opinion yang terbaru dikemukakan oleh tiga hakim MK dalam proses sengketa hasil Pilpres 2024. Dilansir detikNews, Saldi Isra, Enny, dan Arief Hidayat merupakan ketiga hakim yang mengemukakan dissenting opinion.
Namun, dissenting opinion yang diajukan tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap putusan yang telah ditetapkan oleh MK. Sebab, putusan MK dianggap sebagai hal yang bersifat mengikat dan sudah final.
Demikian penjelasan mengenai pengertian dissenting opinion lengkap dengan contoh kasusnya. Semoga bermanfaat, Dab!
(apl/apl)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM