Usai Putusan MK, Pakar UGM Singgung Demokrasi Bisa Mudah Diinjak-Injak

Usai Putusan MK, Pakar UGM Singgung Demokrasi Bisa Mudah Diinjak-Injak

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Selasa, 23 Apr 2024 14:46 WIB
Sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024).
Ilustrasi. Foto: Sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). (Anggi Muliawati/detikcom)
Sleman -

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM, Zaenal Arifn Mochtar menyebut ada ketakutan semakin mudahnya demokrasi diinjak-injak ke depannya.

"Salah satu ketakutan terhadap kemenangan saat ini adalah ketika demokrasi bisa diinjak-injak dengan mudah ketika proses penegakan hukum pemerintahan itu dirusak," kata Uceng, sapaannya, saat konferensi pers 'Pasca Putusan MK Kita Harus Apa' yang digelar Constitutional Law Society di FH UGM, Sleman, DIY, Selasa (23/4/2024).

Dia menekankan, siapa yang bisa menjamin pemerintahan saat ini tidak akan mengulang penindasan yang sudah terjadi sekian lama di bawah rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar hukum tata negara UGM, Zaenal Arifin Mochtar atau biasa disapa Uceng.Pakar hukum tata negara UGM, Zaenal Arifin Mochtar atau biasa disapa Uceng. Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJogja

"Apalagi rezim anaknya ini kan kayak melanjutkan saja kan. Ini saya pakai istilah kayak orang mau main game, batas main game cuma dua kali dia mau main tiga kali empat kali dia bikin akun baru. Kan kayak gitu, bikin akun baru lalu kemudian yang penting bisa main 3-4 kali," ujarnya.

Uceng melanjutkan, dengan kondisi saat ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, harus ada yang bertanggung jawab atas kondisi saat ini.

ADVERTISEMENT

"Pertama adalah rentetan dari itu tidak berakhir. Harus tetap diupayakan, siapa yang melanggar aturan hukum, siapa yang merusak penegakan hukum, siapa yang merusak demokrasi tetap harus dibawa ke pertanggungjawaban hukum," ucapnya.

Dia juga mengingatkan dalam bunyi putusan MK itu setidaknya ada tiga hakim yang menyatakan dissenting opinion. Dalam putusannya, jelas-jelas mengatakan bahwa harus ada yang bertanggung jawab terhadap kejahatan demokrasi berupa bansos yang direkayasa menuju ke arah pemilihan dan penggunaan aparat yang direkayasa ke arah pemilihan.

"Saya kira penanggungjawabnya tentu saja adalah presiden dan saya kira untuk alasan itu harus kita dorong betul teman-teman di DPR atau serius mengajukan angket, harus serius. Karena biar bagaimana pun itu esensi penting ini tidak boleh dibiarkan proses yang keliru itu dibiarkan tanpa pertanggungjawaban ya," tegasnya.

Dia melanjutkan, dalam prosesnya perlu dilakukan pengawasan politik plus pada saat yang sama peristiwa itu jadi catatan buat masyarakat sipil. Dia juga menyebut harus melakukan konsolidasi untuk memperkuat kemampuan untuk mengontrol pemerintah.

"Nah maksud saya adalah ada kemampuan kita harus untuk mengingatkan dan melakukan perlawanan di titik itu dan kita harus bersiap sebenarnya, bisa jadi ini masuknya musim dingin. Kalau musim dingin, kalau istilahnya film itu winter is coming brace yourself, jadi kita lah yang harus mempersiapkan diri untuk itu," pungkasnya.




(apu/rih)

Hide Ads