Pengadilan Tinggi (PT) Jogja telah mengabulkan permohonan banding dua terdakwa Waliyin dan Ridduan. Keduanya diketahui terjerat dalam kasus pembunuhan berencana disertai mutilasi terhadap Redho Tri Agustian, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Untuk diketahui, kedua terdakwa sebelumnya dijatuhi vonis mati oleh Pengadilan Negeri Sleman. Lalu apa pertimbangan majelis hakim PT Jogja mengabulkan banding kedua terdakwa?
Mengutip Direktori Putusan MA pertimbangan pokok PT Jogja tercantum pada putusan banding Nomor 39/PID/2024/PT YYK. Disebutkan pertimbangan majelis hakim antara lain terkait politik hukum pidana nasional setelah diundangkannya UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP serta tujuan dan pedoman pemidanaan menurut ilmu hukum pidana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam KUHP baru itu, mengatur pidana mati dipandang bukan lagi sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus. Pidana mati tidak terdapat dalam urutan jenis pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat.
"Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan. Dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan dan dapat diganti dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun," demikian bunyi salinan putusan banding PT Jogja, seperti dilihat detikJogja, Sabtu (20/4/2024).
Sekalipun pidana mati tidak dihapuskan dalam sistem pemidanaan hukum pidana nasional, akan tetapi penerapan dan penjatuhannya sangat selektif dan ditujukan terhadap tindak pidana khusus/tertentu.
Lebih lanjut, bahwa di samping pergeseran politik hukum pidana nasional tersebut, secara internasional lembaga Amnesty Internasional telah berupaya mengusulkan kepada negara-negara di dunia untuk menghapuskan hukuman mati di negaranya atas dasar bahwa hukuman mati merenggut kesempatan orang untuk hidup dan bebas dari siksaan yang merupakan komponen hak asasi manusia, dan atas upaya tersebut maka tercatat sejak tahun 1976 lebih dari 85 negara telah menghapuskan hukuman mati di negaranya, baik terhadap semua kejahatan maupun sebagian.
Majelis hakim kemudian menimbang bahwa berdasarkan serangkaian uraian tersebut, Pengadilan Tingkat Banding berpendapat tindak pidana yang telah terbukti dilakukan oleh para terdakwa dalam perkara in casu masih belum dapat dikategorikan sebagai kejahatan sangat serius dan luar biasa yang berdampak luas terhadap masyarakat.
"Oleh karena itu dengan mengingat tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan yang telah disebutkan dalam Pasal 51 dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, maka penjatuhan pidana mati terhadap Para Terdakwa dalam perkara ini tidak tepat dan harus diubah, dan dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, Pengadilan Tingkat Banding berpendapat adalah tepat jika para terdakwa dijatuhi pidana penjara seumur hidup," pungkasnya.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Jogja menganulir vonis hukuman mati terhadap terdakwa Waliyin dan Ridduan menjadi penjara seumur hidup. Humas PN Sleman Cahyono saat dikonfirmasi membenarkan hal tersebut.
Cahyono mengatakan kedua terdakwa sebelumnya telah mengajukan banding atas vonis mati majelis hakim PN Sleman. Pada akhirnya banding dikabulkan oleh PT DIY.
"Putusan banding yang mutilasi (terdakwa Waliyin dan Ridduan) jadi seumur hidup. Barusan turun," kata Cahyono kepada wartawan, Jumat (19/4/2024).
Cahyono mengatakan dalam amar putusan banding, majelis hakim PT DIY menyatakan terdakwa Waliyin dan Ridduan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana. Hakim kemudian menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap kedua terdakwa.
"Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa oleh karena itu masing-masing dengan pidana penjara seumur hidup," kata Cahyono.
Selanjutnya, majelis hakim menetapkan agar para terdakwa tetap dalam tahanan.
(apl/apl)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa