Walhi Soroti Pengelolaan Sampah Jogja Pakai Teknologi RDF

Walhi Soroti Pengelolaan Sampah Jogja Pakai Teknologi RDF

Dwi Agus - detikJogja
Senin, 25 Mar 2024 17:39 WIB
Warga membuang sampah ke Depo Mandala Krida, Kota Jogja, beberapa waktu lalu.
Warga membuang sampah ke Depo Mandala Krida, Kota Jogja, beberapa waktu lalu. Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jogja -

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyoroti pengelolaan sampah di Jogja dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF). Walhi menilai RDF memiliki dampak negatif jika diterapkan saat ini di Jogja.

Kadiv Kampanye Walhi DIY Elki Setiyo Hadi mengatakan tidak semua sampah dapat diolah dengan teknologi RDF. Alih-alih bertujuan mengolah, teknologi ini dianggap mubazir. Ini karena berpotensi terjadi penumpukan sampah anorganik yang tidak terolah.

"Di sisi lain justru akan terjadi impor sampah, seperti di beberapa wilayah yang telah menggunakan teknologi RDF. Pembakaran RDF juga tidak menutup kemungkinan dapat berakibat pada terjadinya pelepasan karbon ke udara yang semakin memperparah terjadinya perubahan iklim," jelas Elki saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (25/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teknologi RDF, lanjutnya, tidak bisa dengan asal diterapkan. Menurutnya perlu ada persiapan dengan matang dan sistematis. Diawali dengan pemilahan sampah organik dan anorganik. Berlanjut dengan pemilahan sampah anorganik yang bisa terolah dengan teknologi RDF.

Diketahui, teknologi RDF adalah pengolahan sampah menjadi bahan baku bakar. RDF nantinya akan digunakan sebagai campuran batu bara. Metode yang diusung adalah dengan menurunkan kadar air sampah kering hingga di bawah 25 persen. Selain itu juga menaikkan nilai kalornya.

ADVERTISEMENT

Terdapat 4 tahapan utama dalam proses RDF. Diawali dengan proses pemecahan (crushing), pengeringan (drying). Berlanjut dengan pemisahan dan pemecahan kembali (sorting and crushing) dan pemadatan (solidtying). Sebelum melalui rangkaian proses, sampah dari tempat pembuangan dimasukkan ke dalam penampungan sebelum diolah menjadi RDF.

"Kalau tidak total dalam memilah sampah yang tepat maka tidak optimal RDF-nya. Seharusnya pemerintah mengutamakan pengelolaan dan pemulihan lingkungan, bukan menggunakan sampah-sampah yang ada di TPA Piyungan untuk RDF," ujarnya.

Penggunaan teknologi RDF mengemuka usai penutupan TPA Piyungan. Setidaknya saat ini Kabupaten Sleman dan Kota Jogja telah mengadaptasi metode ini.

Pemkab Sleman menerapkan teknologi ini di TPST Tamanmartani, Kalasan. Sementara Pemkot Jogja memanfaatkan pinjaman lahan dari Pemda DIY di Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Namun hal ini berujung penolakan dari warga Sitimulyo.

"Proyek-proyek pengelolaan sampah sebelumnya telah merugikan warga, sehingga penolakan yang dilakukan oleh warga. Selama 30 tahun masyarakat di sekitar TPA Piyungan mengalami dampak negatif lingkungan hidup yang signifikan terutama terkait pencemaran air," ujarnya.

Walhi, lanjutnya, menyarankan pemerintah menerapkan paradigma desentralistik. Wujudnya berupa keterlibatan semua elemen termasuk masyarakat dalam mengelola sampah. Fokusnya merancang solusi yang sesuai dengan karakteristik setempat.

Elki juga mendesak agar pemerintah terbuka terkait informasi persampahan. Dalam kasus ini adalah terkait rencana pengelolaan sampah hingga penutupan TPA Piyungan. Langkah ini guna membangun kepercayaan dan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

"Kami juga menekankan adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan. Lalu Pemerintah juga mendorong program-program yang berfokus pada pencegahan dan pengurangan sampah di tingkat lokal," katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja Sugeng Darmanto tak ambil pusing atas kritikan Walhi itu. Jajarannya memilih untuk lebih fokus pada penanganan sampah di Kota Jogja. Termasuk adaptasi penggunaan teknologi RDF.

"Saya memilih untuk tidak menanggapi, tapi justru berharap Walhi membantu darurat sampah di Sleman, Bantul, dan Jogja," ujar Sugeng saat diwawancarai.

Pihaknya kini fokus pada pengelolaan sampah pascapenutupan TPA Piyungan. Terlebih TPA ini akan tutup permanen pada 15 April mendatang sehingga Kota Jogja tidak bisa lagi menyetorkan sampah ke lokasi tersebut.

"Kami lebih fokus pada yang bisa dikerjakan dengan kondisi waktu yang sempit mendekati 15 April penutupan total TPA Piyungan," bebernya.




(rih/apl)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjogja

Hide Ads