Cerita Mahfud 16 Tokoh Masyarakat Minta Megawati Pimpin Reparasi Demokrasi

Round-Up

Cerita Mahfud 16 Tokoh Masyarakat Minta Megawati Pimpin Reparasi Demokrasi

Tim detikJogja - detikJogja
Selasa, 12 Mar 2024 06:04 WIB
Mahfud MD dan Ganjar Pranowo saat ditemui di kediaman Butet Kartaredjasa, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Senin (11/3/2024).
Foto: Mahfud MD dan Ganjar Pranowo saat ditemui di kediaman Butet Kartaredjasa, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Senin (11/3/2024). (Dwi Agus/detikJogja)
Jogja -

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03, Mahfud Md menceritakan adanya pertemuan antara 16 tokoh masyarakat dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri pekan lalu. Dalam pertemuan itu, para tokoh meminta Mega memimpin suatu gerakan perbaikan demokrasi.

Mahfud menyampaikannya di kediaman budayawan Butet Kartaredjasa di Tamantirto, Kasihan, Bantul, Senin (11/3/2024). Dia mengungkapkan pertemuan tersebut terjadi pada Jumat (8/3/2024).

"Saya hari Jumat 3 hari lalu bertemu dengan 16 tokoh masyarakat, bersama Bu Mega dan Pak Hasto (Kristiyanto, Sekjen PDIP). Ada seorang itu forumnya pada masyarakat itu ada beberapa profesor, kemudian ada tokoh-tokoh gerakan anti korupsi seperti Herliana. Kemudian dari gerakan perempuan dan pokoknya ada 16," kata Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu menuturkan, belasan tokoh masyarakat itu menyoroti kondisi demokrasi di Indonesia.

Salah satu tokoh yang hadir, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Sulistyowati menyebut demokrasi Indonesia dalam kondisi porak poranda. Dia pun mendorong adanya perbaikan demokrasi.

ADVERTISEMENT

Tujuannya, supaya sistem demokrasi Indonesia yang sudah terbentuk bisa diselamatkan. Jadi tidak kembali ke era sebelum Reformasi 1998.

Ganjar Pranowo dan Mahfud MD ditemui di kediaman Butet Kartaredjasa, Kasihan Bantul, Senin (11/3/2024).Ganjar Pranowo dan Mahfud MD ditemui di kediaman Butet Kartaredjasa, Kasihan Bantul, Senin (11/3/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Minta Megawati Pimpin Gerakan Reparasi Demokrasi

Dalam kunjungannya ke rumah Butet, Mahfud mengatakan Prof Sulistyowati meminta Megawati bersedia memimpin suatu gerakan untuk memperbaiki demokrasi.

"Bu Sulistyawati mengatakan sekarang harapan kami untuk menuntut gerakan memperbaiki dan mereparasi demokrasi dan bu Megawati mau memimpin. Karena apa, karena ini jika dibiarkan nanti ke depannya enggak ada demokrasi," paparnya.

Jika kondisi saat ini berlanjut, forum 16 tokoh menilai demokrasi di Indonesia bisa buyar. Kesempatan maju dalam kontestasi politik hanya didominasi kelompok terkuat. Diibaratkan sosok kontestan harus jadi penguasa dulu. Setidaknya pula dekat dengan penguasa atau memiliki modal yang lebih.

Kondisi ini, menurut Mahfud, terjadi dalam berbagai macam politik. Tercermin dalam pergerakan yang dilakukan para tokoh maupun partai politik. Alhasil rakyat hanya menjadi penonton dalam kontestasi Pemilu.

"Rakyat tidak akan bisa menentukan karena semua itu terjadi oleh penguasa melalui macam-macam. Ada politik gentong babi, politik pegang kerah leher, dan sebagainya. Itulah terjadi begitu rusak Indonesia ke depan, sehingga mari kita harus perbaiki ini, jangan sampai ini berlanjut," ujarnya.

Megawati Tak Ingin Buru-buru Bersikap

Mahfud melanjutkan, presiden kelima RI tersebut mengaku tidak ingin buru-buru dalam bersikap. Megawati, lanjut dia, masih melihat dinamika politik ke depannya.

Dalam kesempatan ini, Mahfud menjelaskan bahwa Megawati bukan tidak mau memimpin. Namun lebih kepada memposisikan diri terhadap dinamika politik yang terjadi. Ditambah lagi belum ada penetapan resmi dari KPU terkait Presiden dan Wakil Presiden.

"Saya katakan Bu Mega bukan tidak mau memimpin, bukan. Bu Mega itu mau tapi belum saatnya karena perkembangan politik itu masih dinamis. Masih banyak yang akan terjadi," katanya.

Megawati, lanjut Mahfud, juga mempersilakan proses hak angket dan Mahkamah Konstitusi tetap jalan. Kedua proses ini tidak perlu ada campur tangan dari Ketua Parpol. Peran utama dalam menjalankan tekniksnya justru berada di anggota DPR.

"Jadi Bu Mega itu menganggap untuk angket dan hukum itu langsung jalan aja lurus tegas gitu, tapi itu sebenarnya belum perlu belum turun tangan Bu Mega. Bu Mega masih menunggu situasi yang lebih konkret dilihat dari berbagai aspek. Jadi nanti Bu Mega menunggu saat yang tepat untuk peta perbaikan politik ke depan," katanya.




(apu/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads