Jaringan Gusdurian Temukan 58 Penyalahgunaan Wewenang Penyelenggara Negara

Jaringan Gusdurian Temukan 58 Penyalahgunaan Wewenang Penyelenggara Negara

Agus Septiawan - detikJogja
Jumat, 09 Feb 2024 20:31 WIB
Jaringan Gusdurian menyampaikan pernyataan sikap atas kondisi demokrasi jelang Pemilu 2024 di Griya Gusdurian, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (9/2/2024).
Jaringan Gusdurian menyampaikan pernyataan sikap atas kondisi demokrasi jelang Pemilu 2024 di Griya Gusdurian, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (9/2/2024). Foto: Agus Septiawan/detikJogja.
Bantul -

Gardu Pemilu Jaringan Gusdurian temukan 105 dugaan pelanggaran Pemilu oleh peserta maupun konstituen Partai Politik. Dari total tersebut, sebanyak 58 pelanggaran adalah penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara. Baik melalui kebijakan maupun fasilitas negara.

"Selama masa kampanye pemilu 2024 sampai 8 Februari 2024 Gardu Pemilu Jaringan Gusdurian telah mencatat adanya 105 dugaan pelanggaran pemilu. 58 di antaranya dugaan pelanggaran tersebut terkait dengan penyalahgunaan wewenang penyelenggara negara," terang Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid di Griya Gusdurian, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (9/2/2024).

Lebih lanjut Alissa mengatakan temuan ini adalah bukti demokrasi tercederai. Terlebih penyalahgunaan wewenang berlangsung secara terbuka. Baik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga para menteri dalam kabinet pemerintahannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kondisi ini adalah ancaman terhadap integritas dan martabat Pemilu. Jaringan Gusdurian bertekad untuk turut mengoreksi hal ini dan mengawal proses politik elektoral agar sejalan dengan nilai perjuangan Gus Dur yang meletakkan kemanusiaan di atas kepentingan politik," jelasnya.

Pemilu, lanjutnya, adalah prosedur pergantian kepemimpinan secara demokratis. Dalam pemilu, suara rakyat adalah instrumen legitimasi. Selain itu juga untuk memastikan proses peralihan kekuasaan berlangsung damai, terbuka, adil, dan bermartabat.

ADVERTISEMENT

"Karena itu keseluruhan proses pemilu harus transparan, akuntabel dan tak partisan sehingga hasilnya mendapat kepercayaan penuh dari publik," katanya.

Atas kondisi ini, Jaringan Gusdurian menyampaikan pernyataan sikap. Berlangsung di Griya Gusdurian, Banguntapan, Bantul, aksi ini dipimpin langsung oleh Alissa Wahid. Terdapat tujuh butir pernyataan sikap mengkritisi kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.

Seruan pertama adalah menyayangkan ada sejumlah dugaan pelanggaran yang terjadi sebelum dan selama masa kampanye terbuka Pemilu 2024. Terutama pelanggaran netralitas pejabat dan aparat negara hingga penyalahgunaan sumber daya negara.

"Kedua, kami menuntut para penyelenggara negara dari pusat hingga daerah, khususnya Presiden sebagai kepala negara, para penegak hukum, TNI-POLRI, dan kejaksaan, untuk tetap menjaga integritas, kejujuran, dan sikap netral agar proses politik pemilu dapat berlangsung dengan demokratis, jujur, adil, dan bermartabat," ujarnya.

"Penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu adalah penanda akan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan setelah pemilu," lanjutnya.

Seruan ketiga mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya. Caranya dengan memilih sesuai dengan hati nurani atas pertimbangan rekam jejak. Penentuan pilihan ini bukan karena intimidasi, paksaan, maupun iming-iming berupa materi.

Seruan keempat adalah menuntut integritas, keadilan, dan profesionalisme para penyelenggara pemilu. Adanya temuan pelanggaran etika KPU oleh DKPP menjadi catatan penting. Ini karena telah merusak integritas pemilu dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara.

Seruan kelima mengajak para tokoh agama untuk tetap menjadi teladan moral. Selain itu turut mengawal penyelenggaraan Pemilu agar tetap berpijak pada moralitas, etika, nilai- nilai kejujuran dan kemanusiaan. Lalu membimbing umatnya untuk ikut menjaga Pemilu.

Seruan keenam mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama mengawal Pemilu 2024. Agar berlangsung secara adil, bersih, jujur dan bermartabat. Tentunya sesuai dengan semangat demokrasi dan konstitusi.

"Lalu terakhir, ketujuh, mengimbau semua pihak untuk menjaga situasi damai dan mencegah segala potensi konflik kekerasan," pesannya.




(apl/apl)

Hide Ads