Pohon mangga di Keraton Jogja disebutkan memiliki jenis varietas yang hanya dapat ditemui di lokasi tersebut. Mangga ini berbeda dari mangga pada umumnya dengan rasa yang cenderung lebih manis.
Mengingat langkanya pohon tersebut, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Jogja pun melakukan proses identifikasi lebih lanjut agar penyebaran benih dapat segera dilakukan sebagai upaya duplikasi.
"Kita mengadakan suatu determinasi dengan bagian pohon itu sampai dengan buahnya dan ini ternyata tidak ada yang menyamai di daerah lain. Tapi ternyata ada beberapa yang harus kita tambahin untuk tingkat penyebarannya," kata Kabid Pertanian DPP Kota Jogja, Eny Sulistyowati kepada detikJogja, Rabu (20/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikJogja, berikut lima fakta tentang pohon mangga langka yang terletak di Keraton Jogja.
Berusia Lebih dari 100 Tahun
Eny menjelaskan bahwa usia pohon mangga tersebut telah mencapai lebih dari 100 tahun. Menurut informasi dari Gusti Condrodiningrat, pohon ini sudah berdiri sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I.
"Kami diberi informasi dengan adiknya Sultan, Gusti Condro. Gusti Condro itu satu-satunya orang yang memperhatikan tanaman yang ada di Keraton. Ternyata beliau itu menginginkan tidak hanya di tanaman buah, tetapi tanaman bunga, tanaman toga (obat keluarga), dia itu bilang ini jangan sampai hilang di Keraton," kata dia.
"Kalau untuk mangga ini memang hampir semua yang ada di sana umurnya sudah ratusan tahun, dari HB I, ada yang HB VIII," lanjut Eny.
Pihak DPP sendiri telah mengidentifikasi dua jenis mangga langka yang ada di sana, yakni mangga semar dan mangga cempuro.
Lokasi yang Tertutup untuk Umum
Adapun pohon mangga langka tersebut tidak bisa dikunjungi secara bebas oleh masyarakat yang hendak melihat tampak aslinya. Ini disebabkan oleh letak pohon yang berada di bagian Keputren, Keraton Jogja.
"Ada satu lagi yang belum bisa diulik di sana karena posisinya di Keputren. Jadi tidak sembarang orang boleh masuk. Ada batas-batasan wilayah, kita tidak boleh langsung masuk. Bukan (pohon mangga) yang di depan," tutur Eny.
Dilakukan Sertifikasi
Untuk melestarikan pohon mangga tersebut, Dinas Pertanian dan Pangan berupaya melakukan sertifikasi sehingga penyebaran benih dapat disegerakan.
"Kita sudah ada gambaran untuk pelepasan penyebaran. Jadi tidak hanya di nomor daftar saja. Kalau sertifikasi itu agar tanaman ini sudah diakui bahwa satu-satunya punya wilayah. Jadi memang tidak boleh ada yang menyamai dari sisi apa pun, apalagi dari buahnya," ucap Kabid Pertanian DPP Kota Jogja itu.
Disirami Dawet
Carik Kawedanan Radyo Kartiyoso, RA. Siti Amiroel Noorsoendari (50), menjelaskan terdapat ritual yang diperintahkan keraton untuk merawat pohon-pohon berbuah manis seperti mangga yaitu dengan disirami minuman dawet yang dilakukan ketika pertama kali ditanam dan ketika sudah tumbuh besar secara berkala. Ritual ini dipercaya dapat memberi asupan gizi dan kebutuhan mineral bagi pohon tersebut.
"Jadi ketika kita menanam pohon yang buahnya manis itu biasanya disiramnya pakai dawet. Kemudian nanti berapa bulan sekali atau setahun sekali kita siram lagi pakai dawet," ujarnya kepada detikJogja, Rabu (20/12).
Bermakna Mau Menerima Apapun
Amiroel menerangkan mangga yang dalam bahasa Jawa adalah pelem berkaitan dengan kata gelem yang artinya mau. Pohon mangga dimaknai bahwa semua yang diberikan harus diterima dan tidak boleh ditolak.
"Prinsip sendiko dawuh dari situ. Jadi apa pun yang ada di depan kita harus kita terima nggak bisa kita tolak entah itu kadang jauh dari logika harus kita terima. Karena Insya Allah kalau kita sendiko dawuh itu ada jalan," ucap Amiroel.
Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani dan Anandio Januar, Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ams/ahr)
Komentar Terbanyak
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
Lokataru Sebut Delpedro Marhaen Tetap Semangat Meski Ditetapkan Tersangka
Direktur Lokataru Delpedro Marhaen Jadi Tersangka Penghasutan Aksi Anarkis