Ragam Respons di Balik 'Kritik' Nominasi Jokowi Alumnus Memalukan

Ragam Respons di Balik 'Kritik' Nominasi Jokowi Alumnus Memalukan

Tim detikJogja - detikJogja
Senin, 11 Des 2023 12:06 WIB
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) UGM menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai alumnus paling memalukan.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) UGM menobatkan Presiden Joko Widodo sebagai alumnus paling memalukan. (Foto: Agus Septiawan)
Jogja -

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Gadjah Mada memberikan nominasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai alumnus memalukan. Nominasi ini mendapat beragam respons dari pihak kampus hingga istana.

Nominasi itu diberikan saat acara diskusi publik dan mimbar bebas di utara Bundaran UGM, Jumat (8/12/2023) lalu. Di acara diskusi itu terpasang satu banner besar bergambar Jokowi.

Banner itu bertulisan 'BEM KM UGM Presents Penyerahan Nominasi Alumnus UGM Paling Memalukan'. Di bawahnya tertulis 'Mr Joko Widodo' dan di pojok bawah terdapat tulisan '2014-2024?', '1980-1985'. Foto Jokowi dalam banner itu pun diedit sedemikian rupa dengan latar gedung istana dan gedung UGM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Foto Jokowi juga diedit memakai jas serta mahkota dan memakai jas almamater UGM serta caping.

Alasan BEM KM UGM Beri Nominasi Alumnus Memalukan

Ketua BEM KM UGM, Gielbran Muhammad menyebut nominasi itu diberikan sebagai wujud kekecewaan selama dua periode kepemimpinan Jokowi masih ada masalah fundamental yang belum terselesaikan.

ADVERTISEMENT

"Mulai dari kasus korupsi, yang sekarang justru, pimpinan KPK yang notabene merupakan garda terdepan pemberantasan korupsi justru menjadi pelaku kriminal," kata Gielbran saat ditemui wartawan di sela diskusi, Jumat (8/12).

"Belum bicara soal kebebasan berpendapat. Revisi UU ITE sangat amat mempermudah para aktivis untuk dikriminalisasi, belum bicara soal konstitusi," sambungnya.

Dia juga menilai beberapa indikator yang membuat Jokowi mendapat nominasi tersebut. Dia menyinggung soal sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya memuluskan jalan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju cawapres.

"Di akhir periode beliau justru beliau menghendaki perpanjangan kekuasaan layaknya seorang raja Jawa," imbuhnya.

Dia lalu menyoroti indeks demokrasi yang dinilainya makin merosot. Menurutnya, semakin banyak kasus kriminalisasi. Gielbran juga menyebut Jokowi merupakan representasi Orde Baru dengan gaya baru.

"Jelas banyaknya korban yang diskriminasi, kemudian sekarang banyak sekali intimidasi dan represifitas. Kita menyebutnya tidak hanya semacam Orde Baru tapi orde paling baru karena bentuk represifitasnya dibentuk dikemas dalam bentuk yang lain tetapi kejamnya sama. Otoriternya sama tapi dibungkus layaknya seorang yang innocent yang tak berdosa," katanya.

Gielbran lalu menyinggung soal dinasti politik yang tak mencerminkan nilai-nilai UGM. Oleh karena itu, dia pun menilai Jokowi pantas disebut alumnus UGM paling memalukan.

"Beliau yang secara vulgar terpampang di depan mata kita, sehingga saya rasa tadi tidak ada momentum lain selain sekarang untuk menobatkan beliau sebagai alumnus UGM yang paling memalukan," ujar dia.

Respons Pihak Kampus

Suasana Balairung Gedung Rektorat UGM pagi ini, pasca demo, Senin (2/5) kemarinSuasana Balairung Gedung Rektorat UGM pagi ini, pasca demo, Senin (2/5) kemarin Foto: Dok. Istimewa

Sekretaris UGM Andi Sandi menyebut aksi mahasiswa itu masih dalam koridor penyampaian aspirasi. Oleh karenanya pihak kampus tak melarang aksi tersebut.

"Saya melihatnya itu adalah gerakan moral dari mahasiswa. Kami di UGM tetap memberikan ruang kepada mahasiswa kami untuk bersuara. Mahasiswa mempunyai hak bersuara, kami di UGM sangat menghargai proses pembelajaran dan kebebasan mimbar bagi anak-anak kami. Kami tidak bisa melarang mereka karena mereka mempunyai kebebasan," ujar Sandi saat dihubungi detikJogja, Sabtu (9/12).

"Kami melihatnya ini adalah gerakan yang disampaikan oleh teman-teman mahasiswa masih dalam koridor untuk memberikan kritik dan saran serta penyaluran aspirasi. Proses itu dilakukan dengan cara-cara yang menurut kami masih dalam batasan-batasan seperti tidak membuat kekacauan dan merusak ketertiban umum," sambungnya.

Andi menerangkan kampus memberikan izin kepada mahasiswa jika ingin melakukan aksi serupa. Namun, UGM mengingatkan agar aksi-aksi yang dilakukan tetap memenuhi peraturan perundang-undangan.

"Yang pasti tidak mengganggu ketertiban masyarakat. Silakan dilanjutkan tapi tetap ada batasan mengingat kita merupakan institusi pendidikan. Bagaimana kita menyampaikan kritik itu dengan santun dan etis," tuturnya.

Andi menyebut pihaknya siap memfasilitasi jika nantinya ada komunikasi dari pihak Presiden Jokowi dengan mahasiswa. Sebab, Sandi melihat hal ini sebagai bagian dari demokratisasi.

"Kalaupun nanti ada komunikasi dari pihak presiden terkait hal ini, kami akan ajak untuk duduk bersama dengan mahasiswa. Kami pihak administrasi UGM akan memberikan ruang. Tapi kami juga melihat ini merupakan sebuah proses demokratisasi, proses kritik itu bisa dilakukan. Jangan antikritik, tapi kalau mengkritik itu juga jangan ngawur dan tidak melanggar aturan dan etika," jelas Sandi.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Tak lupa, pihak UGM memberikan imbauan kepada mahasiswa jika terjadi aksi serupa jelang tahun politik. Jangan sampai aksi dimanfaatkan oleh golongan-golongan tertentu.

"Mohon dengan sangat karena ini situasi politik jangan sampai kegiatan penyampaian aspirasi dimanfaatkan oleh golongan tertentu untuk mengarahkan kepada capres cawapres, legislatif ataupun partai tertentu. Penyampaian harap menjaga tata cara kita sebagai orang timur yakni dengan cara yang sangat etis dan tidak mengganggu ketertiban umum dan melanggar aturan," pesan Sandi.

Kritik Mahasiswa Dinilai Vitamin buat Istana

Koordinator Stafsus Presiden, Ari DwipayanaKoordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana Foto: Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana (Eva/detikcom)

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai kritik mahasiswa itu merupakan hal wajar. Sebab, Indonesia merupakan negara demokrasi yang membebaskan warganya berpendapat.

"Dalam negara demokrasi, yang namanya kritik, yang namanya pujian dan kepercayaan (trust) terhadap penyelenggara negara adalah hal yang wajar," kata Ari kepada wartawan, Sabtu (9/12).

Ari juga menyinggung penilaian terhadap kinerja selalu ada pihak yang puas dan tidak puas. Oleh karena itu, Ari mengajak untuk melihat survei terhadap kinerja Jokowi.

Ari lalu menyinggung soal upaya membangun opini di tengah kontestasi pemilu adalah hal wajar. Namun, opini ini wajib diperkuat dengan argumentasi fakta dan bukti.

"Upaya menarik perhatian, membangun opini di tengah kontestasi politik (pemilu) dengan kepentingan politik elektoral juga sah-sah aja. Tapi semua opini itu harus diuji dengan argumentasi, dengan fakta, dengan bukti," ujarnya.

Lebih lanjut, Ari mengatakan semua kritik dan pujian yang ada selalu menjadi vitamin bagi pemerintah, khususnya Jokowi, untuk meningkatkan kerja.

"Semua input, baik pujian ataupun kritik, akan selalu menjadi 'vitamin' untuk meningkatkan kinerja pemerintahan sehingga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," tutup Ari.

Halaman 2 dari 2
(ams/dil)

Hide Ads