Tarif prostitusi online atau yang sering disebut open BO di Jogja disebut sebagai yang tertinggi se-Indonesia. Hal itu terungkap dari survei yang dilakukan CNBC Indonesia Intelligence Unit.
Sosiolog UGM, Derajat Sulistyo Widhyarto menilai tarif open BO Jogja yang tinggi tak lepas dari perkembangan tata kota. Derajat mengatakan, sebelum ada media sosial, pekerja seks dulu hanya mangkal di pinggir jalan atau berada di rumah bordil.
"Jogja sekarang berkembang mengikuti konsep metropolis dalam arti perkembangan seperti Jakarta, soal perkembangan kotanya, soal pembangunan kotanya, fasilitas perkotaannya sudah kayak Jakarta. Saya kira kondisi yang seperti itu memicu meningkatnya (tarif) BO itu," kata Derajat saat dihubungi detikJogja, Selasa (5/9/2023).
Tingginya tarif open BO juga tak lepas dari pekerja seks yang bermigrasi ke Jogja. Meski upah di Jogja rendah, para pekerja seks itu punya pangsa pasar sendiri. Para pelancong yang ke Jogja, misalnya.
Selain itu, gaya hidup masyarakat metropolitan yang dibawa ke Jogja juga berpengaruh terhadap tarif open BO.
"Sebenarnya nggak cuma wisatawan, tapi migran kota besar yang bukan wisatawan mereka membeli aset di Jogja dan menggunakan gaya hidup metropolitan. Jadi yang dibawa itu bukan cuma duit tapi gaya hidup. Ketika gaya hidup itu memunculkan (tarif) open BO yang tinggi," urainya.
Derajat juga melanjutkan, dengan kondisi bisnis prostitusi saat ini, konsumen semakin luas. "Pelajar, mahasiswa bisa jadi konsumen. Karena semakin luas dan tidak terkontrol mereka (pekerja seks) menentukan harga semaunya," bebernya.
Tarif open BO juga bergantung dengan status pekerja seks dan usia. Pekerja dengan status mahasiswa disebut memiliki harga yang lebih tinggi.
"Mahasiswa itu harganya mahal karena diasumsikan perawan, masih muda, sampai kayak gitu. Itu bukan sesuatu yang tabu karena tamu-tamu dari luar itu mereka sudah punya jaringan yang sudah tidak bisa dikontrol," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(aku/dil)