Partai Demokrat membongkar kesepakatan sepihak antara NasDem dan PKB untuk duetkan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Keputusan ini dipandang hanya untuk tetap mempertahankan ceruk pemilih Anies.
Pakar politik UGM Arya Budi menilai sejak Demokrat mendesak agar Anies mengumumkan nama cawapres terjadi perpecahan di internal Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Namun, dia tidak menyangka manuver Surya Paloh sebagai Ketum NasDem justru memilih Cak Imin yang sudah hampir setahun bersama Prabowo Subianto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya tidak mengagetkan terlepas dari tujuan karena NasDem itu sejak awal terlibat konflik yang serius dan perang terbuka dengan Demokrat. Jadi ini tidak mengagetkan di dalam pecahnya koalisi perubahan," kata Arya saat dihubungi wartawan, Jumat (1/9/2023).
"Yang agak mengagetkan adalah pilihan NasDem, manuver NasDem untuk mengajak Cak Imin karena skenario yang muncul sebelumnya adalah NasDem bergabung dengan Ganjar," sambungnya.
Akan tetapi, Arya menilai sejak tahun 2019 partai-partai mulai sadar dengan memiliki calon sendiri maka akan mengerek elektoral partai.
"Tetapi kan NasDem lebih bagus dia mencalonkan presiden meskipun angkanya tidak kuat daripada menjadi cawapres karena semua partai berebut efek ekor jas dalam pemilu serentak," urainya.
"Nah partai sedang menghitung itu, makanya Surya Paloh berusaha menempatkan kader atau calonnya sebagai capres dan cawapres," sambungnya.
Gelagat perilaku memilih massa itu lah yang kemudian dibaca NasDem. Menurutnya, NasDem sudah belajar dari pengalaman pemilu di 2014-2019. Mereka mendapatkan keuntungan intensif yang tidak kecil dari keputusan mereka mengusung Jokowi.
"Itu yang kemudian menjelaskan dalam konteks ini NasDem berusaha untuk tetap mengusung Anies atau tetap mempunyai capres dari mereka. Meskipun Anies secara struktural tidak menjadi kader NasDem tetapi NasDem ini berusaha merawat memori publik bahwa ya Anies ini orang NasDem, yang mencalonkan NasDem," urainya.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya....
Meski demikian, pemasangan Anies dengan Cak Imin belum tentu bisa saling melengkapi atau mengerek suara. Apalagi meskipun PKB kuat secara basis massa maupun kursi, Cak Imin ini secara elektabilitas tergolong rendah.
"Anies berpasangan dengan Cak Imin itu juga belum tentu juga menutupi kekurangan Anies di Jateng maupun di Jatim karena kelompok nahdliyin besar di ceruk pemilih Jatim, Jateng," sebutnya.
Arya juga menilai, meskipun PKB punya kursi belum tentu juga mesinnya bekerja. Dia juga mengingatkan saat momen Jokowi memilih Ma'ruf Amin sebagai wapres di menit akhir. Oleh karena itu dia menilai dinamika dalam koalisi ini masih belum stabil.
"Jadi dinamikanya masih fragile. Masih belum stabil belum tentu poros itu tercipta dan kalaupun tercipta belum tentu akan berakhir dengan komposisi yang sekarang muncul. Menjelang nanti pendaftaran di Oktober," pungkasnya.
Komentar Terbanyak
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa