Pakar UGM Sebut Fatalitas Kecelakaan Lebih Besar Jika SIM Seumur Hidup

Pakar UGM Sebut Fatalitas Kecelakaan Lebih Besar Jika SIM Seumur Hidup

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Jumat, 04 Agu 2023 21:11 WIB
Ilustrasi SIM A dan C
Ilustrasi SIM. Foto: Rachman_punyaFOTO
Jogja -

Permintaan sejumlah pihak agar Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi UU LLAJ tentang SIM agar berlaku seumur hidup mendapat sorotan pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurhasan Ismail.

"Tidak sepantasnya permohonan uji materi ini mendapat perhatian, apalagi kemudian diakomodasi dengan mengubah ketentuan pasal 85 ayat 2 UU LLAJ. Kalau misalnya berlaku seumur hidup, berarti evaluasi itu tidak ada," kata Nurhasan lewat keterangan resmi, Jumat (4/8/2023).

"Kalau evaluasi tidak ada, saya khawatir tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas akan lebih besar," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nurhasan mengatakan tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas saat ini terbilang tinggi. "Setiap hari 75 orang meninggal di jalan. Makanya WHO mengatakan jalan itu menjadi pembunuh nomor lima di dunia," jelasnya.

Nurhasan mengatakan, masa berlaku SIM selama lima tahun yang selanjutnya bisa diperpanjang lagi itu bukan sekadar persoalan administratif. Aturan tersebut bagian dari upaya mengevaluasi kemampuan pengemudi yang kemungkinan menurun seiring berjalannya waktu. Maka itu perlu dites ulang lewat uji kesehatan dalam proses perpanjangan SIM.

ADVERTISEMENT

"Kenapa kok yang diuji dalam perpanjangan SIM hanya uji kesehatan? karena bagaimanapun kesehatan badan manusia itu kan selalu berubah. Dalam Rentang waktu lima tahun itu terbuka untuk berubah. Memang ada orang yang mungkin tidak terpengaruh dengan jangka-jangka waktu itu. Tapi orang lain bisa berpengaruh tentang kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani," terangnya.

Senada disampaikan Peneliti Pusat Transportasi dan Logistik UGM, Dewanti. Dia mengatakan, masa berlaku SIM selama lima tahun itu penting untuk melihat sejauh mana pemegang SIM mampu menggunakan kendaraannya. Hal itu perlu dilihat sejauh mana tingkat kesehatan jasmani dan rohani pemegang SIM tersebut lewat uji kesehatan.

"Untuk seseorang bisa mengemudikan dengan baik itu tentunya dia harus sehat. Di sini sehat jasmani maupun rohani," ujarnya.

Dijelaskan Dewanti, syarat sehat jasmani berarti pemegang SIM tidak ada kendala dalam mengoperasikan kendaraannya. Maksudnya, seluruh indera tubuh seperti penglihatan, pendengaran, dan respons untuk mengidentifikasi objek di jalan masih berfungsi normal.

"Harus juga sehat rohani atau kejiwaannya. Dalam mengemudi tentunya butuh kondisi di mana dia harus mengambil keputusan yang tepat terkait keselamatan dirinya sendiri ataupun keselamatan orang lain," ucapnya.

Oleh karena itu, menurut Dewanti, pemanfaatan SIM tidak boleh berlaku seumur hidup. Menurutnya, perlu ada evaluasi rutin seperti yang berlaku sesuai UU LLAJ.

"SIM perlu ada masa berlakunya. Karena tadi, pengemudi akan memiliki kondisi yang berubah terkait usianya, kemampuannya,kesehatannya. Seseorang tidak akan memiliki kondisi kesehatan yang prima selamanya," pungkasnya.




(dil/ahr)

Hide Ads