Cerita Ngenes Korban Koperasi di Mojokerto, Dituduh Utang hingga Ratusan Juta

Cerita Ngenes Korban Koperasi di Mojokerto, Dituduh Utang hingga Ratusan Juta

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Jumat, 02 Sep 2022 21:17 WIB
KPRI Budi Arta
Kantor Koperasi Guru Budi Arta Mojokerto. (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Korban Koperasi Guru KPRI Budi Arta Mojokerto bukan hanya tidak bisa mencairkan tabungan atau simpanan. Ada juga sebagian dari mereka menjadi korban kredit fiktif. Bahkan ada yang utangnya cuma belasan juta rupiah, saat hendak melunasi malah dituduh masih punya utang ratusan juta rupiah.

Para korban koperasi KPRI Budi Arta Mojokerto itu menduga WW dan MK yang telah membuat kredit fiktif demi mengemplang dana KPRI Budi Arta. MK adalah Ketua Koperasi KPRI Budi Arta yang telah dilengserkan, sedangkan WW adalah putri MK yang kini masi jadi karyawan koperasi urusan masuk keluarnya uang.

Salah satu korban yang mengalami itu adalah Yuliana, seorang guru TK Negeri Pembina Bangsal. Meski belum pensiun, ia keluar dari koperasi untuk menarik simpanan wajib miliknya Rp 14,7 juta pada September 2021. Bukannya menerima haknya, ia justru dicatat mempunyai pinjaman di koperasi hingga Rp 61 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tidak pernah pinjam di Budi Arta sama sekali. Saya kaget tiba-tiba nama saya tercantum sebagai peminjam Rp 61 juta. Tahunya dari teman-teman anggota dan di pembukuan RAT (rapat anggota tahunan) akhir 2021," jelasnya.

Yuliana juga menceritakan, bahkan temannya sesama guru yang sudah meninggal pada Juni 2021 bernama Sugiati juga jadi korban kredit fiktif. Tak tanggung-tanggung, Sugiati diklaim punya utang di KPRI Budi Arta Rp 70 juta. Sementara simpanan wajib hak Sugiati senilai Rp 14,7 juta tak kunjung dicairkan WW.

ADVERTISEMENT

"Bahkan, teman saya yang sudah meninggal dunia bulan Juni 2021 juga diperlakukan sama, dicatat punya utang Rp 70 juta. Saya tidak tahu bagaimana cara pelaku membuat pinjaman fiktif itu. Saya tidak pernah disuruh mengangsur, orangnya tidak berani," terangnya.

Kondisi lebih parah dialami Khurotin, Kepala SDN Jolotundo 1, Kecamatan Jetis. Ia memang mempunyai pinjaman di KPRI Budi Arta dengan jaminan BPKB sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2010. Hingga Juni 2022, pinjamannya tersisa Rp 17,5 juta. Di lain sisi, ia mempunyai simpanan wajib di koperasi Rp 7,7 juta.

Khurotin berniat melunasi pinjaman itu beberapa waktu lalu. Tapi segera saja ia urungkan niatnya. Sebab, ia ternyata menjadi korban kredit fiktif yang diduga dibuat oleh WW dan MK. Tak tanggung-tanggung, ia dituduh mempunyai utang Rp 122,5 juta di KPRI Budi Arta.

Ia mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan pinjaman maupun menerima pinjaman sebesar itu dari koperasi. Terlebih lagi ia tidak mungkin menerima pinjaman sebesar itu hanya dengan agunan BPKB sepeda motor buatan tahun 2010.

"Saya punya simpanan wajib Rp 7,7 juta. Maunya saya pakai untuk menutup pinjaman saya, kurangnya saya tambah sendiri. Ternyata kok malah utang saya dibuat segitu besar. Saya tidak mau mencicil utang fiktif itu. Logikanya jaminan BPKB motor saya tidak mungkin dapat pinjaman segitu, apalagi kondisi motor sudah rusak," ungkapnya.

Modus kredit fiktif yang dialami Munir, guru SMPN 1 Ngoro sedikit berbeda. Pinjamannya di KPRI Budi Arta hanya tersisa Rp 2 juta. Ia meminjam dana dari koperasi para guru itu menggunakan jaminan sertifikat rumah. Tiba-tiba saja WW menghubungi dirinya pada Oktober 2021.

WW yang merupakan kasir koperasi itu berdalih keliru mengirim uang ke rekeningnya Rp 30 juta. Tanpa menaruh curiga, saat itu Munir menarik uang itu dari Bank Jatim cabang pembantu Ngoro.

Uang tunai Rp 30 juta itu ia kembalikan kepada WW yang mengambil ke rumahnya. Setelah itu, tiba-tiba saja ia dicatat mempunyai utang Rp 60 juta di KPRI Budi Arta. Ia menduga WW menggunakan bukti transfer ke rekeningnya untuk membuat pinjaman fiktif atas nama dirinya.

"Saya cek di buku piutang koperasi tahun 2021 ada 2 nama saya pinjam masing-masing Rp 30 juta, totalnya Rp 60 juta. Modus WW yang pertama pura-pura salah transfer ke saya, kedua membuat utang fiktif tanpa sepengetahuan saya. Pinjaman itu fiktif sehingga saya tidak mau mencicil. Banyak teman-teman kami yang sudah pensiun dicatat sebagai peminjam oleh WW tanpa sepengetahuan mereka," katanya.

KPRI Budi Arta di Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko beranggotakan sekitar 976 guru TK, SD, SMP, pensiunan guru, serta guru SMA dan SMK di Kabupaten Mojokerto. Semua anggota koperasi itu telah berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Kemelut di KPRI Budi Arta mencapai puncaknya pada 26 Juni 2022. Ketika itu, rapat anggota luar biasa digelar untuk melengserkan ketua koperasi berinisial MK. Sehingga pengurus baru dibentuk dan disahkan 2 Agustus lalu. Ustadzi Rois dipercaya menggantikan posisi MK. Sedangkan putri kandung MK, WW tetap menjadi karyawan koperasi bagian kasir.

Pengurus baru KPRI Budi Arta menempuh jalur hukum. Mereka melaporkan WW dan MK ke Polres Mojokerto terkait dugaan penggelapan dana koperasi yang mencapai Rp 11,196 miliar pada 27 Juli 2022. Sampai saat ini, kasus tersebut masih tahap penyelidikan.

Sementara WW beberapa waktu lalu membantah semua tuduhan para pelapor. Ia mengaku siap mengikuti proses hukum dan meminta keuangan KPRI Budi Arta segera diaudit. Jika tidak terbukti bersalah, janda anak dua asal Desa Puloniti, Kecamatan Bangsal ini bakal melaporkan balik para pengurus baru atas dugaan pencemaran nama baik dirinya dan ayahnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads