Semarak Tari Sodoran Meriahkan Hari Raya Karo di Gunung Bromo

M Rofiq - detikJatim
Sabtu, 09 Agu 2025 19:30 WIB
Tari sodoran saat Hari Raya Karo di Bromo/Foto: M Rofiq/detikJatim
Probolinggo -

Warga tiga desa di lereng Gunung Bromo, yakni Desa Jetak, Ngadisari, dan Desa Wonotoro, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, menggelar perayaan Hari Raya Karo 1947 Saka pada Sabtu (9/8/2025).

Hari besar ini dimaknai sebagai hari lahirnya peradaban manusia dan kehidupan berpasangan.

Dalam tradisi ini, Desa Jetak bertindak sebagai "kemanten (pengantin) putri" sekaligus tuan rumah, Desa Ngadisari menjadi "kemanten putra", sementara Desa Wonotoro berperan sebagai saksi.

Hari Raya Karo di Bromo Foto: M Rofiq/detikJatim


Warga beriringan membawa jimat klontongan berisi peralatan dapur nonlogam dan bambu sodoran sebagai simbol mas kawin.

Hari Raya Karo, yang jatuh pada bulan kedua penanggalan Saka Hindu Tengger, dilengkapi berbagai sesaji seperti kuali, tanduk kerbau, dan gayung kayu.

Puncaknya adalah Tari Sodoran, sebuah tarian sakral yang dibawakan dua penari laki-laki dengan tongkat bambu, melambangkan tekad kaum pria menjaga hubungan manusia, khususnya antara laki-laki dan perempuan.

Uniknya, kaum perempuan dilarang mengikuti ritual hingga tepat pukul 12.00 WIB siang. Mereka baru boleh masuk dengan membawa rantang berisi makanan untuk suami atau ayah yang mengikuti ritual. Setelah didoakan, makanan disantap bersama-sama.

Pasangan wisatawan asal Selandia Baru, Gabriela dan Ralf mengaku terkesan dengan keindahan tradisi ini.

"Cantik sekali melihat orang-orang berpakaian tradisional dan menari. Suasananya mistis namun menyenangkan. Ini pengalaman pertama kami, dan kami akan merekomendasikannya kepada keluarga serta teman di negara saya," ujarnya.

Kepala Desa Jetak, Ngantoro, menjelaskan bahwa Tari Sodoran memiliki filosofi mendalam tentang perjalanan hidup manusia dari kelahiran, pernikahan, hingga menjadi orang tua. Prosesi ini melalui 25 tahapan dengan sesaji yang melambangkan asal-usul manusia.

"Tradisi ini harus dilestarikan, terutama oleh generasi muda," tegasnya.

Sementara itu, Bupati Probolinggo, Haris Damanhuri, menegaskan bahwa Bromo bukan hanya destinasi wisata alam, tetapi juga rumah adat dan budaya. Ia berencana memasukkan tradisi Suku Tengger, termasuk Karo, Sodoran, Kasada, dan upacara unan-unan, ke dalam kalender resmi pariwisata daerah.

"Harapan kami, pengunjung tidak hanya menikmati pemandangan, tapi juga merasakan kearifan lokal masyarakat Tengger," ujarnya.



Simak Video "Video: Penampilan Sal Priadi Tutup Gelaran Jazz Gunung Bromo 2025"

(auh/hil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork