Hari Raya Karo, Tradisi Suku Tengger di Kaki Gunung Semeru

Hari Raya Karo, Tradisi Suku Tengger di Kaki Gunung Semeru

Katherine Yovita - detikJatim
Jumat, 18 Jul 2025 04:00 WIB
Warga Suku Tengger memperlihatkan bekas sabetan rotan pada punggungnya usai mengikuti tradisi ojung di Desa Ranupani, Lumajang, Jawa Timur, Kamis (5/9/2024). Tradisi yang dilaksanakan saat penutupan Hari Raya Karo tersebut bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya/rwa.
Tradisi yang dilaksanakan saat penutupan Hari Raya Karo tersebut bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan. Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Malang -

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengumumkan penutupan sementara jalur pendakian Gunung Semeru selama 10 hari, mulai 17-26 Agustus 2025. Penutupan ini dilakukan dalam rangka menghormati Hari Raya Karo.

Upacara adat tahunan ini digelar masyarakat Suku Tengger di Desa Ranupani, Kabupaten Lumajang. Penutupan jalur pendakian Gunung Semeru tertuang dalam Surat Pengumuman Nomor PG.11/T.8/TU/HMS.01.08/B/07/2025.

Keputusan ini diambil berdasarkan permohonan Kepala Desa Ranupani, mengingat kawasan tersebut menjadi pusat kegiatan adat Karo yang sakral. Pendaki terakhir hanya diizinkan naik hingga 16 Agustus, dan wajib turun dari jalur pendakian paling lambat 17 Agustus pukul 16.00 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna dan Rangkaian Upacara Karo

Hari Raya Karo adalah salah satu upacara adat terpenting bagi masyarakat Suku Tengger. Tradisi ini sarat makna spiritual dan sosial, karena menjadi wujud syukur serta penyucian diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Masyarakat Tengger meyakini bahwa leluhur mereka adalah pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger, yang juga menjadi simbol kesatuan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan. Upacara Karo biasanya diawali dengan tahapan Makekat dan pembacaan mantra Kerti Joyo.

ADVERTISEMENT

Masyarakat kemudian mempersembahkan sesajen sebagai bagian dari penghormatan terhadap leluhur. Ritual ini dilanjutkan dengan Tari Sodoran, yang ditampilkan sepasang muda-mudi berjumlah 12 orang secara bergiliran. Tarian tersebut menjadi simbol regenerasi dalam masyarakat Tengger.

Setelah itu, masyarakat menggelar selametan dan doa untuk Sidi Derma dalam prosesi Santi, dilanjutkan dengan Dederek atau kunjungan silaturahmi antarwarga. Kegiatan ditutup dengan Nyadran atau ziarah ke makam leluhur dan penutupan upacara yang disebut Bawahan di masing-masing desa.

Upacara ini tidak hanya diikuti warga Tengger yang beragama Hindu, tetapi juga masyarakat dari berbagai kepercayaan lainnya. Inilah yang menjadikan Hari Raya Karo sebagai simbol kuat toleransi dan kebersamaan yang sudah mengakar di tengah masyarakat Tengger.

Jalur Pendakian Ditutup Sementara, Ranu Regulo Tetap Dibuka

Selama masa penutupan, TNBTS menghentikan seluruh kegiatan pendakian ke Gunung Semeru, khususnya jalur menuju Ranu Kumbolo. Namun, wisatawan tetap dapat berkunjung dan berkemah di kawasan Ranu Regulo seperti biasa.

Langkah ini diambil untuk menghormati kearifan lokal yang masih terjaga di kawasan Ranupani. Pendaki pun diimbau untuk menyesuaikan jadwal pendakian dan tidak memaksakan diri naik saat jalur masih ditutup. TNBTS akan menempatkan petugas di pintu-pintu masuk selama masa penutupan untuk mencegah adanya aktivitas ilegal.

Jalur pendakian akan kembali dibuka secara normal mulai 27 Agustus 2025. Informasi lengkap tentang jadwal dan kuota pendakian bisa diakses melalui laman resmi TNBTS di bromotenggersemeru.ksdae.go.id.

Penutupan jalur pendakian Gunung Semeru selama Hari Raya Karo bukan hanya soal keamanan atau regulasi. Ini bentuk pelestarian budaya bisa berjalan berdampingan dengan pengelolaan wisata alam. TNBTS menunjukkan komitmen untuk menjaga keseimbangan antara hak masyarakat adat dan antusiasme wisatawan.

Masyarakat Tengger, dengan segala nilai dan tradisinya, bukan hanya penjaga warisan budaya, tetapi pelaku utama dalam pelestarian kawasan Bromo-Tengger-Semeru. Upacara Karo menjadi pengingat bahwa alam, manusia, dan kepercayaan bisa berjalan beriringan, selama ada saling pengertian dan rasa hormat.




(auh/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads