Monumen Pathok Loding, Memori Kelam Tragedi Waduk Blitar Tewaskan 16 Orang

Urban Legend

Monumen Pathok Loding, Memori Kelam Tragedi Waduk Blitar Tewaskan 16 Orang

Erliana Riady - detikJatim
Kamis, 18 Mei 2023 13:01 WIB
Monumen Pathok Loding, Memori Kelam Tragedi Waduk Blitar Tewaskan 16 Orang
Monumen Pathok Loding Blitar (Foto: Dok. Perum Jasa Tirta 1)
Blitar -

Tak banyak yang tahu jika ada sebuah monumen di Waduk Wlingi Raya. Monumen itu adalah monumen Pathok Loding, sebuah monumen yang merekam sejarah kelam kecelakaan kerja proses pembangunan waduk yang membendung Sungai Brantas ini.

Waduk Wlingi Raya lokasinya di Desa Tumpang, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar.
Bendungan milik Kementerian PUPR ini mulai dibangun pada tahun 1972 dan selesai dibangun pada tahun 1979 dengan biaya sebesar Β₯ 18,650 miliar. Bendungan ini kini dikelola oleh Jasa Tirta I.

Jika berkunjung ke sini, dari atas jembatan bendungan jika melihat di sisi timur akan tampak sebuah tiang pasak beton berdiri kokoh di tengah permukaan air. Bagian atas tiang pasak beton itu dari jauh kelihatan seperti segitiga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Monumen Pathok Loding BlitarMonumen Pathok Loding Blitar (Foto: Dok. Perum Jasa Tirta 1)

Namun ketika di-zoom dengan lensa kamera, nampak jelas berupa tumpukan beberapa batu besar dan kecil yang ditata dan saling melekat satu dengan lainnya. Itulah yang dinamakan Monumen Pathok Loding.

Menyadur dari situs resmi Perum Jasa Tirta 1, monumen ini dibangun untuk mengenang pengorbanan dari para pekerja dan tenaga ahli yang meninggal pada masa pembangunan Bendungan Wlingi (1974 - 1977). Salah satu peristiwa tragis yang terjadi adalah tergulingnya perahu yang mengangkut para insinyur Jepang pada saat melakukan survei perencanaan bendungan.

ADVERTISEMENT

Ada 5 nama insinyur Jepang dan 11 nama pekerja proyek yang terpahat pada tumpukan batu yang ada di bagian atas monumen. Tak terbaca jelas deretan nama korban kecelakaan kerja yang terukir di atas tembok marmer yang dipajang di situ.

Ada beberapa nama terukir di batu-batu besar yang tertata di bagian atas. Seperti nama Kiroshi Hoshino yang lahir pada 3 Desember 1927, kemudian ada Masaru Shojiguchi yang lahir pada 12 September 1943. Dan Hitsuhiro Yamaguchi kelahiran 22 Juni 1939. Dalam pahatan di batu, mereka semua ditulis gugur pada 30 Maret 1973.

Dari pahatan di monumen itu, terekam fakta, jika kecelakaan kerja yang menewaskan 16 orang itu terjadi pada 30 Maret 1973.

Cerita Saksi Mata Tragedi Pembangunan Waduk Wlingi Raya Blitar Tewaskan 16 Orang

Monumen Pathok Loding Blitar Batu di monumen Pathok Loding yang berukir nama korban kecelakaan kerja saat pembangunan waduk (Foto: Dok. Perum Jasa Tirta 1)
Seorang pensiunan pekerja di Perum Jasa Tirta 1 bernama Nakman Heryanto merupakan saksi hidup pembuatan monumen itu. Nakman sendiri mulai bekerja di lokasi ini tahun 1975.
Namun warga asli Blitar ini mengetahui awal mula proses pembangunan waduk yang di dalamnya mengalir dua sungai. Yakni Sungai Loding yang mengalir masuk ke aliran Sungai Brantas.

"Dulu di antara kedua aliran sungai ini sudah berdiri tegak pathok atau tonggak seperti dibangun dari lempung. Posisinya di tebing Sungai Loding sisi selatan yang alirannya mengarah masuk Sungai Brantas. Tinggi pathok kurang dari dua meter," ulas pria yang memasuki usia 67 tahun ini kepada detikJatim, Kamis (18/5/2023).

Penggalian fondasi bendungan ini dimulai pada Oktober 1975. Dan setahun kemudian dilanjutkan dengan pembangunan badan bendungan. Waktu itu, lanjut Nakman, ketinggian air di bendungan belum setinggi sekarang. Namun kekuatan pathok itu diakui Namkan sangat kokoh. Bahkan ketika lahar Gunung Kelud membanjiri sungai itu, pathok lempung itu tetap berdiri tegak.

Monumen Pathok Loding BlitarFoto: Dok. Perum Jasa Tirta 1

Proses survei pembangunan Waduk Wlingi Raya sendiri dimulai sekitar tahun 1972. Pemerintah Indonesia melibatkan beberapa tenaga ahli dari Jepang dalam pengerjaannya. Namun di awal proses, sebuah kecelakaan kerja terjadi. Perahu yang mengangkut beberapa insinyur Jepang dan tenaga kerja Indonesia terguling.

Jumlah pekerja di atas perahu sebanyak 16 orang. Terdiri dari lima tenaga ahli Jepang dan sebanyak 11 pekerja Indonesia. Semua penumpangnya dikabarkan tewas karena terbawa arus deras Sungai Brantas.

"Saya belum di sini ketika laka kerja itu terjadi. Namun dari cerita senior saya, lokasi terbaliknya perahu itu di sisi timur bendungan, tepat di depan pintu air," ungkap Nakman.

Untuk mengenang peristiwa kelam itu, maka didirikanlah monumen. Sebuah tonggak didirikan dengan ketinggian lebih dari 50 meter. Tonggak ini ditancapkan di radius 100 meter sisi Utara pathok lempung di Sungai Loding. Lalu, beberapa batu terukir nama korban laka kerja dari Jepang dipahat sebagai nisan abadi mereka yang telah gugur.

"Itulah kenapa dinamakan Pathok Loding. Karena menggantikan pathok yang sekarang sudah terendam air di Sungai Loding," jelas Nakman yang kini menikmati masa pensiunnya.

Dengan pengorbanan tersebut, terbangunlah Bendungan Wlingi yang saat ini bermanfaat untuk menyuplai kebutuhan irigasi seluas 12 ribu hektar sawah melalui saluran Lodagung serta membangkitkan PLTA dengan kapasitas 2 x 27 MW.

Pada Hari Bhakti Kementrian PUPR, pihak Jasa Tirta 1 meletakkan karangan bunga di monumen ini. Sebagai bentuk mengenang jasa para pekerja yang gugur saat melaksanakan pembangunan bendungan Wlingi Raya.

Halaman 2 dari 2
(sun/iwd)


Hide Ads