Asal-usul Nama Pasuruan yang Konon Ada Hubungannya dengan Sirih

Asal-usul Nama Pasuruan yang Konon Ada Hubungannya dengan Sirih

Dina Rahmawati - detikJatim
Rabu, 12 Okt 2022 19:33 WIB
Tempat-tempat wisata di Kabupaten Pasuruan ditutup kembali setelah buka selama sebulan. Ini sesuai aturan PPKM level 3.
Kabupaten Pasuruan/Foto: Muhajir Arifin/detikcom
Pasuruan -

Kabupaten Pasuruan dijuluki sebagai City of Mountain dengan ikon pariwisata Gunung Bromo. Kabupaten ini berada di jalur regional serta jalur utama perekonomian antara Surabaya, Malang, dan Banyuwangi.

Bagian utara Kabupaten Pasuruan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura. Bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo. Sementara bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto.

Kabupaten Pasuruan memiliki luas wilayah 147.401,50 Ha, yang terdiri dari 24 kecamatan (24 kelurahan dan 341 desa). Sebagian besar penduduk Kabupaten Pasuruan berasal dari Suku Jawa, Suku Madura, dan Suku Tengger.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana sejarah dan asal-usul Kabupaten Pasuruan?

Dikutip dari laman resmi Kabupaten Pasuruan, sejarah Kabupaten Pasuruan bermula dari masa Kerajaan Kalingga atau Ho Ling yang diperintah oleh Raja Sima. Pada 742-755 Masehi, pusat Kerajaan Kalingga dipindah ke wilayah timur, tepatnya di daerah Po-Lu-Kia-Sien yang ditafsirkan Pulokerto. Pulokerto merupakan nama desa di wilayah Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan.

Pada tahun 929, Mpu Sindok menggeser pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama memerintah, Mpu Sindok telah mengeluarkan lebih dari dua puluh prasasti. Salah satunya adalah prasasti yang terletak di Bulusari, Gempol, Pasuruan.

ADVERTISEMENT

Mengutip buku Cerita Rakyat dari Pasuruan karya Deny Wibisono, nama Pasuruan dikenal pertama kali pada masa Kerajaan Majapahit. Saat itu, Kerajaan Majapahit tengah dilanda wabah penyakit aneh. Raja Hayam Wuruk telah mencoba semua tabib untuk menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi tidak ada yang berhasil.

Dalam mimpinya, Raja Hayam Wuruk bertemu dengan Kuti Darbaru, satu-satunya orang yang dianggap dapat menyembuhkan penyakit yang melanda Kerajaan Majapahit.

Raja Hayam Wuruk pun mulai mencari keberadaan Kuti Darbaru. Di tengah perjalanan, Raja Hayam Wuruk sempat singgah ke pusat Kerajaan Mataram Kuno di daerah Pasuruan. Saat Raja Hayam Wuruk tiba di Kerajaan Mataram Kuno, Mpu Sindok menyuguhkan sirih.

Ketika menerima puan (tempat sirih) dari emas lengkap dengan kapur, gambir, dan buah pinangnya, Raja Hayam Wuruk mulai mengunyah sirih. Raja Hayam Wuruk merasa sangat senang saat mengunyah sirih. Berkali-kali Raja Hayam Wuruk mengatakan Pasuruhan.

Saat Raja Hayam Wuruk kembali melanjutkan perjalanan, Mpu Sindok menyebut daerah tersebut sebagai Pasuruhan. Dalam Kitab Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca, Pasuruan ditulis dengan kata Pasoeroean yang berarti tempat tumbuh tanaman suruh (sirih) atau kumpulan daun suruh.

Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, beberapa kerajaan Islam sempat menguasai Pasuruan. Pada abad 14, Pasuruan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Giri. Berdasarkan sejarah lisan yang beredar, Sunan Giri meletakkan dasar-dasar dakwah dengan membuka langgar sekaligus tempat ngaji di suatu daerah yang kemudian dikenal sebagai Sidogiri.

Selanjutnya, Pasuruan dikuasai oleh Kerajaan Demak pada abad 15. Saat itu, Pasuruan memiliki peranan penting dalam menyebarkan agama Islam.

Pada tahun 1616, Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam merebut Pasuruan dari Kerajaan Pajang. Pada masa kepemimpinan Amangkurat I, Kiai Darmoyuda diangkat menjadi Bupati Pasuruan.

Jabatan Kiai Darmoyuda kemudian diteruskan oleh putranya yang bergelar Kiai Darmoyuda II. Pada tahun 1657, Kiai Darmoyuda mendapat serangan dari Mas Pekik hingga meninggal dunia.

Mas Pekik pun memimpin Pasuruan dengan gelar Kiai Darmoyuda III. Setelah Kiai Darmoyuda III wafat, Pasuruan dipimpin oleh putranya yang bernama Kiai Onggojoyo.

Kiai Onggojoyo kemudian harus menyerahkan kekuasaannya kepada Untung Suropati. Saat itu, Untung diperintah oleh Pangeran Nerangkusuma untuk memimpin Pasuruan atas persetujuan Amangkurat I. Untung Suropati memimpin Pasuruan selama 20 tahun dengan gelar Raden Adipati Wironegoro.

Putra Kiai Onggojoyo yang bernama Onggojoyo membantu Belanda untuk menyerang Untung Suropati. Sehingga Untung Suropati mengalami luka berat hingga meninggal dunia pada tahun 1706. Dengan gelar Darmoyuda IV, Onggojoyo kemudian memimpin Pasuruan pada tahun 1707.

Pasuruan kemudian dipimpin oleh Raden Ario Wironegoro pada tahun 1743. Raden Ario Wironegoro memiliki seorang patih bernama Kiai Ngabai Wongsonegoro. Suatu ketika Belanda membujuk Kai Ngabai untuk menggulingkan pemerintahan Raden Ario Wironegoro.

Setelah menggulingkan pemerintahan Raden Ario, seluruh kekuasaan di Pasuruan dipegang oleh Belanda. Berdasarkan Staatblad 1900 No 334 tanggal 1 Januari 1901, Belanda membentuk Kabupaten Pasuruan. Kiai Ngabai lalu diangkat menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung Nitinegoro.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 8 Tahun 2007 tentang Hari Jadi Kabupaten Pasuruan, Hari Jadi Kabupaten Pasuruan ditetapkan pada tanggal 18 September. Tanggal tersebut diperoleh berdasarkan isi Prasasti Cungrang yang terletak di Bulusari, Gempol, Pasuruan.



Simak Video "Video: Detik-detik Penangkapan Pelaku Penculikan Santri Ponpes Metal Pasuruan "
[Gambas:Video 20detik]


Hide Ads