Asal-usul Nama Burung Gereja, Berkaitan dengan Masa Kolonial Belanda

Asal-usul Nama Burung Gereja, Berkaitan dengan Masa Kolonial Belanda

Vincencia Januaria Molo - detikBali
Selasa, 28 Jan 2025 15:47 WIB
Burung gereja atau Passer montanus malaccensis. (Lip Kee/CC-BY-SA/via eol.org)
Foto: Burung gereja atau Passer montanus malaccensis. (Lip Kee/CC-BY-SA/via eol.org)
Denpasar -

Ketika mendengar nama 'burung gereja', mungkin Anda langsung teringat dengan burung kecil yang sering hinggap di atap rumah atau berkerumun di pohon-pohon. Burung ini tidak hanya menarik perhatian dengan suara kicauannya yang khas, tetapi juga dengan perilakunya yang unik. Ternyata, begini cerita singkat mengenai nama burung gereja.

Burung gereja yang memiliki nama latin Passer montanus, dikenal dengan tubuhnya yang kecil, warna bulunya yang cokelat-kelabu, serta paruhnya yang kuat. Burung ini sering terlihat bergerombol, membuatnya mudah dikenali di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Selain disebut burung gereja, di Indonesia burung ini juga dikenal dengan nama burung pipit atau burung pingai. Dalam bahasa Inggris, burung ini dikenal sebagai Old World Sparrow.

Meski akrab dengan lingkungan di Indonesia, burung gereja sebenarnya bukan burung asli Nusantara. Dikutip dari berbagai sumber burung ini berasal dari kawasan Daratan Asia yang luas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada masa kolonial, burung gereja diperkenalkan ke berbagai benua lain, termasuk Australia dan Amerika, oleh penduduk yang membawanya sebagai bagian dari ekosistem yang mereka kenal. Saat ini, House Sparrow, salah satu jenis burung gereja, banyak ditemukan di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Australia.

Sejarah penamaan burung gereja berkaitan erat dengan masa kolonial Belanda di Indonesia. Saat itu, bangunan gereja memiliki ketinggian yang cukup untuk menjadi tempat yang aman bagi burung gereja membuat sarang. Karena burung ini tidak mampu terbang terlalu tinggi, gereja menjadi pilihan sempurna untuk berlindung. Seringnya burung ini bertengger di atap atau bahkan masuk ke dalam bangunan gereja membuat masyarakat kala itu menyebutnya burung gereja.

ADVERTISEMENT

Burung gereja terkenal jinak dan mudah beradaptasi dengan lingkungan manusia. Makanan utamanya adalah biji-bijian dan serangga kecil, menjadikannya burung yang tidak hanya lucu, tetapi juga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Burung gereja bukan sekadar burung kecil yang sering kita abaikan di sekitar. Kehadirannya mencerminkan hubungan yang erat antara alam dan manusia. Suara kicauannya yang riang, kebiasaannya yang hidup berkelompok, serta kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan manusia menjadikan burung ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads