Nama Bekasi tengah menjadi perbincangan usai bencana banjir dengan ketinggian mencapai tiga meter melanda kota dan kabupaten di Jawa Barat itu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut banjir bisa terjadi karena hujan deras dan kiriman air dari sungai bagian hulu, Bogor.
Karena banjir yang melanda Selasa (4/3/2025) pagi itu, Bekasi sempat disebut kota-kabupaten yang tengah lumpuh. Tapi tahukah detikers bila sejarah penamaan Bekasi tak lepas dari kehadiran sebuah sungai kuno?
Sungai kuno ini dahulu jadi pengendali banjir di Kerajaan Tarumanegara. Sungai itu bernama Candrabhaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dirangkum detikEdu, Rabu (5/3/2025) berikut asal-usul penamaan Bekasi selengkapnya.
Asal-usul Nama Bekasi
Hadir di Dalam Prasasti Tugu
Proses pembentukan nama pada sebuah geografis dapat menunjukkan keadaan daerah tersebut. Baik hadirnya kekayaan alam, budaya, hingga keragaman suatu bangsa.
Ahmad Khoiril Anam, Zainal Rafli, dan Samsi Setiadi dalam jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Hortatori Volume 6 Number 2 (2022) menjelaskan asal-usul nama Bekasi punya beberapa penafsiran.
Dari kota tempatnya barang-barang bekas yang diberikan atau dikasih orang-orang hingga jadilah Bekasi, hingga pemendekan kata berkasih-kasih yang menjadi Bekasi. Penafsiran ini menyebar di masyarakat awam dan tidak berdasar.
Tetapi ada satu penjelasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penafsiran ini disampaikan oleh ahli Bahasa Jawa Kuno dan Bahasa Sansekerta, Prof Dr R M Ng Poerbatjaraka.
Pada 1951, beliau mengatakan kata Bekasi merupakan transformasi dari sebuah kata Candrabhaga. Hal ini berdasarkan sebuah kalimat yang tertera dalam Prasasti Tugu.
Mengutip detikJabar, Prasasti Tugu berkisah tentang penggalian Sungai Candrabhaga. Sebuah sungai yang melintasi Kota Bekasi atau kini disebut dengan Kali Bekasi.
Sungai Candrabhaga berasal dari dua sumber air di bagian selatan Kota Bekasi, yakni Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi. Kedua sungai ini berada di wilayah Bogor yang dahulu wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.
Kutipan yang menceritakan Sungai Candrabhaga di Prasasti Tugu berbunyi:
"Pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata
khyatam Purimprapya chandrabagharnnavam
yayau, Pravardhamana - dravincad - vatsare
crigunaujasa Narendradhvayabhutena crimata
purnnvwrmmana parabhya Phalgune mase khata
krsna tasmitithau caitrasukla Trayosdsyam dibais
siddhaikavinsakaih a yata Satrasahasrena
dhanusam sasaterna cadvavinsena nadi ramya
gomati nirmalodaka pitamahasya rajasser
vvidarya sibiravanim brahmanair o-sahasrena
prayati krtdaksina."
Artinya:
Dahulu sungai Candrabaga digali oleh Rajadirajaguru yang berlengan kuat (besar kekuasaannya), setelah mencapai kota yang masyhur, mengalirlah ke laut. Dalam tahun ke-22 pemerintahannya yang makin sejahtera, panji segala raja, yang termasyhur Purnawarman, telah menggali saluran sungai Gomati yang indah, airnya jernih, mulai tanggal 20 bagian bulan gelap Palguna dan selesai tanggal 20 bagian bulan terang Caitra, selesai dalam waktu 20 hari. Panjangnya 6.122 busur (kurang lebih 11 km) mengalir ke tengah-tengah kakeknya, Sang Rajaresi. Setelah selesai dihadiahkanlah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana).
Zaman Kerajaan, Belanda, Jepang
Nama Candrabhaga diketahui lama digunakan pada masa Kerajaan Tarumanegara. Tetapi ketika Tarumanegara dikalahkan Sriwijaya, berubahlah nama tersebut menjadi Bhagacandra karena penyesuaian sistem kebahasaan dengan penguasa yang baru.
Wilayah Bekasi dikuasai oleh dua kerajaan/kesultanan. Bila wilayah dekat sungai Candrabhaga dikuasai Sriwijaya, wilayah Bekasi yang terdapat di daerah Karawang dikuasai oleh kesultanan Mataram.
Pengaruh Mataram diperkirakan ikut memengaruhi perubahan nama Bhagacandra. Bila diartikan, kata Candra berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki makna sama dengan kata Sasi dalam bahasa Jawa.
Kedua kata itu berarti bulan. Sedangkan kata Bhaga sendiri memiliki arti bagian. Oleh karena itu, terdapat peralihan dari bahasa Sansekerta yakni Bhagacandra menjadi Bhagasasi dalam bahasa Jawa.
Sedangkan dalam pengucapannya, kata Bhagasasi kemudian sering disingkat menjadi Bhagasi.
Setelah kerajaan Mataram, Kota Bhagasi dikuasai oleh pemerintah Belanda. Pada masa inilah sejarah memuat perjalanan nama kata Bekasi.
Belanda menyebut kata Bekasi dalam peta yang menggambarkan tentang beberapa benteng pertahanan di sejumlah titik di sekitar Batavia. Peta tersebut dibuat pada tahun 1690 oleh Isaac de Graaff.
Di peta tersebut, nama Bekasi disebut dengan Bocassie. Penamaan ini berbeda-beda di peta dan kartu pos lainnya.
Seperti peta tahun 1724 Bekasi ditulis dengan Bacassie, kartu pos keluaran 31 Desember 1898 Bekasi ditulis Bekassie. Memang penamaan nama Bekasi pada masa itu terlihat tidak konsisten.
Tetapi ketika dibaca pelafalannya sama yakni Be-ka-si.
Usai selesai di masa Belanda, pihak Jepang menyebut Bekasi dengan nama Bekashi. Pada 29 November 1945, pasukan Inggris menyerang Bekasi, di sana terdapat plank jalan dengan tulisan Be-ka-shi dalam aksara katakana, Jepang.
Pada akhirnya, penamaan itu berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.
Perkembangan Penetapan Nama Bekasi dari Ilmu Leksikologi
Leksikologi adalah salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari kosakata atau leksikon. Dalam studi tersebut, Ahmad Khoiril Anam dkk ada enam proses yang dilalui Candrabhaga hingga menjadi Bekasi, yakni:
1. Proses komposisi: proses pembentukan kata yang berasal dari perpaduan dua kata. Dalam hal ini Candra yang berarti bulan dan Bhaga yang berarti bagian.
2. Proses matesis: proses perubahan kata berupa pertukaran tempat. Dari Candrabhaga menjadi Bhagacandra.
3. Proses adaptasi: langkah perubahan internal yang terjadi karena penyesuaian sistem bahasa asli ke dalam sistem bahasa tertentu. Yakni perubahan Bhagacandra menjadi Bhagasasi pada masa kesultanan Mataram.
4. Proses elipsis: perubahan internal yang terjadi ketika penanggalan bagian tertentu suatu konstruksi. Yakni perubahan Bhagasasi menjadi Bhagasi.
5. Proses asimilasi: bagian perubahan internal yang terjadi pada zaman Belanda-Jepang. Bekasi dituliskan dalam beberapa bentuk kata seperti Bocassie, Bacassy, Bacassie, Bacassij, Bakashi, dan lainnya.
6. Proses adaptasi dan Proses Akopoke: tahapan terakhir kata Bekasie menjadi kata Bekasi hingga saat ini. Proses akopoke adalah proses perubahan internal dengan terjadinya penanggalan fonem. Dalam hal ini Bekasie menjadi Bekasi.
Proses akopoke terjadi karena penyesuaian dengan kaidah kebahasaan bahasa Indonesia. Sehingga menjadi kata Bekasi hingga saat ini.
Itulah perjalanan panjang atau asal-usul nama Kota Bekasi. Semoga informasi ini bermanfaat ya detikers!
(det/nwy)