Legenda Jember dan Budaya Pendalungan

Legenda Jember dan Budaya Pendalungan

Dina Rahmawati - detikJatim
Kamis, 29 Sep 2022 12:38 WIB
kantor pemkab jember
Kabupaten Jember/Foto: Yakub Mulyono
Jember -

Provinsi Jawa Timur memiliki 38 kota/kabupaten. Salah satunya Kabupaten Jember.

Kabupaten ini berbatasan dengan Bondowoso dan Probolinggo di sebelah utara, Lumajang di sebelah barat, Banyuwangi di sebelah timur, dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Kabupaten Jember terbagi ke dalam 31 kecamatan (226 desa dan 22 kelurahan).

Selain memiliki budaya dan kuliner khas, Jember juga terkenal dengan agenda catwalk tahunan tingkat internasional, yakni Jember Fashion Carnival (JFC). Selain itu, terdapat puluhan kampus negeri hingga swasta dan pondok pesantren di Jember.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip dari situs Universitas Muhammadiyah Jember, sebagian penduduk Kabupaten Jember berasal dari Suku Jawa dan Suku Madura. Suku Madura dominan di daerah utara, sedangkan Suku Jawa di daerah selatan dan pesisir pantai. Percampuran kedua kebudayaan tersebut melahirkan satu kebudayaan baru di Kabupaten Jember, yakni budaya Pendalungan.

Lantas, bagaimana asal-usul dan sejarah Kabupaten Jember? Simak penjelasannya di sini.

ADVERTISEMENT

Asal-usul Nama Jember

Nama Jember memang masih belum diketahui secara pasti fakta sejarahnya. Namun, terdapat beberapa pendapat dan versi yang berkaitan dengan asal-usul nama Jember.

Dalam Kajian Toponimi Kabupaten Jember tahun 2015, nama Jember berasal dari gabungan kata Jembhar bahasa Madura dan Jembar bahasa Jawa. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yakni sebuah tempat yang luas.

Legenda di Jember

Versi selanjutnya berkaitan dengan legenda yang terkenal di kalangan masyarakat. Cerita ini dikutip dari studi berjudul Nilai Budaya dalam Folklore Lisan di Kabupaten Jember.

Dari cerita itu dikisahkan bahwa nama Jember bermula dari kisah kampung nelayan yang dipimpin oleh seorang kepala kampung. Kepala kampung tersebut memiliki anak gadis bernama Jembersari.

Suatu hari, terjadi pertempuran antara rakyat kampung nelayan dengan sekelompok penjahat. Kepala kampung tewas dalam pertempuran. Namun, Jembersari berhasil diselamatkan dan dibawa lari oleh rakyat yang selamat.

Seiring berjalannya waktu, Jembersari tumbuh menjadi perempuan dewasa. Jembersari kemudian dipercaya oleh rakyat untuk menggantikan ayahnya menjadi pemimpin. Di bawah kepemimpinan Jembersari, daerah tersebut perlahan-lahan menjadi daerah yang makmur.

Suatu hari, Jembersari bersama pengawalnya tewas karena diserang oleh sekelompok perampok. Rakyat pun sangat bersedih. Untuk mengenang kebaikan dan kemuliaan Jembersari, rakyat menamai daerah tersebut dengan nama Jember.

Cerita legenda selanjutnya berkaitan dengan perjalanan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Suatu hari, Raja Hayam Wuruk melakukan perjalanan ke Bondowoso, Situbondo, hingga Puger.

Sesampainya di Puger, kereta yang ditumpangi Raja Hayam Wuruk tidak dapat melintas karena jalanan becek. Rombongan Raja Hayam Wuruk lalu mengucapkan kata dalam bahasa Jawa yaitu Jembrek yang berarti becek.

Daerah Puger akhirnya dikenal dengan nama Jember. Kini, Puger menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Jember.

Baca Sejarah Kabupaten Jember di halaman selanjutnya

Sejarah Kabupaten Jember

Menurut buku Nagarakretagama karangan Slamet Muljana, Jember sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Saat itu, Jember menjadi daerah perlintasan Raja Hayam Wuruk yang melakukan perjalanan menuju wilayah timur Pulau Jawa pada tahun 1359 M. Terbukti dari peninggalannya berupa Candi Deres di Desa Purwoasri dan sumur kuno di Desa Muneng Kecamatan Gumukmas, Jember.

Pada masa penjajahan Belanda, Jember termasuk dalam wilayah Java's Oosthoek. Jember kemudian dirubah menjadi lahan perkebunan untuk komoditi tembakau, kopi, kakao, dan karet selama berpuluh-puluh tahun.

Mengutip dari laman resmi Kabupaten Jember, Kabupaten Jember mulai terbentuk pada 1 Januari 1929 berdasarkan Staatsblad 322 tanggal 9 Agustus 1928. Dalam Staatsblad 322 tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di Provinsi Jawa Timur.

Salah satunya adalah menjadikan Regenschap Djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri dengan R. Noto Hadinegoro sebagai bupati pertama. Ketentuan tersebut diresmikan oleh Sekretaris Umum Pemerintahan Hindia Belanda (De Aglemeene Secretaris) GR Erdbrink pada tanggal 21 Agustus 1928.

Pada perkembangannya, terdapat sejumlah perubahan tentang pembagian wilayah distrik di Regenschap Jember. Sejak berlakunya Staatsblad Nomor 46 tahun 1941 tanggal 1 Maret 1941, wilayah distrik Regenschap Jember terbagi menjadi 25 Onderdistrik.

Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten di Jawa Timur, Regenschap Jember ditetapkan menjadi Kabupaten Jember.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1976 menetapkan pembentukan Kota Adiminstratif Jember dengan penataan wilayah-wilayah baru. Dengan adanya perubahan tersebut, maka Kabupaten Jember terbagi menjadi 7 Wilayah Pembantu Bupati, 1 Wilayah Kota Administratif, dan 31 Kecamatan.

Namun, Kota Administratif Jember kemudian dihapus pada 1 Januari 2001. Hal ini merujuk pada pemberlakuan Otonomi Daerah sebagaimana tuntutan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Halaman 2 dari 2
(hse/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads