Kisah Kesaktian Sarip Tambak Oso, Robin Hood dari Sidoarjo

Sarip Tambak Oso, Sosok Perampok dan Pembela Orang Miskin — Yang diyakini sebagai makam Sarip Tambak Oso/Foto: Amir Baihaqi

Surabaya -

Sosok Sarip Tambak Oso selama ini dikenal sebagai lakon ludruk. Ini karena kisah keberanian dan kesaktiannya yang melegenda sebagai cerita rakyat di Sidoarjo.

Banyak yang meyakini Sarip merupakan tokoh fiktif. Tapi tak sedikit pula yang percaya bahwa Sarip pernah ada sebagai bagian dari sejarah perlawanan di era penjajahan Belanda.

Kurangnya catatan sejarah mengenai Sarip membuat dirinya bak hidup di antara mitos dan fakta sejarah. Namun misteri Sarip akhirnya menemui titik terang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini karena sejumlah arsip surat kabar Belanda bernama Het Vaderland menulis berita tentang sosok Sarip. Surat kabar ini tertulis pada tanggal 4 Maret 1912.

Dokumen ini ditemukan oleh seorang pegiat sejarah bernama Boni Suwandi. Ia mengaku menemukan dokumen itu tak sengaja pada situs berbahasa Belanda bernama delpher.nl

"Itu saya dapat tapi website delpher.nl yang berisi kliping-kliping koran Belanda. Saya terjemahkan dari google translate tapi saya sunting-sunting sedikit. Itu kan sebenarnya saya nemu artikel gak satu. Jadi ada beberapa ya kayaknya sih menuju satu orang yang bernama Sarip itu," tutur Boni kepada detikJatim, Minggu (28/8/2022)

Usai penemuan itu, Boni mengaku semakin yakin bahwa Sarip merupakan sebuah fakta sejarah. Sebab sebelumnya, ia juga pernah mendapat cerita dari kakeknya bahwa memang pernah bertemu dan berteman dengan Sarip.

"Jadi kalau menurutku sih ada. Karena mbah saya sendiri pernah ngomong memang ada dan (Sarip Tambak Oso) temannya. Kebetulan kan rumah saya kan dekat Tambak Oso dekat Sedati sini," imbuh Boni.

Dalam surat kabar tersebut dijelaskan bahwa Sarip merupakan seorang kriminal yang sering melakukan perampokan dan pencurian. Ia kemudian ditembak mati saat dalam sebuah penyergapan.

Meski dianggap seorang kriminal, namun rakyat menganggap Sarip adalah seorang pahlawan. Karena selain keberaniannya kepada kompeni, Sarip juga kerap membantu rakyat dengan membagi-bagikan hasil pencurian dan rampokannya.

Kisah Sarip mengingatkan pada cerita rakyat dari Inggris bernama Robin Hood. Tak heran jika kisah Sarip yang kerap jadi lakon ludruk kerap dianggap sebagai mitos.

Temuan Boni kemudian dikuatkan dengan hasil penelusuran Sarip Tambak Oso dari Pemkab Sidoarjo. Tim yang diketuai M Wildan itu akhirnya menemukan makam yang diduga makam Sarip Tambak Oso.

Makam ini berada di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kwadengan, Lemah Putro, Sidoarjo. Dugaan makam tersebut didasarkan dari sejumlah arsip dari Belanda dan penuturan masyarakat yang pernah hidup di era Sarip Tambak Oso.

Temuan makam Sarip Tambak Oso ini sesuai dengan hasil wawancara beberapa saksi yang pernah hidup dan bertemu dengan Sarip Tambak Oso. Wawancara itu kemudian Gatot Hartoyo catat dalam bukunya berjudul 'Kembang Setaman' pada Bab Sarip Tambak Oso.

"Mbah Sukur bercerita bahwa saat beliau umur 13 tahun sering melihat Cak Sarip ngopi di warung Bu Legi. Sarip sosok yang tenang dan nyungkani (disegani). Pendiam, berwibawa. Usia Sarip diperkirakan 35 tahun," tulis Gatot.

Yang kedua, lanjut Gatot, dirinya sempat wawancara Mbah Bukari. Berbeda dengan Mbah Sukur, Mbah Bukari tidak hidup sezaman dengan Sarip. Namun ia mengaku sempat mendapat cerita soal Sarip saat dieksekusi. Cerita itu ia dengar dari ibunya.

"Ibunya Mbah Bukari semasa masih remaja pernah melihat sendiri secara sembunyi-sembunyi dengan beberapa kawannya, bagaimana jasad Sarip diseret dari jalan kampung menuju makam Kwadengan," tulis Gatot.

"Pada saat kejadian itu semua warga Kwadengan tidak ada yang berani keluar rumah dan semua pintu ditutup dan dikunci. Demikian penuturan Mbah Bukari," jelas Gatot.