Penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan masih menjadi sorotan publik. Polemik ini mencuat di Surabaya dalam sepekan terakhir, namun praktik serupa ternyata juga banyak terjadi di berbagai daerah lainnya.
Sebenarnya, ada langkah yang bisa dilakukan karyawan saat ijazahnya ditahan perusahaan, salah satunya dengan merujuk pada peraturan daerah (Perda) yang berlaku.
Pakar Tenaga Kerja dan Upah Universitas Airlangga (Unair), Hadi Subhan, menjelaskan bahwa karyawan dapat melakukan komunikasi dan negosiasi dengan perusahaan jika ijazah mereka ditahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang harus dilakukan pekerja adalah berkomunikasi dan bernegosiasi dengan perusahaan, bahwa menahan ijazah sebagai syarat kerja itu tidak boleh, sehingga harus dikembalikan," kata Hadi saat dihubungi detikJatim, Sabtu (19/4/2025).
Khusus bagi karyawan di Jawa Timur, mereka tidak perlu ragu untuk melawan praktik tersebut, karena telah diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
"Dalam Pasal 42 disebutkan bahwa pengusaha dilarang menahan dokumen asli yang melekat pada pekerja, seperti KTP, SIM, dan ijazah, sebagai jaminan," jelasnya.
Jika komunikasi dan negosiasi tidak membuahkan hasil, karyawan dapat menempuh langkah hukum lainnya.
"Bisa melapor ke pengawas ketenagakerjaan di disnaker provinsi atau di kemenaker," ujarnya.
Beberapa perusahaan beralasan penahanan ijazah dilakukan agar karyawan tidak mengundurkan diri sebelum masa kerja atau kontrak berakhir. Namun, menurut Hadi, ada solusi lain yang lebih tepat dibanding menjadikan ijazah sebagai jaminan.
"Bisa dengan jangka waktu kontrak yang lebih pendek, misalnya kontrak diperbarui setiap tiga bulan hingga total maksimal lima tahun. Dengan UU Cipta Kerja, kontrak kerja PKWT bisa disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, yang penting total durasi PKWT tidak lebih dari lima tahun," pungkasnya.
(ihc/fat)