Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Tarakan, Kalimantan Utara, menyoroti kasus penahanan ijazah karyawan oleh sebuah perusahaan di wilayahnya. Praktik ini disebut melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan surat edaran Menteri Tenaga Kerja.
Kepala Bidang Ketenagakerjaan Disnaker Tarakan, Hanto Bismoko, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memanggil perusahaan terkait untuk mediasi pada Kamis (26/6). Namun, perusahaan bersikukuh tidak akan mengembalikan ijazah kecuali karyawan membayar tebusan sebesar Rp 500.000.
"Ijazah adalah hak pribadi yang diperoleh melalui perjuangan seseorang. Penahanannya jelas melanggar hak asasi manusia," tegas Hanto, kepada detikKalimantan, Sabtu (28/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanto menjelaskan, meski belum ada undang-undang spesifik yang mengatur penahanan ijazah, surat edaran Menteri Tenaga Kerja telah melarang praktik tersebut untuk mengisi kekosongan hukum. Disnaker Tarakan juga telah berkoordinasi dengan pengawas tenaga kerja provinsi untuk menangani kasus ini.
"Perusahaan tetap bersikukuh dengan ancaman membawa kasus ini ke ranah hukum atau kepolisian," ujar Hanto.
Disnaker berharap kasus ini dapat diselesaikan tanpa harus ke pengadilan. Jika tidak ada kesepakatan, pengawas tenaga kerja provinsi akan mengeluarkan nota pemeriksaan, termasuk memeriksa aspek lain seperti upah dan jam kerja.
"Kami akan mensosialisasikan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja melalui edaran wali kota dan edukasi kepada perusahaan," terangnya.
Hanto juga mendorong adanya regulasi yang lebih tegas, seperti peraturan daerah atau undang-undang, untuk memberikan sanksi jelas terhadap pelaku penahanan ijazah.
"Kami berharap ada regulasi dengan sanksi yang jelas, karena ini menyangkut hak asasi," tutup Hanto.
(des/des)