Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, menegaskan bahwa perusahaan dilarang menahan ijazah milik karyawannya. Ketentuan tersebut telah tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016, khususnya pada Pasal 42 yang secara jelas melarang pengusaha menyimpan atau menahan dokumen asli milik pekerja sebagai jaminan, termasuk ijazah.
Untuk informasi, Perda tersebut juga memuat ketentuan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 79 ayat 1. Dalam pasal itu disebutkan bahwa "Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 42 dan Pasal 72 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)".
Pernyataan Eri ini juga berkaitan usai mencuatnya dugaan penahanan ijazah oleh pemilik perusahaan di kawasan Margomulyo, Surabaya Jan Hwa Diana yang sebelumnya disidak Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji dan sempat terjadi saling lapor antar keduanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ijazah ini memang tidak boleh pengusaha menahan iijazah," tegas Eri, Senin (15/4).
Eri menjelaskan pihaknya telah menjalin koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur guna menangani persoalan penahanan ijazah oleh perusahaan terhadap karyawannya.
"Kami sudah koordinasi dengan provinsi, karena di UU No 23 tahun 2014 di dalam lampiran kami (pemkot) tidak punya kewenangan untuk melakukan pengawasan ketenagakerjaan. Karena di lampiran itu disebutkan, pengawasan ketenagakerjaan itu dilakukan oleh provinsi," jelasnya.
"Tapi kami melakukan mediasi, itu bisa kami lakukan dengan mengutus mediator dulu. Mediator kami panggil, ada kasus ini, lalu kami mediasi. Kalau mediasi nggak bisa, ya sudah. Tapi pengawasan ada di provinsi," sambungnya.
Ia pun berharap agar permasalahan serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
"Kami sudah koordinasi dengan provinsi. Makanya aku ngomong, nek seng koyok ngene yo ojok maneh (kalau yang seperti ini ya jangan lagi), wong iki (ini) dua sisi seng mengatakan aku bener, iki ngomong bener. Iki (pengusaha) ngomong duduk (bukan) pegawaine, iki (karyawan) ngomong pegawaine," pungkasnya.
(hil/iwd)