Ketentuan Puasa Sunah Enam Hari Setelah Idul Fitri

Ketentuan Puasa Sunah Enam Hari Setelah Idul Fitri

Auliyau Rohman - detikJatim
Rabu, 02 Apr 2025 08:40 WIB
Happy Muslim family together making iftar dua to break fasting during Ramadan at the dining table at home focus on a bowl of dates. . High quality photo
ILUSTRASI PUASA SYAWAl. Foto: Getty Images/Malik Nalik
Surabaya -

Setelah menunaikan ibadah puasa wajib selama bulan Ramadan, muslim dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Puasa sunah yang dilaksanakan setelah Idul Fitri ini memiliki keutamaan yang luar biasa dan menjadi tradisi yang dijaga umat Islam di seluruh dunia.

Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam hadis bahwa orang yang berpuasa Ramadan, kemudian disambung dengan puasa enam hari Syawal, maka akan memperoleh pahala senilai puasa satu tahun.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَهُ سِتَّاً مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari dari Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun. (HR Muslim)

Perhitungan pahala puasa satu tahun itu berdasarkan firman Allah SWT sebagai berikut.

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ

Artinya: Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (QS. Al-An'am [6]: 160)

Lantas, bagaimana ketentuan pelaksanaan puasa sunah enam hari setelah Idul Fitri dan apa saja keutamaannya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Waktu Pelaksanaan Puasa Syawal

Dilansir dari NU Online, melaksanakan puasa sunah enam hari setelah Idul Fitri memiliki keutamaan yang luar biasa. Berdasarkan keutamaan tersebut, banyak umat Islam yang bersemangat menjalankan puasa sunah Syawal selama enam hari.

Meski demikian, dalam pelaksanaannya, tidak selalu dilakukan secara berurutan, tapi kadang dilaksanakan terpisah-pisah. Contohnya, seseorang berpuasa pada tanggal 2 Syawal, kemudian tidak berpuasa pada hari berikutnya, lalu melanjutkan puasa di hari-hari selanjutnya.

Para ulama memandang bahwa praktik seperti ini tidaklah keliru. Namun, yang paling diutamakan adalah pelaksanaan puasa Syawal secara berurutan. Hal ini sebagaimana diuraikan Ustaz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop, Bangkalan, Jawa Timur, dalam tulisannya yang dimuat di NU Online.

Ustaz Sunnatullah mengutip pandangan Sayyid Abdullah Al-Hadrami yang menjelaskan, puasa sunah Syawal tidak diharuskan dilakukan secara berkesinambungan. Enam hari puasa sunah Syawal dapat dikerjakan dengan cara terpisah-pisah selama masih dalam bulan Syawal.

"Apakah disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus? Jawaban: sesungguhnya tidak disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus, dan cukup bagimu untuk puasa enam hari dari bulan Syawal sekalipun terpisah-pisah, sepanjang semua puasa tersebut dilakukan di dalam bulan ini (Syawal)," demikian pendapat Sayyid Abdullah al-Hadrami yang dikutip Ustadz Sunnatullah.

Dengan begitu, kebiasaan sebagian umat Islam yang menjalankan puasa Syawal secara terpisah tetap dibenarkan. Meskipun begitu, lanjutnya, yang lebih diutamakan adalah dilaksanakan secara kontinyu tanpa jeda.

Menurutnya, pendapat yang menegaskan cara puasa Syawal yang lebih dianjurkan tersebut sesuai yang ditulis Imam Abu Al-Husain Yahya bin Abil Khair bin Salim Al-Umrani Al-Yamani dalam salah satu karyanya.

يُسْتَحَبُّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ أَنْ يَتَّبِعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ. وَالْمُسْتَحَبُّ: أَنْ يَصُوْمَهَا مُتَتَابِعَةً، فَإِنْ صَامَهَا مُتَفَرِّقَةً جَاز

Artinya: Disunahkan bagi orang yang puasa di bulan Ramadan untuk meneruskan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal. Dan (praktik) yang dianjurkan, yaitu dengan berpuasa Syawal secara terus-menerus, dan jika puasa dengan cara terpisah, maka diperbolehkan.

Niat Puasa Syawal

Ada dua bacaan niat yang dibacakan sebelum menjalankan ibadah puasa dengan waktu masing-masing. Ada niat yang bisa dibacakan saat malam sebelum berpuasa, ada yang bisa dibacakan pagi ketika memutuskan bahwa hari itu hendak berpuasa. Berikut ini bacaan niat puasa Syawal bahasa Arab yang dibaca malam hari.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnatis Syawwâli lillâhi ta'ala.

Artinya: Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta'ala.

Sedangkan, niat puasa Syawal bahasa Arab dan latin yang dilafalkan pagi atau siang hari seperti berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu shauma hadzal yaumi 'an ada'i sunnatis Syawwali lillahi ta'ala.

Artinya: Aku berniat puasa sunnah Syawal hari ini karena Allah ta'ala.

Keutamaan Puasa Syawal

Mengutip laman resmi NU Online, berpuasa selama enam hari di bulan Syawal memiliki sejumlah keutamaan. Berikut ini beberapa di antaranya keutamaan puasa Syawal.

1. Penyempurna Puasa Ramadan

Salah satu manfaat ibadah sunah adalah sebagai penyempurna ibadah fardu. Sebagaimana salat sunah rawatib (qabliyah dan ba'diyah) yang bisa menjadi penyempurna bagi salat fardu. Demikian juga puasa sunah Syawal bisa menjadi penyempurna puasa Ramadan.

2. Pahala Puasa Satu Tahun

Keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal setara dengan puasa satu tahun. Rasulullah SAW bersabda, "Puasa bulan Ramadan (ganjarannya) sepuluh bulan, dan puasa enam hari (sama dengan) dua bulan. Itulah puasa satu tahun." (HR Ibnu Khuzaimah)

3. Tanda Diterimanya Puasa Ramadan

Salah satu ciri-ciri diterimanya amal ibadah adalah konsistensi melakukan ibadah yang lain setelah ibadah pertama selesai. Begitu pun dalam puasa Ramadan. Salah satu ciri-ciri diterimanya puasa Ramadan adalah seseorang melakukan puasa sunah Syawal setelahnya.

4. Sebagai Tanda Syukur

Melaksanakan puasa sunah Syawal merupakan bukti syukur seorang hamba karena selama bulan Ramadan telah memperoleh anugerah dari Allah SWT, baik berupa ibadah-ibadah yang bisa dijalani di dalamnya ataupun ampunan yang dijanjikan bagi orang yang beribadah selama bulan puasa. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ [وفي رواية]: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Artinya: Siapa saja yang berpuasa Ramadan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu akan diampuni. [dalam riwayat lain]: "Siapa saja yang menghidupkan malam hari bulan Ramadan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka dosanya yang lalu akan diampuni." (HR Bukhari dan Muslim)

5. Menjaga Konsistensi Ibadah

Selesainya bulan Ramadan bukan berarti ibadah-ibadah di dalamnya terputus. Muslim dianjurkan untuk tetap menjaga konsistensi ibadah tersebut. Salah satunya adalah berpuasa sunah Syawal sebagai bukti konsistensi puasa yang sudah dilakukan selama Ramadan.




(auh/irb)


Hide Ads