Ratusan hektare lahan padi di Desa Tatung, Kecamatan Balong, Ponorogo mengalami kekeringan. Sejumlah sawah yang dikelola warga itu tanahnya bahkan terlihat retak.
Para petani di Desa Tatung mengeluhkan kondisi sawah milik mereka. Apalagi imbas kekeringan itu biaya produksi meningkat karena biaya pengairan membengkak.
Salah satu petani setempat Purnomo Sidik mengatakan bahwa dalam sehari dirinya harus mengeluarkan uang antara Rp 100 ribu-Rp 150 ribu untuk mengairi sawahnya. Padahal mereka butuh air yang cukup banyak supaya pertumbuhan padi mereka baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini curah hujan rendah, padahal padi baru tanam bulan Desember. Akhirnya beli air," tutur Purnomo saat ditemui sejumlah wartawan, Rabu (17/1/2024).
Purnomo menjelaskan bahwa dalam sehari dirinya butuh waktu 5-10 jam untuk mengairi satu kotak lahan. Padahal biasanya masuk bulan Januari curah hujan cukup tinggi.
![]() |
"Tapi sekarang malah hujan jarang, biasanya sudah puncak musim hujan," kata Purnomo.
Sementara, petani lain, Supeno menyebutkan padinya yang baru berumur 2 hingga 3 minggu kekeringan selama sebulan terakhir. Biaya pengairan sawahnya pun membengkak.
"Ini 5 hari sekali saya airi, selain karena mahal juga karena antre dan gantian dengan petani lain," kata Supeno.
Sekadar informasi, pengairan sawah di Desa Tatung mengandalkan air sungai dan air sumur pompa. Bila tidak segara turun hujan, petani padi akan kelabakan.
Kepala Desa Tatung, Rudi Sugiharto membenarkan bahwa saat ini setiap petani setidaknya harus mengeluarkan biaya tambahan Rp 600 ribu untuk mengairi sawah masing-masing.
"Di sini ada 150 hektare sawah padi, kalau tidak hujan ya petani mengandalkan air sumur pompa. Saat ini biaya produksi atau biaya untuk pengairan saja minimal Rp 600 ribu per petak," pungkas Rudi.
(dpe/fat)