Ketua TP PKK Trenggalek Novita Hardini mengatakan upaya pengendalian perkawinan anak dilakukan secara masif mulai dari tingkat kabupaten hingga desa dan keluarga. Hasilnya, selama 3 tahun terakhir jumlahnya turun secara drastis, melalui program Desa Nol Perkawinan Anak.
Pada 2021 perkawinan anak Trenggalek mencapai 7,67 persen, kemudian tahun 2022 turun menjadi 3,8 persen dan di tahun 2023 angkanya terus turun hingga 2,1 persen. Keberhasilan tersebut mendapat respons positif dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
"Sehingga hari ini Trenggalek menjadi best practice Pemprov Jawa Timur, untuk menceritakan apa saja yang telah lakukan untuk menekan angka perkawinan usia anak," kata Novita Hardini, Selasa (1/8/2023).
Upaya pencegahan perkawinan anak di Trenggalek dilakukan secara kolaboratif lintas lembaga, antara lain pemerintah daerah, tokoh agama, pengadilan agama hingga tokoh masyarakat.
"Semuanya sepakat untuk membuat SOP perkawinan usia anak," ujarnya.
SOP diterapkan secara ketat kepada masyarakat yang hendak mengurus izin perkawinan usia anak. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap anak.
Untuk mendapatkan izin perkawinan anak, masyarakat harus melalui serangkaian prosedur ketat. Setiap anak yang mau menikah dengan alasan apapun itu wajib dilakukan asesmen oleh Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang ditangani oleh psikolog dari Dinas Sosial.
"Kemudian kepala desa boleh mengeluarkan formulir N1 kalau sudah ada rekomendasi dari Puspaga. Upaya ini dirasa cukup sangat efisien mencegah perkawinan anak," jelasnya.
Upaya tersebut mampu membuahkan hasil, masyarakat banyak yang mulai paham pentingnya pernikahan anak pada usia yang telah matang. Sehingga memilih menikahkan anak pada usia di atas 19 tahun.
Novi menegaskan perkawinan pada usia anak memiliki risiko tinggi, mulai dari ekonomi, sosial hingga potensi gangguan kesehatan terhadap keturunannya.
Sementara Ketua TP PKK Jawa Timur Arumi Bachsin, mengapresiasi inovasi dan upaya yang dilakukan Pemkab Trenggalek untuk menekan angka perkawinan pada anak.
"Ini karena komitmen banyak pihak sehingga dapat menekan angka pernikahan anak sangat luar biasa, penurunannya sangat signifikan," kata Arumi.
Pihaknya berharap inovasi secara kolaboratif tersebut dapat dicontoh oleh daerah lain, guna menurunkan angka perkawinan anak.
(dpe/iwd)