Dispensasi Perkawinan Anak di Mataram Turun, LPA Duga Kaling Tutupi Informasi

Dispensasi Perkawinan Anak di Mataram Turun, LPA Duga Kaling Tutupi Informasi

Nathea Citra - detikBali
Senin, 13 Jan 2025 10:33 WIB
ZAATARI REFUGEE CAMP, JORDAN - AUGUST 2014: Baraah, 17, a Syrian refugee from Ghouta, in the Damascus suburbs, poses for a portrait six months pregnant in the room where she and her husband live in Zarqa, Jordan, August 23, 2014.  Baraah was married when she was fifteen, and is due to have her first child in November. While marriage under the age of eighteen was a common Syrian tradition before the start of the civil war, more and more Syrian girls are marrying at a younger age because of the insecurity of the war,  because many families feel the girls in their family may be sexually harassed if they are not under the care of a husband, and because of prospect of alleviating the financial burden of one more mouth to feed.  (Photo by Lynsey Addario/Getty Images Reportage)
Ilustrasi perkawinan anak. (Foto: Getty Images/Lynsey Addario)
Mataram -

Tren pengajuan dispensasi pernikahan anak di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menurun. Menurut data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, hanya ada tiga pengajuan dispensasi sepanjang tahun 2024.

"Trennya memang seperti itu, kalau se-NTB angka terakhirnya 500-600an (kasus dispensasi). Tapi kalau di Kota Mataram hanya ada tiga sepanjang 2024, itu data dari pengadilan," kata LPA Kota Mataram Joko Jumadi, Minggu (12/1/2025).

Di sisi lain, ia menilai kesadaran warga untuk mengajukan dispensasi masih rendah sehingga kasus pernikahan anak itu tidak tercatat. Joko menduga menurunnya data perkawinan anak di Mataram juga dipengaruhi oleh adanya kepala lingkungan (kaling) yang berupaya menutup-nutupi pernikahan anak tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dugaan kami, ini saling menutupi. Harusnya ada tindakan tegas untuk para kaling yang kemudian memfasilitasi perkawinan anak ini," tegas Joko.

"Karena adat dan pasti dilindungi oleh lingkungan, mau nggak mau (kaling) akan terlibat untuk terlibat selabar (tradisi pernikahan Sasak). Masih ada (pernikahan anak), tapi tidak banyak. Contohnya satu kasus yang ada di Lombok Barat, sampai saat ini belum tuntas," pungkasnya.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, angka pernikahan dini di NTB dalam lima tahun terakhir berfluktuasi. Pada 2019, tercatat sebanyak 302 kasus dan naik menjadi 875 kasus pada 2020.

Jumlah kasus perkawinan anak itu kembali meningkat drastis menjadi 1.127 kasus pada 2021. Sedangkan, pada 2022 angka kasus pernikahan dini menurun menjadi 710 kasus. Pada 2023, jumlahnya meningkat sedikit menjadi 723 kasus.




(iws/gsp)

Hide Ads