Tren pengajuan dispensasi pernikahan anak di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menurun. Menurut data Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, hanya ada tiga pengajuan dispensasi sepanjang tahun 2024.
"Trennya memang seperti itu, kalau se-NTB angka terakhirnya 500-600an (kasus dispensasi). Tapi kalau di Kota Mataram hanya ada tiga sepanjang 2024, itu data dari pengadilan," kata LPA Kota Mataram Joko Jumadi, Minggu (12/1/2025).
Di sisi lain, ia menilai kesadaran warga untuk mengajukan dispensasi masih rendah sehingga kasus pernikahan anak itu tidak tercatat. Joko menduga menurunnya data perkawinan anak di Mataram juga dipengaruhi oleh adanya kepala lingkungan (kaling) yang berupaya menutup-nutupi pernikahan anak tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dugaan kami, ini saling menutupi. Harusnya ada tindakan tegas untuk para kaling yang kemudian memfasilitasi perkawinan anak ini," tegas Joko.
"Karena adat dan pasti dilindungi oleh lingkungan, mau nggak mau (kaling) akan terlibat untuk terlibat selabar (tradisi pernikahan Sasak). Masih ada (pernikahan anak), tapi tidak banyak. Contohnya satu kasus yang ada di Lombok Barat, sampai saat ini belum tuntas," pungkasnya.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, angka pernikahan dini di NTB dalam lima tahun terakhir berfluktuasi. Pada 2019, tercatat sebanyak 302 kasus dan naik menjadi 875 kasus pada 2020.
Jumlah kasus perkawinan anak itu kembali meningkat drastis menjadi 1.127 kasus pada 2021. Sedangkan, pada 2022 angka kasus pernikahan dini menurun menjadi 710 kasus. Pada 2023, jumlahnya meningkat sedikit menjadi 723 kasus.
Baca juga: Biang Kerok Tingginya Pernikahan Anak di NTB |
(iws/gsp)