Muntahan lahar dingin Gunung Semeru yang telah merusak 5 jembatan penghubung desa dan kabupaten di Lumajang menyebabkan 571 warga mengungsi. Sejumlah cerita warga menunjukkan bagaimana mengerikannya bencana tersebut.
Bencana banjir lahar dingin dan tanah longsor itu terjadi di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro. Data BPBD Jatim menyebutkan sejumlah pengungsian berada di Balai Desa Tumpeng, Balai Desa Jarit, Balai Desa Penanggal, Komunitas Rumah Wani Gosong Desa Jarit, Balai Desa Tambakrejo, Balai Desa Pronojiwo, dan rumah warga di Patung Salak.
Atas terjadinya bencana ini, Pemkab Lumajang telah menetapkan tanggap darurat bencana banjir lahar dingin Gunung Semeru. Masa tanggap darurat itu ditetapkan selama 14 hari. Mulai kemarin tanggal 7 Juli hingga 21 Juli 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini, penambang pasir dan batu menghentikan aktivitasnya di Sungai Rejali, Desa Bago, Kecamatan Pasirian, Lumajang. Para penambang memilih memarkirkan truk dan alat berat di tempat lebih aman demi mengantisipasi susulan banjir lahar dingin Semeru.
"Kondisi banjir masih besar, masih belum bisa mengambil pasirnya aktivitas pertambangan sementara menunggu surutnya banjir," kata salah satu penambang pasir dan batu, Buamar (41) kepada detikJatim di lokasi, Minggu (9/7/2023).
Meski telah memarkir kendaraannya, warga penambang pasir itu terpantau masih berdiri berjajar di pinggir-pinggir aliran sungai yang dilewati lahar dingin Semeru. Debit air di DAS tersebut juga masih terlihat deras.
Kemarin, ketika banjir lahar dingin menghajar 5 jembatan hingga putus lalu meluap, warga yang kini berada di pengungsian melakukan aksi penyelamatan diri yang menegangkan. Mereka pun menceritakan detik-detik mengerikan saat mereka akhirnya lolos dari amukan banjir lahar usai hujan deras di lereng Semeru sejak Kamis (6/7).
1. Tarik Tangan Istri dan Gendong Anak Saat Diburu Banjir Lahar Dingin
Salah satu warga bernama Miskadin segera kabur ketika melihat air di Sungai Leprak, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro meluap. Dia melihat air sungai bercampur lahar dingin itu telah meluap memenuhi jalan.
Aliran deras banjir lahar dingin itu mengerikan. Miskadin sampai tidak sempat berpikir panjang saat membawa istri dan anaknya lari menjauh. Dia langsung keluar rumah menarik tangan istri dan menggendong anaknya yang masih kecil.
Jumat (7/7/2023) sore itu Miskadin mendengar suara warga berteriak 'Banjir! banjir!' Seketika itu juga dia menyadari bahwa banjir lahar dingin Semeru meluap dan menerjang desanya.
"Spontan saya langsung menarik tangan istri dan menggendong anak yang masih kecil keluar rumah dan menyelamatkan diri. Ternyata di jalan sudah banyak air bercampur lumpur," katanya kepada detikJatim di Posko Pengungsian Desa Jarit, Candipuro, Sabtu (8/7/2023).
Dia mengaku saat keluar rumahnya dia melihat warga sudah berlarian. Terlihat pula kendaraan petugas BPBD di lokasi membantu mengevakuasi sejumlah warga. Dia dan keluarganya termasuk yang dibantu petugas BPBD. "Dibantu petugas lalu dibawa ke pengungsian," tambahnya.
Kini, dirinya sudah berada di posko pengungsian bersama ratusan warga lainnya. Dia mengaku sempat ingin pulang mengambil harta bendanya tapi dilarang petugas BPBD Lumajang. "Katanya demi menjaga keselamatan, semua tidak boleh pulang," tambahnya.
Kepanikan dan trauma warga. Baca di halaman selanjutnya.
2. Panik Boyong Anak dan Istri Saat Banjir Datang
Aksi dramatis penyelamatan diri juga dialami Sami. Saat banjir memburu, warga Desa Jugosari itu tengah bersantai di rumah. Tib-tiba saja air banjir lahar dingin meluap hingga memasuki kawasan rumahnya.
Tanpa menunggu aba-aba, Sami langsung memboyong anak dan istrinya. Mereka berlari dan mencari titik aman meninggalkan benda-benda berharga di rumahnya. Ia bersyukur saat ini keluarganya sudah aman.
"Saya di rumah kan terus debit air naik dan meluap, akhirnya saya langsung menyelamatkan diri," tambahnya.
Saat ini keduanya tengah mengungsi di Balai Desa Jarit, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
3. Warga di Lahan Relokasi Panik Saat Banjir Lahar Dingin Meluap
Sejumlah warga yang mendiami hunian tetap (huntap) Semeru panik saat lahar dingin Semeru meluap. Mereka trauma karena kawasan relokasi para warga korban erupsi ini memiliki sejarah pernah dilalui banjir bandang.
"Sejarahnya dulu di banjir bandang Bondeli itu kan sempat dilalui banjir. Kemarin pas erupsi, warga Curahkobokan dan Kamarkajang direlokasi di lokasi sekarang," kata salah satu relawan, Koordinator Saver (Sahabat Volunteer Semeru) Sukaryo atau yang akrab disapa Cak Yo saat dihubungi detikJatim, Sabtu (8/7/2023).
Cak Yo menceritakan, masyarakat trauma karena kawasan relokasi merupakan wilayah yang dulu sempat dilalui banjir bandang yang menelan banyak korban jiwa. Apalagi, lokasi ini diapit sungai besar yakni Sungai Besuk Sat.
"Kemarin sempat panik masyarakat, karena trauma dan itu lokasi relokasi bencana yang erupsi dulu itu diapit oleh dua aliran sungai yang besar. Sejarahnya tahun 1976, sekitar 1980-an terjadi banjir bandang yang juga memakan banyak korban jiwa," jelasnya.
Meskipun demikian, Cak Yo menyebut kawasan tersebut masih belum masuk kategori darurat. Namun, ia mengingatkan pentingnya dilakukan kajian sejarah bencana dalam menentukan tempat relokasi.
"Semoga ini menjadi pembelajaran kita semua, termasuk masyarakat, pemerintah dan berbagai pihak untuk tidak sembarangan dalam menentukan lokasi relokasi," imbuh Cak Yo.